Sumber Hukum Islam yang Penting Diketahui
loading...
A
A
A
Umat Muslim mengenal empat sumber hukum Islam sebagai pijakan menjalani kehidupan bermasyarakat . Keempat sumber hukum itu adalah Al-Qur'an, As-sunnah (Hadis), Ijma, dan Qiyas.
Sumber hukum Islam tersebut merupakan dalil terkuat yang telah disepakati oleh jumhur ulama atau mayoritas ulama. Sumber hukum islam ini disebut pula sebagai mashadir al-syari’at yakni dalil –dalil syari’at tempat untuk menggali dan menetapkan hukum syariat dalam kehidupan muslimin.
Baca juga: Memohon Husnul Khatimah
Keempat sumber hukum itu (Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas), landasannya berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Muadz ibn Jabal ketika diutus menjadi qadhi (hakim agung) sekaligus penguasa ke Yaman.
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ، قَالَ لَهُ:"كَيْفَ تَقْضِي إِنْ عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟"، قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ:"فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟"قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:"فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟"قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلا آلُو، قَالَ: فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ:"الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ"
“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan berijtihad dan tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya (Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah”.
Dengan demikian maka tertib urutan hukum islam adalah Al-Qur’an, As-sunah, ijma’ dan qiyas. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal tersebut.
Al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber hukum islam. Karenanya dalam perujukan hukum-hukum syari’at, Al-Qur’an haruslah dikedepankan. Bila di Al-Qur’an tidak ditemui maka beralih kepada As-sunah karena As-sunah adalah penjelas bagi kandungan Al-Qur’an.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm).
Apabila di sunah atau hadis tidak ditemukan maka beralih kepada ijma’. Ini karena sandaran ijma’ adalah merujuk tafsir Al-Qur’an dan riwayat hadis. Bila dalam ijma’ tidak ditemukan maka haruslah merujuk kepada qiyas.
Sumber hukum islam dapat diartikan sebagai aturan yang bersifat mengikat, memberi kekuatan. Karena sebagai hukum, maka jika melanggar atau menyimpang dari syariat Allah Ta'ala dan Rasul-Nya akan menimbulkan sanksi secara agama.
Secara garis besar, keempat sumber hukum Islam itu dijelaskan seperti ini :
1. Al-Qur’an
Sumber hukum islam yang paling utama sudah pasti Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an sebagai sumber dari segala ajaran dan syariat islam. Hal ini bukan didengungkan tanpa alasan, karena di dalam Al-Quran sendiripun juga menegaskanya.
Para ulama tidak hanya menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam. Tetapi juga sebagai rumusan yang memiliki unsur dasar ang penting. Yaitu, Al-Qur’an yang berbentuk lafazh yang mengandung makna dalam dan penuh arti.
Lafazh yang tertulis pun bukan sekedar lafazth biasa, tetapi kalam dari Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui Jibril kemudian disampaikan ke Nabi Muhammad. Kemudian Nabi Muhammad melafazhkannya.
2. As-sunnah (hadis).
Isi hadis tidak lain adalah perkataan dan ucapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang masih ada kaitannya dalam kehidupan manusia. Dimana setiap apa yang diucapkan Nabi Muhammad akan menjadi sunnah.
Sumber hadis tersebut juga perlu dan wajib dilihat dulu sanadnya (keseimbangan antar perawi), dilihat juga dari segi matan (isi materi) dan dilihat rowinya (periwayatnya). Dari hal itu akan diketahui derajat hadisnya, ada yang disebut hadis kuat atau sahih, lemah atau dhaif, dan palsu atau maudhu'.
Ada tiga kelompok hadist dari segi perawinya. Pertama, sunnah mutawir yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh banyak perawi. Kedua, sunnah masyur atau yang disebut dengan sunnah yang diriwayatkan dua orang atau lebih yang tidak mencapai tingkatan mutawir dan terakhir adalah sunnah ahad, atau sunnah yang diriwayatkan satu perawi saja.
3. Ijma’ atau kesepakatan ulama.
Sumber hukum Ijma' atau Al-Ijtima'i sebenarnya buah dari kesepakatan dari para ahli ijtihad atau mujtahid setelah masa Rasulullah. Tentu saja konteks dari ijtima’ ii masih seputar tentang hukum dan ketentuan yang berkaiatan dengan syariat.
Dari segi definisi, ijtima’ itu sendiri dapat diartikan sebagai pengatur sesuatu yang tidak teratur. Dapat pula diartikan sebagai kesepakatan pendapat dari para ulama dan sebagai persetujuan para ulama fiqih terhadap masalah hukum tertentu yang telah disepakati bersama.
Sumber hukum ijtima’ dibagi menjadi dua, yaitu ijtima shoreh atau ijtimak yang menyampaikan pesan atau aturan secara tegas dan jelas. Ada juga ijtima’ sukuti (diam atau tidak jelas) kebalikan dari shoreh.
Lalu, jika ditinjau dari kepastian hukum, ijma’ pun dapat digolongkan menjadi ijtma’ qathi (memiliki kejelasan hukum), dan ijma’ dzanni (menghasilkan ketentuan hukum pasti).
4. Qiyas atau perumpaan.
Sumber hukum islam yang terakhir yang disepakati adalah qiyas. Qiyas digunakan dan diterapkan ketika suatu masalah tidak ada hukum di Al-Qur’an, hadis dan ijma’. Barulah menggunakan qiyas dengan cara mengambil perumpaan antara dua peristiwa atau lebih. Dari persamaan inilah kemudian dibuat analogi deduksi atau analogical deduction.
Qiyas ini digunakan untuk menarik garis hukum baru dari garis hukum yang lama. sebagai contoh qiyas terkait menentukan halal haram sebuah minuman. Dulu, mungkin tidak ada narkotika atau apapun yang saat ini banyak minuman yang memabukkan. Jika dulu minuman yang memabukkan adalah khamar, sekarang khamar bentuknya mungkin sudah bertransformasi bentuk, rasa, dampak yang ditimbulkan dan namannya.
Jika kita tetap menggunakan khamar sebagai minuman yang haram, maka minuman dan obat narkotika tidak bisa diberlakukan sebagai barang haram. Itu sebabnya hukum qiyas ini hadir, untuk menyegarkan dan tetap pada satu koridor yang tidak menyimpang dari 3 sumber hukum islam yang sudah disebutkan di atas.
Itulah 4 sumber hukum islam yang perlu diketahui dan dipahami umat Islam.
Wallahu 'alam.
Sumber hukum Islam tersebut merupakan dalil terkuat yang telah disepakati oleh jumhur ulama atau mayoritas ulama. Sumber hukum islam ini disebut pula sebagai mashadir al-syari’at yakni dalil –dalil syari’at tempat untuk menggali dan menetapkan hukum syariat dalam kehidupan muslimin.
Baca juga: Memohon Husnul Khatimah
Keempat sumber hukum itu (Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas), landasannya berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Muadz ibn Jabal ketika diutus menjadi qadhi (hakim agung) sekaligus penguasa ke Yaman.
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ، قَالَ لَهُ:"كَيْفَ تَقْضِي إِنْ عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟"، قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ:"فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟"قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:"فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟"قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلا آلُو، قَالَ: فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ:"الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ"
“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan berijtihad dan tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya (Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah”.
Baca Juga
Dengan demikian maka tertib urutan hukum islam adalah Al-Qur’an, As-sunah, ijma’ dan qiyas. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal tersebut.
Al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber hukum islam. Karenanya dalam perujukan hukum-hukum syari’at, Al-Qur’an haruslah dikedepankan. Bila di Al-Qur’an tidak ditemui maka beralih kepada As-sunah karena As-sunah adalah penjelas bagi kandungan Al-Qur’an.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm).
Apabila di sunah atau hadis tidak ditemukan maka beralih kepada ijma’. Ini karena sandaran ijma’ adalah merujuk tafsir Al-Qur’an dan riwayat hadis. Bila dalam ijma’ tidak ditemukan maka haruslah merujuk kepada qiyas.
Sumber hukum islam dapat diartikan sebagai aturan yang bersifat mengikat, memberi kekuatan. Karena sebagai hukum, maka jika melanggar atau menyimpang dari syariat Allah Ta'ala dan Rasul-Nya akan menimbulkan sanksi secara agama.
Secara garis besar, keempat sumber hukum Islam itu dijelaskan seperti ini :
1. Al-Qur’an
Sumber hukum islam yang paling utama sudah pasti Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an sebagai sumber dari segala ajaran dan syariat islam. Hal ini bukan didengungkan tanpa alasan, karena di dalam Al-Quran sendiripun juga menegaskanya.
Para ulama tidak hanya menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam. Tetapi juga sebagai rumusan yang memiliki unsur dasar ang penting. Yaitu, Al-Qur’an yang berbentuk lafazh yang mengandung makna dalam dan penuh arti.
Lafazh yang tertulis pun bukan sekedar lafazth biasa, tetapi kalam dari Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui Jibril kemudian disampaikan ke Nabi Muhammad. Kemudian Nabi Muhammad melafazhkannya.
2. As-sunnah (hadis).
Isi hadis tidak lain adalah perkataan dan ucapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang masih ada kaitannya dalam kehidupan manusia. Dimana setiap apa yang diucapkan Nabi Muhammad akan menjadi sunnah.
Sumber hadis tersebut juga perlu dan wajib dilihat dulu sanadnya (keseimbangan antar perawi), dilihat juga dari segi matan (isi materi) dan dilihat rowinya (periwayatnya). Dari hal itu akan diketahui derajat hadisnya, ada yang disebut hadis kuat atau sahih, lemah atau dhaif, dan palsu atau maudhu'.
Ada tiga kelompok hadist dari segi perawinya. Pertama, sunnah mutawir yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh banyak perawi. Kedua, sunnah masyur atau yang disebut dengan sunnah yang diriwayatkan dua orang atau lebih yang tidak mencapai tingkatan mutawir dan terakhir adalah sunnah ahad, atau sunnah yang diriwayatkan satu perawi saja.
3. Ijma’ atau kesepakatan ulama.
Sumber hukum Ijma' atau Al-Ijtima'i sebenarnya buah dari kesepakatan dari para ahli ijtihad atau mujtahid setelah masa Rasulullah. Tentu saja konteks dari ijtima’ ii masih seputar tentang hukum dan ketentuan yang berkaiatan dengan syariat.
Dari segi definisi, ijtima’ itu sendiri dapat diartikan sebagai pengatur sesuatu yang tidak teratur. Dapat pula diartikan sebagai kesepakatan pendapat dari para ulama dan sebagai persetujuan para ulama fiqih terhadap masalah hukum tertentu yang telah disepakati bersama.
Sumber hukum ijtima’ dibagi menjadi dua, yaitu ijtima shoreh atau ijtimak yang menyampaikan pesan atau aturan secara tegas dan jelas. Ada juga ijtima’ sukuti (diam atau tidak jelas) kebalikan dari shoreh.
Lalu, jika ditinjau dari kepastian hukum, ijma’ pun dapat digolongkan menjadi ijtma’ qathi (memiliki kejelasan hukum), dan ijma’ dzanni (menghasilkan ketentuan hukum pasti).
4. Qiyas atau perumpaan.
Sumber hukum islam yang terakhir yang disepakati adalah qiyas. Qiyas digunakan dan diterapkan ketika suatu masalah tidak ada hukum di Al-Qur’an, hadis dan ijma’. Barulah menggunakan qiyas dengan cara mengambil perumpaan antara dua peristiwa atau lebih. Dari persamaan inilah kemudian dibuat analogi deduksi atau analogical deduction.
Qiyas ini digunakan untuk menarik garis hukum baru dari garis hukum yang lama. sebagai contoh qiyas terkait menentukan halal haram sebuah minuman. Dulu, mungkin tidak ada narkotika atau apapun yang saat ini banyak minuman yang memabukkan. Jika dulu minuman yang memabukkan adalah khamar, sekarang khamar bentuknya mungkin sudah bertransformasi bentuk, rasa, dampak yang ditimbulkan dan namannya.
Jika kita tetap menggunakan khamar sebagai minuman yang haram, maka minuman dan obat narkotika tidak bisa diberlakukan sebagai barang haram. Itu sebabnya hukum qiyas ini hadir, untuk menyegarkan dan tetap pada satu koridor yang tidak menyimpang dari 3 sumber hukum islam yang sudah disebutkan di atas.
Itulah 4 sumber hukum islam yang perlu diketahui dan dipahami umat Islam.
Wallahu 'alam.
(wid)