Berikut Dalil Hukum Kurban Adalah Sunnah Muakkad bagi yang Mampu

Selasa, 20 Juli 2021 - 04:33 WIB
loading...
Berikut Dalil Hukum...
Ilustrasi/Ist
A A A
Disyariatkannya kurban sudah merupakan ijma yang disepakati kaum muslimin. Namun tentang hukumnya masih diperselisihkan para ulama, yang terbagi dalam beberapa pendapat.

Salah satu pendapat yang menonjol adalah sunnah atau sunnah muakkad bagi yang mampu. Maknanya bukan wajib bagi yang mampu.



Inilah pendapat jumhur ulama. Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil pernyataan Ibnu Hazm yang mengatakan tidak shahih dari seorangpun dari para sahabat yang menyatakan wajibnya. Yang benar, menurut jumhur, kurban itu tidak wajib. Dan tidak ada peselisihan, jika ia merupakan salah satu syi’ar agama” [Lihat Fathul Bari, op.cit (10/3)]

Ulama yang berpendapat dengan berpijak pada dalil sejumlah hadis.

Pertama, hadits Ummu Salamah, beliau berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَخَلَتْ الْعَثْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَخِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ ثَعَرِهِ وَبَثَرِهِ ثَيْئًا

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika masuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih kurban, maka jangan memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya” (HR Muslim no. 5089).

Imam Syafi’i dalam Majmu Syarhu Al-Muhadzdzab berkata: “Ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa kurban tidak wajib, dengan dasar sabda Nabi (وَأَرَادَ ). Beliau menyerahkan kepada kehendak. Seandainya memang wajib, tentunya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan “maka janganlah memotong rambutnya sampai menyembelih”.

Pendapat yang mewajibkan, membantah dalil ini dengan menyatakan hadis ini bukan berarti menunjukkan tidak wajibnya kurban secara mutlak, karena kami mewajibkan dengan syarat mampu.

Demikian juga hadis ini dapat dipahami dengan makna orang yang ingin menyembelih dengan sebab memiliki kemampuan, maka jangan mengambil (memotong) rambut dan kukunya sampai menyembelih, dengan dalil riwayat lain yang diriwayatkan Imam Muslim yang tidak menyebutkan kata (وَأَرَادَ), yaitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

مَنْ كَانَ لَهُ ذَبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلَ ذِيْ الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْ خُذَنَّ مِنْ ثَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَاره ثَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ

“Barangsiapa yang memiliki sembelihan yang akan disembelih dan tampak hilal Dzulhijjah, maka jangan memotong sedikitpun rambut dan kukunya sampai menyembelih” (HR Muslim No. 5093).



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa berkata: “Orang yang tidak mewajibkan, tidak memiliki nash dalam hal ini. Mereka menyatakan, kewajiban tidak disandarkan kepada kehendak (iradah). Demikian ini adalah pernyataan global, karena memang kewajiban tidak diserahkan kepada kehendak hamba, sehingga dikatakan jika kamu mau, berbuatlah.

Namun, terkadang kewajiban disandarkan kepada syarat untuk menjelaskan hukumnya, seperti firman Allah Azza wa Jalla.

إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَة فَاغْسلُوا

“Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah” [Al-Maidah/5:6]

Dan mereka mengartikannya. Jika kalian ingin melaksanakan dan memaknakan. Jika ingin membaca Al-Qur’an, maka berta’awudz. Padahal thaharah, merupakan wajib, dan membaca Al-Qur’an dalam shalat wajib juga”

Kedua, hadis Jabir Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2768 seconds (0.1#10.140)