Hati-hati, Kencing di Tempat Sembarangan Ada Ancamannya
loading...
A
A
A
Islam mengajarkan tentang adab-adab buang hajat, salah satunya ketika buang air kecil. Jika kencing sembarangan , maka ada ancaman bagi yang melakukannya. Perhatikan hadis berikut ini:
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إياكم والتعريس على جواد الطريق . . . . . فإنها مأوى الحيات والسباع وقضاء الحاجة عليها فإنها الملاعن
“Jauhi oleh kalian bermalam di tengah jalan, karena ia sesungguhnya menjadi tempat ular dan binatang buas, dan jauhi oleh kalian buang hajat di sana karena bisa mendatangkan laknat (maksudnya membuat orang melaknat dia).” (HR. Ibnu Majah)
Ustadz Abu Yahya Badrusalam,Lc menjelaskan tidak boleh buang hajat di tempat-tempat yang dibutuhkan oleh manusia, berupa tengah jalan, atau di tempat orang berteduh dari terik matahari, atau di tempat air yang manusia mengambil air di sana. "Perbuatan-perbuatan seperti ini hanya akan mendatangkan laknatnya manusia kepada kita. Maka kita tidak boleh melakukan perbuatan yang menyebabkan kita dilaknat oleh manusia akibat daripada kita mengganggu kepentingan mereka,"paparnya dalam tayangan kajian onlinenya, belum lama ini. Berikut uraiannya:
Perhatikan juga hadis ini:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يبال بأبواب المساجد
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kencing di pintu-pintu masjid.” (HR. Abu Dawud)
Hal ini tentu mengganggu orang yang hendak masuk masjid, demikian pula bau kencingnya itu pasti akan masuk ke dalam masjid. Maka hal ini menunjukkan tidak boleh, haram hukumnya kencing di pintu-pintu masjid. Demikian pula semua perkara yang mengganggu orang yang ada di masjid.
Di zaman sekarang misalnya penyembelihan hewan kurban di pinggir masjid, karena kotoran dan darahnya dibuang di dekat masjid, baunya masuk ke dalam masjid. Tentu ini mengakibatkan orang yang ada di masjid terganggu shalat dan ibadahnya.
Kalau di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu, Rasulullah dan para sahabat menyembelihnya di lapangan tempat shalat. Dan yang namanya lapangan tempat shalat di padang pasir, biasanya digunakannya setahun sekali untuk acara menyembelih hewan kurban tersebut. Maka selama kita masih bisa untuk menjauhkan penyembelihan hewan dari masjid sehingga tidak mengganggu baunya ke masjid, ini harus kita lakukan. Karena mengganggu orang yang ada di dalam masjid, mengganggu mereka beribadah, itu dilarang dalam Islam.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من لم يستقبل القبلة ولم يستدبرها في الغائط كتب له حسنة ومحي عنه سيئة
“Siapa yang tidak menghadap kiblat dan tidak membelakangi kiblat saat buang air, akan ditulis untuknya satu kebaikan dan dihapus darinya satu keburukan.” (HR. Imam Ath-Thabrani)
Hadis ini menunjukkan keutamaan tidak menghadap kiblat juga tidak membelakangi kiblat saat buang air. Ini adalah perkara yang dianjurkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Memang terjadi ikhtilaf di antara para ulama tentang boleh tidak kalau kita menghadap kiblat saat buang air di dalam bangunan. Kebanyakan ulama mengatakan boleh. Dasarnya hadis Ibnu ‘Umar, bahwa Ibnu ‘Umar pernah naik ke atap rumah Hafshah dan tidak sengaja melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang buang air menghadap Baitul Maqdis dan membelakangi kiblat. Sehingga Ibnu ‘Umar beristinbath dari situ bahwa berarti kalau di dalam bangunan boleh. Adapun kalau di luar bangunan itu tidak boleh.
Namun pemahaman Abdullah bin ‘Umar terhadap hadis ini tidak menjadi kesepakatan para ulama. Karena memang terjadi khilaf para ulama kalau kita berada di dalam bangunan. Jumhur ulama mengatakan boleh berdasarkan riwayat Ibnu ‘Umar tersebut. Sementara sebagian ulama mengatakan tetap tidak boleh. Karena yang Nabi sampaikan kepada umatnya secara umum adalah larangan.
Adapun perbuatan Nabi yang bertabrakan dengan ucapan, maka didahulukan ucapan. Adapun perbuatan Nabi itu ada kemungkinan, misalnya karena tempatnya sangat sempit sehingga Nabi terpaksa membelakangi kiblat. Bisa jadi itu kekhususan untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Apalagi Nabi tidak memberitahu kepada umatnya, dan Ibnu ‘Umar pun juga mengetahui kebetulan ketika naik ke rumah Hafshah. Maka –wallahu a’lam– dalam hal ini pendapat yang paling kuat tidak boleh menghadap ataupun membelakangi kiblat baik di dalam maupun di luar bangunan.
Kalau kita buang air di luar bangunan, bukankah sama juga terhalang oleh pepohonan, gunung-gunung dan yang lainnya. Lalu apa bedanya?
"Namun ada larangan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk meludah menghadap kiblat, baik dalam ruangan maupun di luar ruangan, tidak ada bedanya. Kalau meludah saja dilarang untuk menghadap kiblat, mana yang lebih berat, buang air atau meludah? Kalau meludah saja tidak boleh secara mutlak, baik dalam ruangan maupun di luar ruangan, demikian pula buang air kecil maupun buang air besar,"tutur Ustadz Abu Yahya Badrusalam.
Wallahu A'lam
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إياكم والتعريس على جواد الطريق . . . . . فإنها مأوى الحيات والسباع وقضاء الحاجة عليها فإنها الملاعن
“Jauhi oleh kalian bermalam di tengah jalan, karena ia sesungguhnya menjadi tempat ular dan binatang buas, dan jauhi oleh kalian buang hajat di sana karena bisa mendatangkan laknat (maksudnya membuat orang melaknat dia).” (HR. Ibnu Majah)
Ustadz Abu Yahya Badrusalam,Lc menjelaskan tidak boleh buang hajat di tempat-tempat yang dibutuhkan oleh manusia, berupa tengah jalan, atau di tempat orang berteduh dari terik matahari, atau di tempat air yang manusia mengambil air di sana. "Perbuatan-perbuatan seperti ini hanya akan mendatangkan laknatnya manusia kepada kita. Maka kita tidak boleh melakukan perbuatan yang menyebabkan kita dilaknat oleh manusia akibat daripada kita mengganggu kepentingan mereka,"paparnya dalam tayangan kajian onlinenya, belum lama ini. Berikut uraiannya:
Perhatikan juga hadis ini:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يبال بأبواب المساجد
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kencing di pintu-pintu masjid.” (HR. Abu Dawud)
Hal ini tentu mengganggu orang yang hendak masuk masjid, demikian pula bau kencingnya itu pasti akan masuk ke dalam masjid. Maka hal ini menunjukkan tidak boleh, haram hukumnya kencing di pintu-pintu masjid. Demikian pula semua perkara yang mengganggu orang yang ada di masjid.
Di zaman sekarang misalnya penyembelihan hewan kurban di pinggir masjid, karena kotoran dan darahnya dibuang di dekat masjid, baunya masuk ke dalam masjid. Tentu ini mengakibatkan orang yang ada di masjid terganggu shalat dan ibadahnya.
Baca Juga
Kalau di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu, Rasulullah dan para sahabat menyembelihnya di lapangan tempat shalat. Dan yang namanya lapangan tempat shalat di padang pasir, biasanya digunakannya setahun sekali untuk acara menyembelih hewan kurban tersebut. Maka selama kita masih bisa untuk menjauhkan penyembelihan hewan dari masjid sehingga tidak mengganggu baunya ke masjid, ini harus kita lakukan. Karena mengganggu orang yang ada di dalam masjid, mengganggu mereka beribadah, itu dilarang dalam Islam.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من لم يستقبل القبلة ولم يستدبرها في الغائط كتب له حسنة ومحي عنه سيئة
“Siapa yang tidak menghadap kiblat dan tidak membelakangi kiblat saat buang air, akan ditulis untuknya satu kebaikan dan dihapus darinya satu keburukan.” (HR. Imam Ath-Thabrani)
Hadis ini menunjukkan keutamaan tidak menghadap kiblat juga tidak membelakangi kiblat saat buang air. Ini adalah perkara yang dianjurkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Memang terjadi ikhtilaf di antara para ulama tentang boleh tidak kalau kita menghadap kiblat saat buang air di dalam bangunan. Kebanyakan ulama mengatakan boleh. Dasarnya hadis Ibnu ‘Umar, bahwa Ibnu ‘Umar pernah naik ke atap rumah Hafshah dan tidak sengaja melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang buang air menghadap Baitul Maqdis dan membelakangi kiblat. Sehingga Ibnu ‘Umar beristinbath dari situ bahwa berarti kalau di dalam bangunan boleh. Adapun kalau di luar bangunan itu tidak boleh.
Namun pemahaman Abdullah bin ‘Umar terhadap hadis ini tidak menjadi kesepakatan para ulama. Karena memang terjadi khilaf para ulama kalau kita berada di dalam bangunan. Jumhur ulama mengatakan boleh berdasarkan riwayat Ibnu ‘Umar tersebut. Sementara sebagian ulama mengatakan tetap tidak boleh. Karena yang Nabi sampaikan kepada umatnya secara umum adalah larangan.
Adapun perbuatan Nabi yang bertabrakan dengan ucapan, maka didahulukan ucapan. Adapun perbuatan Nabi itu ada kemungkinan, misalnya karena tempatnya sangat sempit sehingga Nabi terpaksa membelakangi kiblat. Bisa jadi itu kekhususan untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Apalagi Nabi tidak memberitahu kepada umatnya, dan Ibnu ‘Umar pun juga mengetahui kebetulan ketika naik ke rumah Hafshah. Maka –wallahu a’lam– dalam hal ini pendapat yang paling kuat tidak boleh menghadap ataupun membelakangi kiblat baik di dalam maupun di luar bangunan.
Kalau kita buang air di luar bangunan, bukankah sama juga terhalang oleh pepohonan, gunung-gunung dan yang lainnya. Lalu apa bedanya?
"Namun ada larangan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk meludah menghadap kiblat, baik dalam ruangan maupun di luar ruangan, tidak ada bedanya. Kalau meludah saja dilarang untuk menghadap kiblat, mana yang lebih berat, buang air atau meludah? Kalau meludah saja tidak boleh secara mutlak, baik dalam ruangan maupun di luar ruangan, demikian pula buang air kecil maupun buang air besar,"tutur Ustadz Abu Yahya Badrusalam.
Wallahu A'lam
(wid)