Khabbab bin Arats (1): Pande Besi yang Disiksa karena Masuk Islam
loading...
A
A
A
Dan setelah itu Khabbab tidak ingat lagi apa yang diucapkannya, begitu pun apa yang diucapkan orang kepadanya. Yang diingatnya hanyalah bahwa setelah beberapa saat lamanya ia sadarkan diri dan mendapati tamu-tamunya telah bubar dan tak ada lagi, sedang tubuhnya bengkak-bengkak dan tulang-ulangnya terasa sakit. Darahnya mengalir melumuri pakaian dan tubuhnya.
Kedua matanya memandang berkeliling dengan tajam. Kiranya tempat itu amat sempit untuk dapat melayani pandangan tembusnya. Maka dengan menahan rasa sakit, ia bangkit menuju tempat yang lapang, dan di depan pintu rumahnya ia berdiri sambil bersandar pada dinding, sedang kedua matanya yang mulia berkelana panjang menatap ufuk lalu berputar ke arah kanan kiri.
Dan tiadalah ia berhenti sampai jarak yang biasa dikenal oleh manusia, tetapi ia ingin hendak menembus jarak jauh yang tidak terjangkau.
Memang , kedua matanya itu ingin menyelidiki kejauhan yang tidak terjangkau dalam kehidupannya, begitu pun dalam kehidupan orang-orang di kota Mekkah, orang-orang di setiap tempat serta pada segala masa umumnya.
Wahai, mungkinkah pembicaraan yang didengarnya dari Muhammad SAW pada hari itu,
merupakan cahaya yang dapat menerangi jalan menuju kejauhan ghaib dalam kehidupan seluruh ummat manusia?
Demikianlah Khabbab tenggelam dalam renungan tinggi dan pemikiran mendalam, dan setelah itu ia kembali masuk rumahnya untuk membalut luka tubuhnya dan mempersiapkannya untuk menerima siksaan dan pendritaan baru. Dan mulai saat itu Khabbab pun mendapatkan kedudukan yang tinggi di antara orang-orang yang tersiksa dan teraniaya. Didapatkannya kedudukan itu di antara orang-orang yang walau pun mereka miskin dan tak berdaya, tetapi berani tegak menghadapi kesombongan Quraisy, kesewenangan dan kegilaan mereka.
Diperolehnya kedudukan yang mulia itu di antara orang-orang yang telah memancangkan dalam jiwanya tiang bendera yang mulai berkibar di ufuk luas sebagai pernyataan tenggelamnya masa pemujaan berhala dan kekaisaran. la berdampingan dengan orang yang menyampaikan berita gembira munculnya kejayaan Agama Allah, yakni Tuhan satu-satunya yang berhak diibadahi dan segala peraturannya dengan ikhlas ditaati, serta menyampaikan tibanya saat jaya bagi orang tertindas yang tidak berdaya.
la akan duduk sama rendah berdiri sama tinggi di bawah bendera tersebut dengan orang-orang yang tadinya telah memeras dan menganiayanya.
Dan dengan keberanian luar biasa, Khabbab memikul tanggung jawab semua itu sebagal seorang perintis.
"Berkatalah Sya'bi: Khabbab menunjukkan ketabahannya, hingga tak sedikit pun hatinya terpengaruh oleh tindakan biadab orang-orang kafir. Mereka menindihkan batu membara ke punggungnya, hingga terbakarlah dagingnya."
Kafir Quraisy telah merubah semua besi yang terdapat di rumah Khabbab yang dijadikannya sebagai bahan baku untuk membuat pedang, menjadi belenggu dan rantai besi. Lalu mereka masukkan ke dalam api hingga menyala dan merah membara, kemudian mereka lilitkan ke tubuh, pada kedua tangan dan kedua kaki Khabbab. (Bersambung)
Kedua matanya memandang berkeliling dengan tajam. Kiranya tempat itu amat sempit untuk dapat melayani pandangan tembusnya. Maka dengan menahan rasa sakit, ia bangkit menuju tempat yang lapang, dan di depan pintu rumahnya ia berdiri sambil bersandar pada dinding, sedang kedua matanya yang mulia berkelana panjang menatap ufuk lalu berputar ke arah kanan kiri.
Dan tiadalah ia berhenti sampai jarak yang biasa dikenal oleh manusia, tetapi ia ingin hendak menembus jarak jauh yang tidak terjangkau.
Memang , kedua matanya itu ingin menyelidiki kejauhan yang tidak terjangkau dalam kehidupannya, begitu pun dalam kehidupan orang-orang di kota Mekkah, orang-orang di setiap tempat serta pada segala masa umumnya.
Wahai, mungkinkah pembicaraan yang didengarnya dari Muhammad SAW pada hari itu,
merupakan cahaya yang dapat menerangi jalan menuju kejauhan ghaib dalam kehidupan seluruh ummat manusia?
Demikianlah Khabbab tenggelam dalam renungan tinggi dan pemikiran mendalam, dan setelah itu ia kembali masuk rumahnya untuk membalut luka tubuhnya dan mempersiapkannya untuk menerima siksaan dan pendritaan baru. Dan mulai saat itu Khabbab pun mendapatkan kedudukan yang tinggi di antara orang-orang yang tersiksa dan teraniaya. Didapatkannya kedudukan itu di antara orang-orang yang walau pun mereka miskin dan tak berdaya, tetapi berani tegak menghadapi kesombongan Quraisy, kesewenangan dan kegilaan mereka.
Diperolehnya kedudukan yang mulia itu di antara orang-orang yang telah memancangkan dalam jiwanya tiang bendera yang mulai berkibar di ufuk luas sebagai pernyataan tenggelamnya masa pemujaan berhala dan kekaisaran. la berdampingan dengan orang yang menyampaikan berita gembira munculnya kejayaan Agama Allah, yakni Tuhan satu-satunya yang berhak diibadahi dan segala peraturannya dengan ikhlas ditaati, serta menyampaikan tibanya saat jaya bagi orang tertindas yang tidak berdaya.
la akan duduk sama rendah berdiri sama tinggi di bawah bendera tersebut dengan orang-orang yang tadinya telah memeras dan menganiayanya.
Dan dengan keberanian luar biasa, Khabbab memikul tanggung jawab semua itu sebagal seorang perintis.
"Berkatalah Sya'bi: Khabbab menunjukkan ketabahannya, hingga tak sedikit pun hatinya terpengaruh oleh tindakan biadab orang-orang kafir. Mereka menindihkan batu membara ke punggungnya, hingga terbakarlah dagingnya."
Kafir Quraisy telah merubah semua besi yang terdapat di rumah Khabbab yang dijadikannya sebagai bahan baku untuk membuat pedang, menjadi belenggu dan rantai besi. Lalu mereka masukkan ke dalam api hingga menyala dan merah membara, kemudian mereka lilitkan ke tubuh, pada kedua tangan dan kedua kaki Khabbab. (Bersambung)
(mhy)