Hukum Melaksanakan Sholat Jumat Dua Gelombang, Bolehkah?

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 05:00 WIB
loading...
Hukum Melaksanakan Sholat Jumat Dua Gelombang, Bolehkah?
Suasana sholat Jumat di Masjid Al-Akbar Surabaya, Jawa Timur, saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) beberapa waktu lalu. Foto/dok SINDOnews
A A A
Di tengah pandemi saat ini muncul ide melaksanakan sholat Jumat dua gelombang. Alasannya, agar tidak terjadi kerumunan jamaah, serta bisa memenuhi standar persyaratan agar kapasitas jamaah sholat dikurangi hingga 25%.

Bagaimana pandangan syariat terkait hukum sholat Jumat dua gelombang ini? Berikut penjelasan Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat Lc.

Jawabannya ada yang pendek dan ada yang panjang. Yang pendek jawabannya tidak boleh dan tidak sah. Kenapa tidak boleh dan tidak sah? Berikut penjelasannya:

1. Sholat Lima Waktu pun Tidak Boleh Bergelombang
Jangankan sholat Jumat yang karaktersitiknya unik. Bahkan sekadar untuk sholat berjamaah lima waktu pun sebenarnya para ulama tidak menyarankan untuk dilakukan secara bergelombang.

Meski tidak sampai mengharamkan, namun kebanyak ulama di masing-masing mazhab memakruhkannya. Maksudnya bila di suatu masjid yang ada imam Rawatib tetap, dengan jamaah yang tetap, maka kalau sholat berjamaah resmi sudah selesai, sangat tidak dibenarkan kalau secara resmi masjid itu mengadakan lagi sholat berjamaah gelombang kedua.

Perhatikan misalnya di Masjid Al-Haram Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Masjid itu hampir tiap hari penuh dan tidak pernah sepi. Namun, belum pernah ada inisiatif untuk membuat sholat jamaah lima waktu menjadi beberapa gelombang.

Mengapa? Karena hal itu termasuk perbuatan yang dimakruhkan, atau bahkan sebagian bilang haram atau bid'ah. Karena tidak pernah ada riwayat yang shahih dimana misalnya Nabi meminta sholat jamaah di masjid Nabawi untuk dibuat bergelombang.

Mungkin ada sebagian kalangan yang merasa benar dan terlanjur bikin sholat jamaah bergelombang-gelombang. Namun kalau dimintakan kepadanya, satu hadits saja bahwa misalnya Nabi pernah melakukannya, jelas tidak pernah berhasil.

Bahkan untuk sekelas hadits lemah dan paslu pun tidak ada juga. Malah sebaliknya, pernah ketika Nabi dari luar kota mengerjar untuk bisa ikut hadir shalat berjamaah ke masjid, ternyata shalat berjamaah sudah selesai dikerjakan. Saat itu bahkan Rasulullah SAW tidak bikin jamaah baru, tapi Beliau malah pulang ke rumah untuk shalat di rumah.

Dalilnya?

أَقْبَلَ النَّبِيُّ مِنْ نَوَاحِي المـَدِيْنَةَ يُرِيدُ الصَّلاَةَ فَوَجَدَ النَّاسُ قَدْ صَلُّوا فَمَالَ إِلَى مَنْزِلِهِ فَجَمَعَ أَهْلَهُ فَصَلَّى بِهِمْ

"Nabi datang dari luar Kota Madinah ingin mendapatkan shalat berjamaah di masjid. Namun setibanya beliau dapati orang-orang sudah usai mengerjakan shalat. Beliau pun berbelok ke rumahnya dan mengumpulkan kelurga untuk shalat berjamaah dengan mereka." (HR. Ath-Thabarani)

Tidak ada kamusnya, kalau sholat berjamaah resmi dan official di suatu masjid sudah selesai dijalankan, lantas dibuat jamaah baru gelombang kedua, ketiga dan seterusnya. Itu bukan bagian dari sunnah.

Namun, seandainya ada dua tiga orang yang ketinggalan shalat jamaah utama, kemudian mereka sepakat mau shalat berjamaah, itu tidak mengapa. Tapi mohon dibedakan antara bikin jamaah gelombang kedua, dengan berjamaah dua tiga orang.

Kalau hanya dua atau tiga orang saja, memang Nabi sempat menganjurkan. Maksudnya dari pada shalanya sendiri-sendiri. Namun jangan disamakan dengan perintah bikin jamaah gelombang kedua.

عَنِ أَبِي سَعِيْدٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ وَقَدْ صَلَّى رَسُولُ اللهِ فَقَالَ: أَيُّكُم يَتَّجِرَ عَلىَ هَذَا ؟ فَقَامَ رَجُلٌ وَصَلَّى مَعَهُ

Dari Abu Said Al-Khudhri radhiyallahuanhu, dia berkata: "Seseorang datang padahal Rasulullah SAW sudah selesai shalat". Beliau bersabda: "Siapa di antara kalian yang mau berbisnis dengan orang ini?". Maka ada satu orang yang bangun untuk shalat berjamaah dengannya.

Selain itu, tidak disyariatkannya bikin jamaah gelombang kedua juga didasarkan hadits berikut :

إِنَّ أَصْحاَبَ رَسُولِ اللهِ كاَنُوا إِذَا فَاتَتْهُمُ الجَمَاعَةُ صَلُّوا فيِ المـَسْجِدِ فُرَادَى

"Sesungguhnya para shahabat Nabi apabila mereka terlambat shalat berjamaah di masjid, mereka shalat di masjid secara sendiri-sendiri."

2. Sholat Jumat Tidak Boleh Diulang
Sedangkan dalil kedua lebih tegas lagi tentang tidak adanya pengulangan dalam shalat Jumat. Sebab para ulama telah bersepakat bahwa shalat Jumat itu hanya ada sekali saja dan termasuk jenis shalat yang tidak ada qadha'nya.

Oleh karena itulah maka kita akan dapati tidak bolehnya bikin shalat Jumat dua gelombang di semua kitab fiqih, baik yang klasik atau pun yang modern. Logikanya, kalau shalat jamaah lima waktu saja dimakruhkan dikerjakan dengan bergelombang, apalagi dengan shalat Jumat.

3. Fatwa MUI Pusat Melarang Dua Gelombang
Fatwa Musyawarah Nasional Vi Majelis Ulama Indonesia Nomor: 5/Munas Vi/Mui/2000 Tentang Pelaksanaan Salat Jumat 2 (Dua) Gelombang sudah jelas tentang tidak sahnya hal itu.

4. Fatwa Lajnah Saimah Kerajaan Saudi Arabia

فقد أفتت اللجنة الدائمة بالمملكة العربية السعودية بعدم جواز ذلك، وجاء في الفتوى رقم: 2369،262/8 ما يلي:

إنشاء جمعتين في مسجد واحد غير جائز شرعاً، ولا نعلم له أصلاً في دين الله،

Mengadakan dua kali shalat Jumat di satu masjid yang sama tidak dibenarkan secara syar'i ah. Dan tidak pernah kita tahu asal muasal praktek semacam ini dalam agama Allah.

والأصل أن تقام جمعة واحدة في البلد الواحد، ولا تتعدد الجمع إلا لعذر شرعي كبعد مسافة على بعض من تجب عليهم أو يضيق المسجد الأول الذي تقام فيه عن استيعاب جميع المصلين أو نحو ذلك مما يصلح مسوغاً لإقامة الجمعة

Dan aslinya shalat Jumat itu dilaksanakan sekali saja di satu negeri dan tidak boleh dikerjakan beberapa shalat Jumat kecuali ada udzur syar'i seperti masjid jauh tidak terjangkau, atau masjid pertama tidak muat sehingga perlu diadakan masjid lain.

5. Fatwa Majelis Urubi
Benar bahwa Majelis Urubi Lil Ifta' pernah membolehkan digelarnya jumatan bergelombang. Namun kalau kita baca langsung fatwanya, kebolehannya bersifat alternatif, yaitu ketika tidak mungkin dilaksanakan di tempat lain. Tetap saja mereka tidak menganjurkan hal itu.

Selain itu di negara non muslim itu izin sulit didapat. Lain halnya di negara muslim semacam Indonesia. Bahkan menyelenggarakan kegiatan ibadah termasuk shalat Jumat sama sekali tidak perlu izin.

Solusi
Kalau dibikin jadi dua gelombang ternyata tidak sah, lalu solusi apa yang bisa ditawarkan? Solusinya adalah perbanyak saja titik-titik tempat pelaksanaan shalat Jumat. Misalnya, di satu wilayah tadinya hanya ada satu masjid yang menyelenggarakan shalat Jumat, maka demi kondisi darurat, masjid atau mushalla yang selama ini tidak mengadakan shalat Jumat bisa diberi izin oleh Dewan Masjid Indonesia.

Tujuannya untuk memecah jamaah yang membeludak. Sehingga jumlah jamaah bisa dikurangi hanya 25% dari kapasitas masjid aslinya. Maka mushalla, tempat shalat, atau pun area dan lahan yang bisa diadakan shalat Jumat silahkan dimanfaakan.

Asalkan jumlah jamaahnya memenuhi syarat minimal, yaitu 40 orang. Cara ini kalau di luar musim pandemi tentu kurang bisa diterima. Sebab tujuan utama shalat Jumat itu memang mengumpulkan massa sebanyak-banyaknya. Kalau ada dua tiga masjid di suatu wilayah, normalnya Jumatan hanya dilakukan di salah satu masjid saja, bisa masjid yang paling besar atau bisa juga dibikin bergantian atau digilir setiap jumat.

Namun, karena kita dalam masa pandemi, maka kita mengambil resiko yang paling kecil. Tentang kewajiban shalat Jumat pastinya tidak bisa diganggu gugat. Sedangkan yang bisa diotak-atik adalah anjuran jamaah dipusatkan di satu masjid. Maka pada bagian inilah yang bisa diatur sedemikian rupa.

Dan untuk boleh menyelenggarakan shalat jumat di mushalla atau tempat yang tadinya tidak ada shalat Jumat, yang dibutuhkan adalah izin dari pemerintah. Misalnya dari kelurahan atau otoritas ulama setempat.

Wallahu A'lam

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1765 seconds (0.1#10.140)