Hukum Menceritakan Adegan Ranjang Suami Isteri Secara Detail

Senin, 30 Agustus 2021 - 15:00 WIB
loading...
A A A
Seorang muslim yang baik tentu hanya akan mengatakan sesuatu yang baik atau jika ada faedah (manfaat) di dalamnya. Rasulullah SAW bersabda,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 74)



Kebutuhan Tertentu
Larangan di atas berlaku jika tidak ada kebutuhan, hanya sekadar dicerita-ceritakan. Adapun jika ada hajat (kebutuhan) tertentu, maka diperbolehkan. An-Nawawi berkata:

“Adapun jika terdapat kebutuhan atau ada faedah dengan menceritakan, misalnya suami mengingkari keengganan istri yang tidak mau melayani suami, atau istri mengklaim bahwa suami lemah, tidak mampu menyetubuhi (istri), atau hal-hal semacam itu, maka hal ini tidaklah makruh menyebutkannya. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

“Sesungguhnya aku melakukannya dan juga ini.” Juga pertanyaan Nabi SAW kepada Abu Thalhah, “Apakah semalam Engkau menjadi pengantin?” (Maksudnya, apakah semalam Abu Thalhah menyetubuhi istrinya. Hadits ini terdapat dalam Shahih Bukhari no. 5470). Dan juga perkataan Nabi SAW kepada Jabir, “Kalau bisa segeralah punya anak, kalau bisa segeralah punya anak wahai Jabir.” (Sebagaimana dalam riwayat Bukhari (no. 5245) dan Muslim (no. 715)

Berdasarkan penjelasan di atas, jika terdapat kebutuhan, maka boleh diceritakan sesuai dengan kadar keperluannya. Misalnya, seorang istri menuduh suami impoten, tidak mampu menyetubuhi istri. Maka boleh bagi suami untuk menceritakan sesuai dengan kadar kebutuhannya. Wallahu a’lam.'
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7149 seconds (0.1#10.140)