Kisah Cinta Dalam Diam Fatimah Az-Zahra yang Membuat Ali Penasaran
loading...
A
A
A
“Ya,” jawabku.
Tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kamu punya sesuatu yang bisa dijadikan untuk maharnya?”
“Gak ada, Ya Rasulullah…” jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, "Bagaimana dengan tameng yang pernah aku berikan kepadamu?"
“Demi Allah, itu hanya Huthamiyah, nilainya tidak mencapai 4 dirham,” jawabku.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkan Ali dengan Fatimah dengan mahar tameng Huthamiyah.
Sedangkan dalam riwayat Ahmad dan Nasai juga menyampaikan pengakuan Ali bin Abu Thalib tersebut sebagai berikut:
Aku menikahi Fatimah. Aku berkata kepada Nabi, “Ya Rasulullah, izinkan aku untuk menemui Fatimah.”
“Berikan mahar kepadanya!” jawab Nabi SAW.
“Aku tidak punya apapun,” jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
“Mana tameng Huthamiyah milikmu?”
“Ada di tempatku.” Jawabku.
“Berikan kepadanya!” perintah Nabi SAW. (HR Ahmad 603, Nasai 3388 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Pengakuan Fatimah di Malam Pertama
Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali: “Wahai suamiku Ali, aku telah halal bagimu, aku pun sangat bersyukur kepada Allah karena ayahku memilihkan aku suami yang tampan, saleh, cerdas dan baik sepertimu”.
Ali menjawab,“Aku pun begitu wahai Fatimahku sayang. Aku sangat bersyukur kepada Allah akhirnya cintaku padamu yang telah lama kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci pernikahanku denganmu.”
Fatimah berkata dengan lembut kepada Ali, “Wahai suamiku, bolehkah aku berkata jujur padamu? karena aku ingin terjalin komunikasi yang baik di antara kita dan kelanjutan rumah tangga kita”.
“Tentu saja istriku, silahkan, aku akan mendengarkanmu…” jawab Ali.
“Wahai Ali suamiku, maafkan aku, tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum aku menikah denganmu, aku telah lama mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang pemuda, dan aku merasa pemuda itu pun memendam rasa cintanya untukku. Namun akhirnya ayahku menikahkan aku denganmu. Sekarang aku adalah istrimu, kau adalah imamku maka aku pun ikhlas melayanimu, mendampingimu, mematuhimu dan menaatimu, marilah kita berdua bersama-sama membangun keluarga yang diridhoi Allah,” tutur Fatimah.
Tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kamu punya sesuatu yang bisa dijadikan untuk maharnya?”
“Gak ada, Ya Rasulullah…” jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, "Bagaimana dengan tameng yang pernah aku berikan kepadamu?"
“Demi Allah, itu hanya Huthamiyah, nilainya tidak mencapai 4 dirham,” jawabku.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkan Ali dengan Fatimah dengan mahar tameng Huthamiyah.
Sedangkan dalam riwayat Ahmad dan Nasai juga menyampaikan pengakuan Ali bin Abu Thalib tersebut sebagai berikut:
Aku menikahi Fatimah. Aku berkata kepada Nabi, “Ya Rasulullah, izinkan aku untuk menemui Fatimah.”
“Berikan mahar kepadanya!” jawab Nabi SAW.
“Aku tidak punya apapun,” jawabku.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
“Mana tameng Huthamiyah milikmu?”
“Ada di tempatku.” Jawabku.
“Berikan kepadanya!” perintah Nabi SAW. (HR Ahmad 603, Nasai 3388 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Pengakuan Fatimah di Malam Pertama
Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali: “Wahai suamiku Ali, aku telah halal bagimu, aku pun sangat bersyukur kepada Allah karena ayahku memilihkan aku suami yang tampan, saleh, cerdas dan baik sepertimu”.
Ali menjawab,“Aku pun begitu wahai Fatimahku sayang. Aku sangat bersyukur kepada Allah akhirnya cintaku padamu yang telah lama kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci pernikahanku denganmu.”
Fatimah berkata dengan lembut kepada Ali, “Wahai suamiku, bolehkah aku berkata jujur padamu? karena aku ingin terjalin komunikasi yang baik di antara kita dan kelanjutan rumah tangga kita”.
“Tentu saja istriku, silahkan, aku akan mendengarkanmu…” jawab Ali.
“Wahai Ali suamiku, maafkan aku, tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum aku menikah denganmu, aku telah lama mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang pemuda, dan aku merasa pemuda itu pun memendam rasa cintanya untukku. Namun akhirnya ayahku menikahkan aku denganmu. Sekarang aku adalah istrimu, kau adalah imamku maka aku pun ikhlas melayanimu, mendampingimu, mematuhimu dan menaatimu, marilah kita berdua bersama-sama membangun keluarga yang diridhoi Allah,” tutur Fatimah.