Ikrar Aqaba: Peristiwa di Musim Haji yang Menegangkan
loading...
A
A
A
Musim haji berikutnya, sebagian peziarah dari Yatsrib mencari Rasulullah. Bertemulah di bukit Aqabah, tidak jauh dari Makkah. Mereka terdiri enam orang. ”Kami orang-orang Khazraj dari Yatsrib,” kata mereka mengenalkan diri.
”Apakah kalian tetangga orang Yahudi?” tanya Rasul.
”Ya,” jawab mereka.
Menurut Haekal, di tempat ini Rasulullah menemui mereka dan menanyakan keadaan mereka, yang kemudian diketahuinya, bahwa mereka adalah kawan-kawan orang-orang Yahudi. Ketika itu orang-orang Yahudi di Yathrib mengatakan apabila mereka saling berselisih.
"Sekarang akan ada seorang nabi utusan Tuhan yang sudah dekat waktunya. Kami akan jadi pengikutnya dan kami dengan dia akan memerangi kamu seperti dalam perang 'Ad dan Iram."
Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya mereka bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling berpandang-pandangan. "Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi kepada kita," kata mereka. "Jangan sampai mereka mendahului kita."
Seruan Rasulullah mereka sambut dengan baik dan menyatakan diri mereka masuk Islam. Lalu kata mereka: "Kami telah meninggalkan golongan kami - yakni Aus dan Khazraj- dan tidak ada lagi golongan yang saling bermusuhan dan saling mengancam. Mudah-mudahan Tuhan mempersatukan mereka dengan tuan. Bila mereka itu sudah dapat dipertemukan dengan tuan, maka tak adalah orang yang lebih mulia dari tuan."
Orang-orang itu lalu kembali ke Madinah. Dua orang di antara mereka itu dari Banu'n-Najjar, keluarga Abd'l-Muttalib dari pihak ibu - kakek Muhammad yang telah mengasuhnya sejak kecil. Kepada masyarakatnya itu mereka menyatakan sudah menganut Islam. Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi golongan monotheis seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih baik dari mereka. Dengan demikian tiada suatu keluargapun, baik Aus atau Khazraj, yang tidak menyebut nama Nabi Muhammad SAW.
Musim haji tahun berikutnya, yakni pada 621 M atau pada tahun kedua belas kenabian, ada dua belas orang Khazraj dan Aus pergi ke Makkah. Di antara dua belas orang itu, lima orang pernah bertemu nabi. Lima orang ini adalah As’ad bin Zurarah, Auf bin Al Harts, Rafi’ bin Malik bin Ajlan, Quthbah bin Amir bin Hadidah, dan Uqbah bin Amir bin Nabi.
Pertemuan terjadi di bukit Aqabah lagi secara rahasia. Setelah mendengar ajaran Islam, mereka menerimanya dengan berbaiat kepada Nabi Muhammad. Inilah baiat Aqabah pertama. Isinya tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh bayi, tidak mendatangkan kebohongan, dan tidak bermaksiat.
Sewaktu mereka pulang, Rasulullah memerintahkan sahabat Mush’ab bin Umair ikut mereka untuk mengajarkan Al-Quran dan menjadi imam salat. Mush’ab bin Umair tinggal di rumah As’ad bin Zurarah. (Baca juga: Duta Islam Pertama dan Bapak Tauhid, Sukses Membuka Jalan Hijrah Nabi )
Misi Sukses Mush’ab
Masalahnya, orang-orang suku Khazraj dan Aus masih menyimpan permusuhan dan persaingan. Orang Khazraj kalau salat tidak mau bermakmum kepada orang Aus dan sebaliknya. Kehadiran Mush’ab bin Umair menjadi penengah dan juru damai di antara dua suku itu. Dialah yang menjadi imam.
Tapi kedatangan Mush’ab bin Umair juga memunculkan masalah politik. Pemimpin suku Khazraj, Sa’ad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair, tidak senang karena mengusik Mush’ab wilayah kepemimpinannya. Karena itu keduanya ingin mengusir Mush’ab.
Saat bertemu dua pemimpin itu, Mush’ab menjelaskan ajaran Islam dan membacakan ayat al-Quran. Ternyata dua orang ini langsung tertarik menerima ayat itu dan bersyahadat. Setelah itu pergi menemui kaumnya, Bani Abdul Asyhal, mengumumkan keislamannya.
Kaumnya tersentak kaget mendengar perkataan Sa’ad bin Muadz. Tapi menyadari pemimpinnya masuk Islam, maka semua anggotanya mengikutinya hingga hanya dalam sehari semua kaumnya bersyahadat di depan Mush’ab.
Menjelang bulan-bulan suci akan tiba, Mush’ab datang lagi ke Makkah dan kepada Rasulullah diceritakannya keadaan Muslimin di Yathrib itu; tentang ketahanan dan kekuatan mereka, dan bahwa pada musim haji tahun ini mereka akan datang lagi ke Makkah dalam jumlah yang lebih besar dengan iman kepada Tuhan yang sudah lebih kuat.
Berita-berita yang disampaikan oleh Mush'ab ini membuat Nabi Muhammad berpikir lebih lama lagi. Pengikut-pengikutnya di Yathrib kini makin sehari makin berkuasa dan bertambah kuat juga. Dari orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik mereka tidak mendapat gangguan seperti yang dialami oleh kawan-kawannya di Makkah karena gangguan Quraisy.
Di samping itu Yathrib lebih makmur daripada Makkah - ada pertanian, ada kebun kurma, ada anggur. Bukankah lebih baik sekali apabila Muslimin Makkah itu hijrah saja ke tempat saudara-saudara mereka di sana, yang akan terasa lebih aman? Mereka akan bebas dari Quraisy yang selalu memfitnah agama mereka.
Selama Nabi Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan orang-orang dari Yastrib, mereka yang mula-mula masuk Islam itu, dan yang menceritakan adanya permusuhan antara golongan Aus dan Khazraj. Apabila dengan perantaraannya mereka itu sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada orang yang lebih mulia dari Muhammad. Sekarang mereka sudah dipertemukan Allah bersama dia, bukankah lebih baik apabila dia juga hijrah? Ia tidak ingin membalas kejahatan Quraisy itu.
”Apakah kalian tetangga orang Yahudi?” tanya Rasul.
”Ya,” jawab mereka.
Menurut Haekal, di tempat ini Rasulullah menemui mereka dan menanyakan keadaan mereka, yang kemudian diketahuinya, bahwa mereka adalah kawan-kawan orang-orang Yahudi. Ketika itu orang-orang Yahudi di Yathrib mengatakan apabila mereka saling berselisih.
"Sekarang akan ada seorang nabi utusan Tuhan yang sudah dekat waktunya. Kami akan jadi pengikutnya dan kami dengan dia akan memerangi kamu seperti dalam perang 'Ad dan Iram."
Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya mereka bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling berpandang-pandangan. "Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi kepada kita," kata mereka. "Jangan sampai mereka mendahului kita."
Seruan Rasulullah mereka sambut dengan baik dan menyatakan diri mereka masuk Islam. Lalu kata mereka: "Kami telah meninggalkan golongan kami - yakni Aus dan Khazraj- dan tidak ada lagi golongan yang saling bermusuhan dan saling mengancam. Mudah-mudahan Tuhan mempersatukan mereka dengan tuan. Bila mereka itu sudah dapat dipertemukan dengan tuan, maka tak adalah orang yang lebih mulia dari tuan."
Orang-orang itu lalu kembali ke Madinah. Dua orang di antara mereka itu dari Banu'n-Najjar, keluarga Abd'l-Muttalib dari pihak ibu - kakek Muhammad yang telah mengasuhnya sejak kecil. Kepada masyarakatnya itu mereka menyatakan sudah menganut Islam. Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi golongan monotheis seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih baik dari mereka. Dengan demikian tiada suatu keluargapun, baik Aus atau Khazraj, yang tidak menyebut nama Nabi Muhammad SAW.
Musim haji tahun berikutnya, yakni pada 621 M atau pada tahun kedua belas kenabian, ada dua belas orang Khazraj dan Aus pergi ke Makkah. Di antara dua belas orang itu, lima orang pernah bertemu nabi. Lima orang ini adalah As’ad bin Zurarah, Auf bin Al Harts, Rafi’ bin Malik bin Ajlan, Quthbah bin Amir bin Hadidah, dan Uqbah bin Amir bin Nabi.
Pertemuan terjadi di bukit Aqabah lagi secara rahasia. Setelah mendengar ajaran Islam, mereka menerimanya dengan berbaiat kepada Nabi Muhammad. Inilah baiat Aqabah pertama. Isinya tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh bayi, tidak mendatangkan kebohongan, dan tidak bermaksiat.
Sewaktu mereka pulang, Rasulullah memerintahkan sahabat Mush’ab bin Umair ikut mereka untuk mengajarkan Al-Quran dan menjadi imam salat. Mush’ab bin Umair tinggal di rumah As’ad bin Zurarah. (Baca juga: Duta Islam Pertama dan Bapak Tauhid, Sukses Membuka Jalan Hijrah Nabi )
Misi Sukses Mush’ab
Masalahnya, orang-orang suku Khazraj dan Aus masih menyimpan permusuhan dan persaingan. Orang Khazraj kalau salat tidak mau bermakmum kepada orang Aus dan sebaliknya. Kehadiran Mush’ab bin Umair menjadi penengah dan juru damai di antara dua suku itu. Dialah yang menjadi imam.
Tapi kedatangan Mush’ab bin Umair juga memunculkan masalah politik. Pemimpin suku Khazraj, Sa’ad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair, tidak senang karena mengusik Mush’ab wilayah kepemimpinannya. Karena itu keduanya ingin mengusir Mush’ab.
Saat bertemu dua pemimpin itu, Mush’ab menjelaskan ajaran Islam dan membacakan ayat al-Quran. Ternyata dua orang ini langsung tertarik menerima ayat itu dan bersyahadat. Setelah itu pergi menemui kaumnya, Bani Abdul Asyhal, mengumumkan keislamannya.
Kaumnya tersentak kaget mendengar perkataan Sa’ad bin Muadz. Tapi menyadari pemimpinnya masuk Islam, maka semua anggotanya mengikutinya hingga hanya dalam sehari semua kaumnya bersyahadat di depan Mush’ab.
Menjelang bulan-bulan suci akan tiba, Mush’ab datang lagi ke Makkah dan kepada Rasulullah diceritakannya keadaan Muslimin di Yathrib itu; tentang ketahanan dan kekuatan mereka, dan bahwa pada musim haji tahun ini mereka akan datang lagi ke Makkah dalam jumlah yang lebih besar dengan iman kepada Tuhan yang sudah lebih kuat.
Berita-berita yang disampaikan oleh Mush'ab ini membuat Nabi Muhammad berpikir lebih lama lagi. Pengikut-pengikutnya di Yathrib kini makin sehari makin berkuasa dan bertambah kuat juga. Dari orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik mereka tidak mendapat gangguan seperti yang dialami oleh kawan-kawannya di Makkah karena gangguan Quraisy.
Di samping itu Yathrib lebih makmur daripada Makkah - ada pertanian, ada kebun kurma, ada anggur. Bukankah lebih baik sekali apabila Muslimin Makkah itu hijrah saja ke tempat saudara-saudara mereka di sana, yang akan terasa lebih aman? Mereka akan bebas dari Quraisy yang selalu memfitnah agama mereka.
Selama Nabi Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan orang-orang dari Yastrib, mereka yang mula-mula masuk Islam itu, dan yang menceritakan adanya permusuhan antara golongan Aus dan Khazraj. Apabila dengan perantaraannya mereka itu sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada orang yang lebih mulia dari Muhammad. Sekarang mereka sudah dipertemukan Allah bersama dia, bukankah lebih baik apabila dia juga hijrah? Ia tidak ingin membalas kejahatan Quraisy itu.