Tangis Waraqah bin Naufal dan Pembebasan Bilal bin Rabah dari Siksaan Kafir Quraisy
loading...
A
A
A
Waraqah bin Naufal menangisi Bilal bin Rabah ketika budak berkulit hitam itu disiksa orang-orang kafir Quraisy gara-gara masuk Islam. Waraqah takjub akan kegigihan Bilal. “Demi Allah! Bila Anda membunuhnya dalam kondisi demikian, aku akan jadikan kuburannya tempat keramat untuk dikunjungi peziarah,” rintih Waraqah kepada Umayyah bin Khalaf, majikan Bilal bin Rabah.
Waraqah bin Naufal adalah penganut Kristen Nestorian. Orang yang mendukung dakwah Nabi Muhammad SAW, begitu mendengar Rasulullah mendapa wahyu. Sejak muda, Waraqah tekun mempelajari Injil dan manuskrip-manuskrip kuno Nestorian yang di antaranya meramalkan kedatangan seorang nabi baru.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah menceritakan tangisan dan ucapan Waraqah bin Naufal saat menyaksikan penyiksaan Bilal bin Rabah itu tak membuat Umayyah dan kaum kafir Quraisy melunak. Mereka malah bertindak lebih keras dan brutal.
Tatkala sore tiba, mereka dirikan Bilal. Diikatkanlah tali ke leher Bilal, lalu mereka menyuruh anak-anak untuk menyeret dan mengaraknya keliling bukit-bukit dan jalan-jalan di sekitar kota Makkah. Sementara bibir Bilal terus bersenandung, “Ahad… Ahad…”
Hingga malam tiba, para penyiksa menawarkan kepada Bilal, “esok, ucapkanlah kata-kata yang baik terhadap Tuhan-Tuhan kami, sebutlah, ‘Tuhanku Lata dan ‘Uzza’, nanti kami lepaskan dan biarkan engkau sesuka hatimu. Telah letih kami menyiksamu, seolah-olah kami sendirilah yang disiksa!”
Bilal hanya menggelengkan kepalanya dan berkata, “Ahad…. Ahad….”
Karena tak dapat menahan gusar dan amarah, maka Umayyah meninju Bilal dan berkata, “kesialan apa yang menimpa kami disebabkanmu, hai budak celaka! Demi Tuhan Lata dan ‘Uzza, akan kujadikan kau contoh bagi bangsa budak dan majikan-majikan mereka!”
Mendengar itu, Bilal hanya berkata, “Ahad…. Ahad….”
Setelah disiksa dengan ditindih batu panas, dibujuk, diarak keliling kota, dan dipukul, Bilal tidak juga bergeming. Dia masih saja berkata, “Ahad… Ahad…”
Sementara dia disiksa, datanglah Abu Bakar as-Shiddiq , dia berseru, “apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki karena mengatakan bahwa Tuhanku ialah Allah?” Kemudian dia berkata kepada Umayyah, “terimalah ini untuk tebusannya, lebih tinggi dari harganya, dan bebaskan dia!”
Mendengar itu Umayyah lega dan beruntung. Dia melihat ada peluang keuntungan di sana. Ketimbang membunuhnya, lebih baik dia menjualnya karena akan mendatangkan uang. Umayyah setuju dengan penawaran Abu Bakar.
“Bawahlah dia! Demi Lata dan ‘Uzza, seandainya harga tebusannya tak lebih dari satu ugia, pastilah dia akan kulepas juga,” kata Umayyah.
Abu Bakar kemudian menjawab, “demi Allah, seandainya kalian tidak hendak menjualnya kecuali seratus ugia, pastilah akan kubayar juga!” Demikianlah akhirnya Bilal memperoleh kebebasannya.
Selanjutnya, pergilah Abu Bakar sambil mengepit Bilal untuk menemui Nabi Muhammad SAW, dan menyampaikan berita gembira tentang kebebasan Bilal sebagai orang merdeka. Momen itu adalah momen yang tak ubah bagai hari raya besar.
Sepanjang sisa hidup Rasulullah, kemudian Bilal mengabdi kepadanya sebagai orang yang merdeka.
Di kemudian hari, diriwayatkan bahwa Bilal bin Rabah berhasil membunuh Umayyah bin Khalaf dalam perang Badar.
Sementara dalam versi lain, meskipun dalam latar belakang yang sama, yakni perang Badar, Umayyah dibunuh oleh pasukan Muslim. Berikut ini adalah kisahnya:
Umayyah bin Khalaf dan putranya tertangkap oleh ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf. Karena latar belakang persahabatan, ‘Abd ar-Rahman bermaksud membawa keduanya ke luar dari medan pertempuran hidup-hidup sebagai tawanan.
Bilal melihat Umayyah dan menyadari bahwa ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf hendak menolongnya. Karena itu, Bilal berteriak keras-keras, “wahai para sahabat Allah! Umayyah adalah salah seorang pemimpin kafir. Ia tak boleh dibiarkan hidup.” Kemudian pasukan Muslim mengepung Umayyah lalu membunuhnya beserta putranya.
Versi lainnya lagi, Umayyah dan putranya tidak dibunuh ketika perang Badar sedang berlangsung, namun dia dan putranya menjadi tawanan perang. Sebagian Muslim tak menghendaki Umayyah dibunuh, namun Bilal mengatakan, “dia pemimpin kafir yang harus dibunuh.” Berdasarkan desakan Bilal, ayah dan anak itu akhimya dibunuh.
Waraqah bin Naufal adalah penganut Kristen Nestorian. Orang yang mendukung dakwah Nabi Muhammad SAW, begitu mendengar Rasulullah mendapa wahyu. Sejak muda, Waraqah tekun mempelajari Injil dan manuskrip-manuskrip kuno Nestorian yang di antaranya meramalkan kedatangan seorang nabi baru.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah menceritakan tangisan dan ucapan Waraqah bin Naufal saat menyaksikan penyiksaan Bilal bin Rabah itu tak membuat Umayyah dan kaum kafir Quraisy melunak. Mereka malah bertindak lebih keras dan brutal.
Tatkala sore tiba, mereka dirikan Bilal. Diikatkanlah tali ke leher Bilal, lalu mereka menyuruh anak-anak untuk menyeret dan mengaraknya keliling bukit-bukit dan jalan-jalan di sekitar kota Makkah. Sementara bibir Bilal terus bersenandung, “Ahad… Ahad…”
Hingga malam tiba, para penyiksa menawarkan kepada Bilal, “esok, ucapkanlah kata-kata yang baik terhadap Tuhan-Tuhan kami, sebutlah, ‘Tuhanku Lata dan ‘Uzza’, nanti kami lepaskan dan biarkan engkau sesuka hatimu. Telah letih kami menyiksamu, seolah-olah kami sendirilah yang disiksa!”
Bilal hanya menggelengkan kepalanya dan berkata, “Ahad…. Ahad….”
Karena tak dapat menahan gusar dan amarah, maka Umayyah meninju Bilal dan berkata, “kesialan apa yang menimpa kami disebabkanmu, hai budak celaka! Demi Tuhan Lata dan ‘Uzza, akan kujadikan kau contoh bagi bangsa budak dan majikan-majikan mereka!”
Mendengar itu, Bilal hanya berkata, “Ahad…. Ahad….”
Setelah disiksa dengan ditindih batu panas, dibujuk, diarak keliling kota, dan dipukul, Bilal tidak juga bergeming. Dia masih saja berkata, “Ahad… Ahad…”
Sementara dia disiksa, datanglah Abu Bakar as-Shiddiq , dia berseru, “apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki karena mengatakan bahwa Tuhanku ialah Allah?” Kemudian dia berkata kepada Umayyah, “terimalah ini untuk tebusannya, lebih tinggi dari harganya, dan bebaskan dia!”
Mendengar itu Umayyah lega dan beruntung. Dia melihat ada peluang keuntungan di sana. Ketimbang membunuhnya, lebih baik dia menjualnya karena akan mendatangkan uang. Umayyah setuju dengan penawaran Abu Bakar.
“Bawahlah dia! Demi Lata dan ‘Uzza, seandainya harga tebusannya tak lebih dari satu ugia, pastilah dia akan kulepas juga,” kata Umayyah.
Abu Bakar kemudian menjawab, “demi Allah, seandainya kalian tidak hendak menjualnya kecuali seratus ugia, pastilah akan kubayar juga!” Demikianlah akhirnya Bilal memperoleh kebebasannya.
Baca Juga
Selanjutnya, pergilah Abu Bakar sambil mengepit Bilal untuk menemui Nabi Muhammad SAW, dan menyampaikan berita gembira tentang kebebasan Bilal sebagai orang merdeka. Momen itu adalah momen yang tak ubah bagai hari raya besar.
Sepanjang sisa hidup Rasulullah, kemudian Bilal mengabdi kepadanya sebagai orang yang merdeka.
Di kemudian hari, diriwayatkan bahwa Bilal bin Rabah berhasil membunuh Umayyah bin Khalaf dalam perang Badar.
Sementara dalam versi lain, meskipun dalam latar belakang yang sama, yakni perang Badar, Umayyah dibunuh oleh pasukan Muslim. Berikut ini adalah kisahnya:
Umayyah bin Khalaf dan putranya tertangkap oleh ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf. Karena latar belakang persahabatan, ‘Abd ar-Rahman bermaksud membawa keduanya ke luar dari medan pertempuran hidup-hidup sebagai tawanan.
Bilal melihat Umayyah dan menyadari bahwa ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf hendak menolongnya. Karena itu, Bilal berteriak keras-keras, “wahai para sahabat Allah! Umayyah adalah salah seorang pemimpin kafir. Ia tak boleh dibiarkan hidup.” Kemudian pasukan Muslim mengepung Umayyah lalu membunuhnya beserta putranya.
Versi lainnya lagi, Umayyah dan putranya tidak dibunuh ketika perang Badar sedang berlangsung, namun dia dan putranya menjadi tawanan perang. Sebagian Muslim tak menghendaki Umayyah dibunuh, namun Bilal mengatakan, “dia pemimpin kafir yang harus dibunuh.” Berdasarkan desakan Bilal, ayah dan anak itu akhimya dibunuh.
(mhy)