Ketika Bilal bin Rabah Tak Mampu Lagi Mengumandangkan Adzan
loading...
A
A
A
Bilal bin Rabah tak mampu lagi mengumandangkan Adzan pascawafatnya Rasulullah SAW . Bilal tak sanggup lagi meneruskan Adzannya tatkala sampai pada kalimah “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah…. ” Tangisnya pecah. Luapan rindu kepada Nabi Muhammad SAW begitu meluap.
Rasulullah wafat pada tahun 11 Hijriyah di usianya yang ke 63. Ketika beliau wafat, kabar kesedihan langsung menyebar. Seluruh pelosok Madinah berubah menjadi muram.
Menurut Ibnu Hisyam dalam kitab Sirah an-Nabawiyah, Anas meriwayatkan, “Aku tidak pernah melihat suatu hari yang lebih baik dan lebih terang selain dari hari saat Rasulullah SAW masuk ke tempat kami, dan tidak kulihat hari yang lebih buruk dan lebih muram selain dari hari saat Rasulullah SAW meninggal dunia.”
Begitu pula dengan Bilal bin Rabah. Sepeninggal Rasulullah dia dilanda kesedihan yang amat sangat. Dalam Shuwar min Hayaatis Shahabah karya Dr Abdurrahman Ra’fat Basya dipaparkan bahwa sejak kepergian Rasulullah SAW, Bilal hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari.
Setiap sampai pada kalimat, “Asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaahi,” dia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum Muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah menyebut riwayat lainnya yang berkisah, Bilal menemui Khalifah Abu Bakar dan berkata, “Wahai khalifah Rasulullah, aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘amal orang mukmin yang utama adalah berjihad fi sabilillah.’”
Abu Bakar bertanya, “Jadi apa maksudmu, hai Bilal?”
Bilal menjawab, “aku ingin berjuang di jalan Allah sampai aku meninggal dunia.”
"Lalu, siapa lagi yang akan menjadi muadzzin bagi kami?” kata Abu Bakar. Dengan air mata berlinang Bilal menjawab, “Aku takkan menjadi muaddzin lagi bagi orang lain setelah Rasulullah.”
Kelanjutannya dikisahkan oleh Ibnu ‘Abd al-Barr, seorang ulama madzhab Maliki kelahiran Andalusia tahun 978 M, dalam kitabnya yang berjudul al-Isti’ab, dikisahkan bahwa sepeninggal Rasulullah, Bilal tidak pernah melakukan Adzan lagi.
Ibnu ‘Abd al-Barr mengisahkan, “ketika Nabi wafat, Bilal ingin pergi ke Suriah. Abu Bakar menyuruhnya untuk tetap berada dalam pengabdian.
Bilal berkata, ‘jika engkau telah membebaskanku untuk dirimu sendiri, maka buatlah aku tertawan lagi. Tapi jika engkau telah membebaskan aku untuk Allah, maka biarkan aku pergi di jalan Allah.’ Abu Bakar meninggalkannya sendirian.”
Setelah Bilal pergi dari Madinah, dia menghabiskan sisa hidupnya di Suriah. Suatu saat Khalifah Umar bin Khattab berkunjung ke Suriah. Pada kesempatan tersebut orang-orang meminta khalifah agar meminta Bilal adzan untuk satu sholat saja. Konon, itu adalah adzan terakhir Bilal bin Rabah.
Rasulullah wafat pada tahun 11 Hijriyah di usianya yang ke 63. Ketika beliau wafat, kabar kesedihan langsung menyebar. Seluruh pelosok Madinah berubah menjadi muram.
Menurut Ibnu Hisyam dalam kitab Sirah an-Nabawiyah, Anas meriwayatkan, “Aku tidak pernah melihat suatu hari yang lebih baik dan lebih terang selain dari hari saat Rasulullah SAW masuk ke tempat kami, dan tidak kulihat hari yang lebih buruk dan lebih muram selain dari hari saat Rasulullah SAW meninggal dunia.”
Begitu pula dengan Bilal bin Rabah. Sepeninggal Rasulullah dia dilanda kesedihan yang amat sangat. Dalam Shuwar min Hayaatis Shahabah karya Dr Abdurrahman Ra’fat Basya dipaparkan bahwa sejak kepergian Rasulullah SAW, Bilal hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari.
Setiap sampai pada kalimat, “Asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaahi,” dia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum Muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah menyebut riwayat lainnya yang berkisah, Bilal menemui Khalifah Abu Bakar dan berkata, “Wahai khalifah Rasulullah, aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘amal orang mukmin yang utama adalah berjihad fi sabilillah.’”
Abu Bakar bertanya, “Jadi apa maksudmu, hai Bilal?”
Bilal menjawab, “aku ingin berjuang di jalan Allah sampai aku meninggal dunia.”
"Lalu, siapa lagi yang akan menjadi muadzzin bagi kami?” kata Abu Bakar. Dengan air mata berlinang Bilal menjawab, “Aku takkan menjadi muaddzin lagi bagi orang lain setelah Rasulullah.”
Kelanjutannya dikisahkan oleh Ibnu ‘Abd al-Barr, seorang ulama madzhab Maliki kelahiran Andalusia tahun 978 M, dalam kitabnya yang berjudul al-Isti’ab, dikisahkan bahwa sepeninggal Rasulullah, Bilal tidak pernah melakukan Adzan lagi.
Ibnu ‘Abd al-Barr mengisahkan, “ketika Nabi wafat, Bilal ingin pergi ke Suriah. Abu Bakar menyuruhnya untuk tetap berada dalam pengabdian.
Bilal berkata, ‘jika engkau telah membebaskanku untuk dirimu sendiri, maka buatlah aku tertawan lagi. Tapi jika engkau telah membebaskan aku untuk Allah, maka biarkan aku pergi di jalan Allah.’ Abu Bakar meninggalkannya sendirian.”
Setelah Bilal pergi dari Madinah, dia menghabiskan sisa hidupnya di Suriah. Suatu saat Khalifah Umar bin Khattab berkunjung ke Suriah. Pada kesempatan tersebut orang-orang meminta khalifah agar meminta Bilal adzan untuk satu sholat saja. Konon, itu adalah adzan terakhir Bilal bin Rabah.
(mhy)