Praktik Jual Beli Organ Tubuh Kian Marak, Begini Menurut Hukum Islam
loading...
A
A
A
Praktik jual beli organ tubuh belakangan ini semakin marak saja. Ada banyak iklan di media maupun internet yang menawarkan hal itu. Hukum positif di sejumlah negara melarang praktik ini sehingga transaksi dilakukan di pasar gelap.
Pada tahun lalu ada setidaknya 123.000 orang di Amerika Serikat yang membutuhkan organ tubuh. Mereka pun berani membayar mahal. Laman Seeker menyebutkan bahwa jika Anda bisa menjaga setiap organ tubuh dan bahan kimia di tubuh Anda, Anda bisa menghasilkan US$45 juta atau sekitar (Rp633 miliar).
Selanjutnya, bagaimana Islam memandang fenomena ini? Sebagian ulama membolehkan donor organ tubuh demi kemanusian. Sehingga harus ikhlas karena Allah dan bukan komersial.
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri dalam kitabnya "Mausu ‘atul Fiqhil Islami" secara jelas mengharamkan jual-beli organ tubuh manusia. Menurutnya, menjual organ tubuh dapat merusak fisik manusia.
“Tidak boleh menjual organ atau salah satu anggota tubuh manusia baik selagi hidup maupun setelah wafat. Bila tidak ada unsur terpaksa kecuali dengan harga tertentu, ia boleh menyerahkannya dalam keadaan darurat. Tetapi ia diharamkan menerima uangnya," ujarnya.
Di sisi lain, ia mengatakan jika seseorang menghibahkan organ tubuhnya setelah ia wafat karena suatu kepentingan mendesak, dan ia menerima sebuah imbalan atas hibahnya itu saat ia hidup, ia boleh menerima imbalannya.
"Seseorang tidak boleh menjual atau menghibahkan organ tubuhnya selagi ia hidup kepada orang lain. Karena praktik itu dapat merusak tubuhnya dan dapat melalaikannya dari kewajiban-kewajiban agamanya," jelasnya.
Selain itu, "Seseorang tidak boleh mendayagunakan (menjual, menghibah, dan akad lainnya) milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.”
Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya "Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh" saat membahas produk yang sah dijual harus berupa harta, dapat dimiliki, dan bernilai.
“Syarat sah produk yang dijual adalah barang yang boleh sesuai syariat. Barang yang menjadi tempat akad disyaratkan bisa menerima jual-beli secara hukum syara’. Sesuai kesepakatan ulama, produk yang dijual itu harus berupa harta, bisa dimiliki, dan bernilai," katanya.
Kalau syarat produk itu tidak terpenuhi, menurut dia, akad terhadap barang itu batal (tidak sah). "Menjual, menghibahkan, menggadaikan, mewakafkan, atau mewasiatkan produk bukan harta seperti bangkai dan darah, batal (tidak sah)," lanjutnya. Menurut dia, barang bukan harta pada dasarnya tidak menerima status kepemilikan.
Berbeda dengan Imam Hanafi dan Imam Malik, ulama madzhab Syafi’i dan madzhab Hanbali membolehkan akad-jual beli air susu perempuan untuk suatu kepentingan dan sebuah manfaat.
Sementara ulama madzhab Hanbali membolehkan akad jual-beli organ tubuh manusia seperti bola mata atau potongan kulit bilamana dimanfaatkan untuk menambal tubuh orang lain sebagai kepentingan mendesak menghidupkan orang lain. Atas dasar ini, menjual darah untuk kepentingan operasi bedah seperti sekarang ini dibolehkan.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili lebih lanjut memberikan batasan kategori harta. Dengan kategori ini, kita memiliki batasan yang jelas terkait produk yang boleh dijual.
Produk yang dijual harus berupa harta dan bernilai. Menurut Madzhab Hanafi sebagaimana kita ketahui, harta adalah sesuatu yang disenangi secara alamiah dan bisa disimpan untuk suatu saat diperlukan. Dengan ungkapan lain, harta adalah sesuatu yang bisa dimiliki dan diambil manfaatnya oleh seseorang pada lazimnya.
Menurut pendapat yang lebih ashah, harta adalah setiap benda yang bernilai dan berupa material dalam pandangan manusia.
Benda bernilai adalah sesuatu yang boleh disimpan menurut syara’. Dengan kata lain, harta bisa dipahami sebagai sesuatu yang harus dipelihara dan bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu secara bebas. Karenanya, transaksi jual-beli barang bukan harta seperti manusia merdeka, bangkai, dan darah, tidak boleh... demikian juga menjual semua benda-benda itu (yang bukan kategori harta) tidak boleh karena dapat membawa mafsadat.
Meskipun membolehkan jual-beli organ tubuh, sebagian madzhab Syafi’i tetap tidak bisa menerima jual-beli ginjal. Pasalnya produk dijual hanya satu dari dua bagian ginjal. Sedangkan transaksi jual-beli separuh produk yang dapat mengurangi nilai barang itu sendiri, tidak sah.
Sebagian madhzab Syafi’i juga mengharamkan secara mutlak jual-beli organ tubuh manusia bahkan rambut sekali pun.
Rais Syuriyah PBNU periode 1994-1999 KHM Syafi’i Hadzami mengutip Asnal Mathalib karya Syekh Abu Zakariya Al-Anshori mengatakan: “Dan ada pun pada masalah kedua (menyambung rambut dengan rambut anak Adam itu haram), karena bahwasanya haram memanfaatkan rambut anak Adam dan segala suku-suku anak Adam karena mulianya.”
Donor Boleh
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam kumpulan fatwanya juga berpendapat hampir sama. Meski jawaban yang diberikan khusus donor mata, namun bisa diqiyaskan dengan donor organ tubuh secara umum. Soal donor organ tubuh diperbolehkan asalkan pendonor melakukan dengan niat kemanusiaan. Tidak boleh karena motivasi komersil. Sehingga harus ikhlas karena Allah.
Si penerima donor pun harus dipastikan bahwa setelah mengalami penyembuhan benar-benar berkecenderungan untuk menyempurnyakan pengabdiannya kepada Allah SWT.
Bagi pendonor yang memiliki ahli waris izin ahli waris sangat diperlukan. Setidaknya tidak ada ahli waris yang merasa keberatan. Kecuali si pendonor berwasiat semasa hidup akan mendonorkan organ tubuhnya di hadapan ahli waris, maka donor jenis ini tidak masalah.
Hal ini juga sejalan dengan fatwa MUI tentang donor kornea mata. Seseorang yang semasa hidupnya berwasita akan menghidupkan kornea matanya sesudah wafat dengan diketahui ahli waris, wasiat itu dapat dilaksanakan.
Hal yang sama juga dikatakan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-Fatwa Kotemporer". Menurut dia, praktik jual beli organ tubuh tidak dapat dibenarkan secara agama. Yang diperbolehkan hanya donor organ tubuh dengan niat membantu bukan komersil. Selain itu juga harus memenuhi beberapa persyaratan agar donor organ tubuh bisa dilaksanakan.
"Perlu saya ingatkan di sini bahwa pendapat yang memperbolehkan donor organ tubuh itu tidak berarti memperbolehkan memperjualbelikannya. Karena jual beli itu--sebagaimana dita'rifkan fuqaha-- adalah tukar-menukar harta secara suka rela, sedangkan tubuh manusia itu bukan harta yang dapat dipertukarkan dan ditawar-menawarkan sehingga organ tubuh manusia menjadi objek perdagangan dan jual beli," ujarnya.
Al-Qardhawi memaparkan banyak peristiwa terjadi di beberapa daerah miskin, di sana terdapat pasar yang mirip dengan pasar budak. Di situ diperjualbelikan organ tubuh orang-orang miskin dan orang-orang lemah --untuk konsumsi orang-orang kaya-- yang tidak lepas dari campur tangan "mafia baru" yang bersaing dengan mafia dalam masalah minum-minuman keras, ganja, morfin, dan sebagainya.
Tetapi, apabila orang yang memanfaatkan organ itu memberi sejumlah uang kepada donor --tanpa persyaratan dan tidak ditentukan sebelumnya, semata-mata hibah, hadiah, dan pertolongan-- maka yang demikian itu hukumnya jaiz (boleh), bahkan terpuji dan termasuk akhlak yang mulia.
Pada tahun lalu ada setidaknya 123.000 orang di Amerika Serikat yang membutuhkan organ tubuh. Mereka pun berani membayar mahal. Laman Seeker menyebutkan bahwa jika Anda bisa menjaga setiap organ tubuh dan bahan kimia di tubuh Anda, Anda bisa menghasilkan US$45 juta atau sekitar (Rp633 miliar).
Selanjutnya, bagaimana Islam memandang fenomena ini? Sebagian ulama membolehkan donor organ tubuh demi kemanusian. Sehingga harus ikhlas karena Allah dan bukan komersial.
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri dalam kitabnya "Mausu ‘atul Fiqhil Islami" secara jelas mengharamkan jual-beli organ tubuh manusia. Menurutnya, menjual organ tubuh dapat merusak fisik manusia.
“Tidak boleh menjual organ atau salah satu anggota tubuh manusia baik selagi hidup maupun setelah wafat. Bila tidak ada unsur terpaksa kecuali dengan harga tertentu, ia boleh menyerahkannya dalam keadaan darurat. Tetapi ia diharamkan menerima uangnya," ujarnya.
Di sisi lain, ia mengatakan jika seseorang menghibahkan organ tubuhnya setelah ia wafat karena suatu kepentingan mendesak, dan ia menerima sebuah imbalan atas hibahnya itu saat ia hidup, ia boleh menerima imbalannya.
"Seseorang tidak boleh menjual atau menghibahkan organ tubuhnya selagi ia hidup kepada orang lain. Karena praktik itu dapat merusak tubuhnya dan dapat melalaikannya dari kewajiban-kewajiban agamanya," jelasnya.
Selain itu, "Seseorang tidak boleh mendayagunakan (menjual, menghibah, dan akad lainnya) milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.”
Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya "Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh" saat membahas produk yang sah dijual harus berupa harta, dapat dimiliki, dan bernilai.
“Syarat sah produk yang dijual adalah barang yang boleh sesuai syariat. Barang yang menjadi tempat akad disyaratkan bisa menerima jual-beli secara hukum syara’. Sesuai kesepakatan ulama, produk yang dijual itu harus berupa harta, bisa dimiliki, dan bernilai," katanya.
Kalau syarat produk itu tidak terpenuhi, menurut dia, akad terhadap barang itu batal (tidak sah). "Menjual, menghibahkan, menggadaikan, mewakafkan, atau mewasiatkan produk bukan harta seperti bangkai dan darah, batal (tidak sah)," lanjutnya. Menurut dia, barang bukan harta pada dasarnya tidak menerima status kepemilikan.
Berbeda dengan Imam Hanafi dan Imam Malik, ulama madzhab Syafi’i dan madzhab Hanbali membolehkan akad-jual beli air susu perempuan untuk suatu kepentingan dan sebuah manfaat.
Sementara ulama madzhab Hanbali membolehkan akad jual-beli organ tubuh manusia seperti bola mata atau potongan kulit bilamana dimanfaatkan untuk menambal tubuh orang lain sebagai kepentingan mendesak menghidupkan orang lain. Atas dasar ini, menjual darah untuk kepentingan operasi bedah seperti sekarang ini dibolehkan.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili lebih lanjut memberikan batasan kategori harta. Dengan kategori ini, kita memiliki batasan yang jelas terkait produk yang boleh dijual.
Produk yang dijual harus berupa harta dan bernilai. Menurut Madzhab Hanafi sebagaimana kita ketahui, harta adalah sesuatu yang disenangi secara alamiah dan bisa disimpan untuk suatu saat diperlukan. Dengan ungkapan lain, harta adalah sesuatu yang bisa dimiliki dan diambil manfaatnya oleh seseorang pada lazimnya.
Menurut pendapat yang lebih ashah, harta adalah setiap benda yang bernilai dan berupa material dalam pandangan manusia.
Benda bernilai adalah sesuatu yang boleh disimpan menurut syara’. Dengan kata lain, harta bisa dipahami sebagai sesuatu yang harus dipelihara dan bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu secara bebas. Karenanya, transaksi jual-beli barang bukan harta seperti manusia merdeka, bangkai, dan darah, tidak boleh... demikian juga menjual semua benda-benda itu (yang bukan kategori harta) tidak boleh karena dapat membawa mafsadat.
Meskipun membolehkan jual-beli organ tubuh, sebagian madzhab Syafi’i tetap tidak bisa menerima jual-beli ginjal. Pasalnya produk dijual hanya satu dari dua bagian ginjal. Sedangkan transaksi jual-beli separuh produk yang dapat mengurangi nilai barang itu sendiri, tidak sah.
Sebagian madhzab Syafi’i juga mengharamkan secara mutlak jual-beli organ tubuh manusia bahkan rambut sekali pun.
Rais Syuriyah PBNU periode 1994-1999 KHM Syafi’i Hadzami mengutip Asnal Mathalib karya Syekh Abu Zakariya Al-Anshori mengatakan: “Dan ada pun pada masalah kedua (menyambung rambut dengan rambut anak Adam itu haram), karena bahwasanya haram memanfaatkan rambut anak Adam dan segala suku-suku anak Adam karena mulianya.”
Donor Boleh
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam kumpulan fatwanya juga berpendapat hampir sama. Meski jawaban yang diberikan khusus donor mata, namun bisa diqiyaskan dengan donor organ tubuh secara umum. Soal donor organ tubuh diperbolehkan asalkan pendonor melakukan dengan niat kemanusiaan. Tidak boleh karena motivasi komersil. Sehingga harus ikhlas karena Allah.
Si penerima donor pun harus dipastikan bahwa setelah mengalami penyembuhan benar-benar berkecenderungan untuk menyempurnyakan pengabdiannya kepada Allah SWT.
Bagi pendonor yang memiliki ahli waris izin ahli waris sangat diperlukan. Setidaknya tidak ada ahli waris yang merasa keberatan. Kecuali si pendonor berwasiat semasa hidup akan mendonorkan organ tubuhnya di hadapan ahli waris, maka donor jenis ini tidak masalah.
Hal ini juga sejalan dengan fatwa MUI tentang donor kornea mata. Seseorang yang semasa hidupnya berwasita akan menghidupkan kornea matanya sesudah wafat dengan diketahui ahli waris, wasiat itu dapat dilaksanakan.
Hal yang sama juga dikatakan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-Fatwa Kotemporer". Menurut dia, praktik jual beli organ tubuh tidak dapat dibenarkan secara agama. Yang diperbolehkan hanya donor organ tubuh dengan niat membantu bukan komersil. Selain itu juga harus memenuhi beberapa persyaratan agar donor organ tubuh bisa dilaksanakan.
"Perlu saya ingatkan di sini bahwa pendapat yang memperbolehkan donor organ tubuh itu tidak berarti memperbolehkan memperjualbelikannya. Karena jual beli itu--sebagaimana dita'rifkan fuqaha-- adalah tukar-menukar harta secara suka rela, sedangkan tubuh manusia itu bukan harta yang dapat dipertukarkan dan ditawar-menawarkan sehingga organ tubuh manusia menjadi objek perdagangan dan jual beli," ujarnya.
Al-Qardhawi memaparkan banyak peristiwa terjadi di beberapa daerah miskin, di sana terdapat pasar yang mirip dengan pasar budak. Di situ diperjualbelikan organ tubuh orang-orang miskin dan orang-orang lemah --untuk konsumsi orang-orang kaya-- yang tidak lepas dari campur tangan "mafia baru" yang bersaing dengan mafia dalam masalah minum-minuman keras, ganja, morfin, dan sebagainya.
Tetapi, apabila orang yang memanfaatkan organ itu memberi sejumlah uang kepada donor --tanpa persyaratan dan tidak ditentukan sebelumnya, semata-mata hibah, hadiah, dan pertolongan-- maka yang demikian itu hukumnya jaiz (boleh), bahkan terpuji dan termasuk akhlak yang mulia.
(mhy)