Syarat Safar yang Bebas dari Perintah Puasa (1)

Jum'at, 24 April 2020 - 02:31 WIB
loading...
Syarat Safar yang Bebas dari Perintah Puasa (1)
Dalam hal ini jumhur ulama menetapkan jarak itu adalah jarak yang ditempuh di masa lalu sejauh perjalanan kaki selama dua hari. Ilustrasi SINDOnews
A A A
PARA ulama menetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar safar yang dilakukan seseorang bisa dijadikan dasar untuk terbebas dari perintah puasa.

Menurut Ahmad Sarwat dalam buku "Tafsir Al-Baqarah 183", syarat-syarat itu antara lain:

Syarat pertama bagi orang yang disebut musafir adalah posisinya keluar rumah dan melewati batas kota. Para ulama menegaskan bahwa seseorang dikatakan musafir hanyalah ketika dia sudah mulai melaksanakan perjalanan itu, yang ditandai dengan keluar dari rumah dan telah melewati batas kota, atau wilayah tempat tinggalnya.

Orang yang baru berniat akan melakukan safar, sementara dia belum mulai bergerak, belum dikatakan musafir, maka dia belum lagi mendapatkan keringanan.

Orang yang naik mobil lalu berputar-putar di dalam kota, meski jaraknya panjang dan memakan waktu tempuh yang lama, tidak dikatakan sebagai musafir.

Jalan tol dalam kota di Jakarta punya panjang lintasan yang melingkar sejauh kurang lebih 45 kilometer. Berarti kalau kita berputar dua kali, jaraknya sudah mencapai 90 kilometer. Tetapi tetap saja kita tidak bisa disebut sebagai musafir, karena yang disebut safar itu bukan berputar-putar di dalam satu kota.

Seorang pembalap kerjanya juga berputar-putar di sirkuit balap. Kalau dijumlahkan, jarak yang ditempuhnya pasti mencapai ratusan kilometer. Namun pembalap itu dipastikan bukan musafir, karena safar itu bukan berputar-putar di dalam sirkuit.

Para sopir dan awak bus kota, angkot dan angkutan lainnya juga tidak berstatus musafir, meski pun seharian menyusuri jalan yang boleh jadi jaraknya ratusan kilometer.

Jarak Minimal
Syarat kedua adalah bahwa safar itu harus cukup jauh, sehingga minimal sudah juga dibolehkan buat mengqashar salat.

Menurut Ibnu Rusyd, makna yang masuk akal dari kebolehan tidak berpuasa dalam safar ini karena masyaqqah (keberatan).

Dan masyaqqah ini hanya terjadi bila perjalanan itu jauh, sejauh diperbolehkannya mengqashar salat. Dan ketentuan syarat ini telah menjadi ijma’ di antara para sahabat Nabi SAW.

Dalam hal ini jumhur ulama menetapkan jarak itu adalah jarak yang ditempuh di masa lalu sejauh perjalanan kaki selama dua hari. Namun yang menjadi ukuran bukan lamanya perjalanan, melainkan jauhnya perjalanan itu sendiri, yaitu sekitar 89 kilometer atau lebih tepatnya 88,704 kilometer.

Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW kepada penduduk Makkah untuk tidak mengqashar salat kecuali bila mereka menempuh perjalanan sejauh 4 burud, atau sejauh jarak antara Makkah dan Usafan.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Wahai penduduk Makkah, janganlah kalian mengqashar shalat bila kurang dari 4 burud, dari Makkah ke Usfan". (HR. Ad-Daruquthuny) -- Bersambung
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1698 seconds (0.1#10.140)