Surat Yasin Ayat 69-70: Al-Quran Bukan Syair Karangan Nabi Muhammad SAW

Kamis, 03 Februari 2022 - 12:31 WIB
loading...
Surat Yasin Ayat 69-70: Al-Quran Bukan Syair Karangan Nabi Muhammad SAW
Surat Yasin ayat 69-70 membicarakan tentang kerasulan Muhammad bersamaan dengan al-Qur’an sebagai kitab suci yang diwahyukan kepadanya. (Foto/Ilusttrasi: Ist)
A A A
Surat Yasin ayat 69-70 membicarakan tentang kerasulan Muhammad bersamaan dengan al-Qur’an sebagai kitab suci yang diwahyukan kepadanya, sekaligus membantah anggapan bahwa al-Qur’an adalah syair yang dikarang oleh Muhammad SAW .

Allah SWT berfirman:

وَمَا عَلَّمْنٰهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْۢبَغِيْ لَهٗ ۗاِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٌ وَّقُرْاٰنٌ مُّبِيْنٌ ۙ
لِّيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ


Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab yang jelas, agar dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan agar pasti ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir. ( QS Yasin : 69-70)



Melalui ayat ini Allah menegaskan bahwa al-Qur’an bukanlah karangan nabi, ini tidak hanya ditujukan kepada kaum kafir ketika masa awal Islam, akan tetapi ber;aku hingga saat ini bahkan sampai hari akhir nanti.

Menurut Ibnu Asyur ada banyak penolakan kaum kafir atas al-Qur’an, di antaranya menganggap al-Qur’an adalah syair yang dibuat oleh Muhammad SAW. Anggapan ini dibantah langsung oleh Allah Taala dengan menantang mereka untuk membuat yang serupa dengan al-Qur’an ( QS 17 : 88), atau sepuluh surah ( QS 11 : 13), jikapun tidak bisa dan masih ragu bahwa al-Qur’an bukan karya nabi, Allah menantang cukup satu surah saja ( QS 2 : 23, QS. 10: 37).

Terkait Surat Al-Baqarah ayat 23-24, Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya alasan mengapa Allah menantang demikian adalah, pertama tantangan tersebut bersifat continue, meski asbabun-nuzul ayat di era Nabi, namun redaksinya berlaku hingga hari kiamat. Kedua, kaum kafir Quraisy adalah afshoh al-umam (kaum yang paling fasih bahasa Arabnya), jika mereka tidak bisa, apalagi yang lain.

Ketiga, penegasan Allah pada ayat 24 bahwa seberapapun mereka berusaha dan saling membantu, hasilnya tetap sama “tidak bisa”. Ini bisa dilihat dari huruf lan لَنْ dalam diksi, fain lam taf’alu walan taf’alu (فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا), yang berfungsi untuk meniadakan usaha mereka secara mutlak.

Karena itu, anggapan kalau al-Qur’an adalah karya Nabi hanyalah untuk menyudutkan Nabi Muhammad. Padahal beberapa ahli syair di kalangan mereka seperti Anis (saudara Abu Dzar) dan ‘Utbah bin Rabi’ah ketika mendengar ayat al-Qur’an justru menilai kalau itu bukanlah syair. Sampai-sampai ‘Utbah selepas mendengar surat fushshilat, berkata: “Demi Allah, itu (al-Qur’an) bukanlah sya’ir, bukan pula mantra sihir, atau ucapan pendeta”.

Alasan ‘Utbah sampai berkata demikian menurut Zamakhsyari, karena sya’ir merupakan susunan kalimat yang bersifat ritmis lagi berbeda dengan al-Qur’an. Bahkan, beberapa penyair (syu’ara> ’) mengatakan, sekalipun ada orang yang membuat susunan yang serupa dengan syair namun ia tidak bermaksud demikian, maka tidak bisa dinamai syair. Sebagaimana dikutip dalam tafsir al-Jami’ li ahkam al-Quran karya Qurthubi.



Umum diketahui bahwa bangsa Arab memang senang bersyair, bahkan mereka sampai hafal syair-syair yang disenandungkan dan siapa pembuatnya. Jika syair dinilai bagus, maka akan ditempel di pintu Kakbah sebagai bentuk apresiasi.

Ketika Nabi Bersyair
al-Khalil menyebutkan bawa Nabi sangat menyukai syair, namun tidak bisa membuatnya. Pernah suatu ketika, al-Hasan cucunya, mendengar nabi spontan menyenandungkan kalimat:

كفى با لاسلام و الشيبِ للمرءِ نَاهيا

“Cukuplah dengan Islam dan uban bagi seseorang sebagai pencegahnya (dari sesuatu yang buruk”

Mendengar itu, Abu Bakar tersenyum dan berkata,”Wahai Rasul, beginilah syairnya”:

هَريرَةَ وَدِّعْ اِنْ تَجَهَّزَتْ غَادِيًا
كَفَى الشَّيْبُ والْاِسلامُ نَاهِيًا

“Penyesalan akan menimpamu jika kamu tidak mempersiapkan untuk hari esok. Cukuplah uban dan Islam yang akan mencegahnya”

Syair tersebut merupakan respon Nabi terhadap kebiasaan syair orang Arab yang jauh dari nilai kebaikan. Kandungan syair mereka cenderung bersifat negatif, seperti; cinta, kemolekan wanita, minum-minuman, hawa nafsu, harta, dan sebagainya.



Ini juga yang menurut Quraish Shihab menjadi alasan Allah tidak menjadikan Nabi bisa bersyair. Ia menafsirkan kata yanbaghi (يَنْبَغِي), sebagai penegasan bahwa Nabi tidak bisa bersyair karena bawaan dan perangai beliau berlainan dengan penyair di zamannya.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1633 seconds (0.1#10.140)