Kisah Ketakutan Kaum Quraisy Menyaksikan Kakbah yang Rapuh dan Nyaris Runtuh
loading...
A
A
A
لَمَّا بُنِيَتْ الْكَعْبَةُ ذَهَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبَّاسٌ يَنْقُلَانِ الْحِجَارَةَ فَقَالَ عَبَّاسٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْعَلْ إِزَارَكَ عَلَى رَقَبَتِكَ يَقِيكَ مِنْ الْحِجَارَةِ فَخَرَّ إِلَى الْأَرْضِ وَطَمَحَتْ عَيْنَاهُ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ إِزَارِي إِزَارِي فَشَدَّ عَلَيْهِ إِزَارَهُ
Ketika Kakbah dibangun (kembali), Rasulullah SAW dan pamannya, al ‘Abbas ikut serta mengangkat batu. Al ‘Abbas berkata kepada Nabi: “Taruhlah sarungmu di atas pundakmu, agar ia menjagamu dari (goresan) batu.” Maka Rasulullah melakukannya. (Namun tiba-tiba) Beliau tersungkur ke tanah (pingsan). Mata Beliau memandang ke langit.
Saat tersadar, beliau berkata : “Sarungku, sarungku!” Maka al Abbas menutupkan sarungnya lagi. [HR Imam Bukhari dalam al Manaqib; dan Imam Muslim, al Haidh, bab al I’tina’ bi Hifzhil Aurat, no. 769].
Hadits ini juga dijadikan sebagai pijakan para ulama untuk membuktikan, bahwa Rasulullah SAW terpelihara dari perbuatan-perbuatan dosa besar sejak sebelum kenabian. Dalilnya adalah hadits di atas. Padahal saat itu, telanjang bukanlah suatu tindakan yang dibenci masyarakat jahiliyah.Bahkan mereka melakukan ibadah thawaf pun dalam keadaan telanjang.
Peletakan Hajar Aswad
Masing-masing suku Quraisy merenovasi bagian yang menjadi kewajibannya dengan baik, dan tidak timbul permasalahan. Hingga sampai pada taraf peletakan kembali Hajar Aswad ke tempatnya, masing-masing kabilah berebut dan merasa berhak untuk meletakkannya.
Perdebatan tak bisa dihindari, hampir saja menimbulkan pertikaian dan berkobarnya api peperangan di antara mereka. Bahkan mereka bertekad mempertahankan masalah yang dianggap hak mereka ini sampai titik darah penghabisan.
Dalam keadaan genting ini, Allah Ta’ala mengilhamkan solusi terbaik kepada salah seorang di antara mereka, yaitu Abu Umayyah bin al Mughirah al Makhzumi, ayah Ummu Salamah . Yang akhirnya mereka bersepakat, perlunya seseorang menjadi penengah dalam perselisihan ini.
Siapakah orang yang ditunjuk? Mereka membuat kesepakatan, yang menjadi penengah dalam perselisihan yang sedang mereka hadapi adalah, seseorang yang pertama kali masuk melalui pintu Bani Syaibah (yang sekarang disebut Babussalam). Orang inilah yang nantinya memutuskan perkara mereka.
Kemudian Rasulullah masuk melalui pintu Bani Syaibah. Dalam riwayat Imam Ahmad, mereka mengatakan : “Al Amin, (orang yang terpercaya, maksudnya Muhammad) telah datang kepada kalian,” lalu mereka menceritakan permasalahan yang sedang diperselisihkan.
Setelah itu, Rasulullah meminta kain. Beliau pun mengangkat Hajar Aswad dan diletakkan di bagian tengah kain. Beliau memerintahkan kepada kelompok (yang berselisih) untuk mengangkat ujung-ujung kain. Mereka pun mengangkatnya.
Setelah sampai pada tempatnya Rasulullah mengangkat Hajar Aswad dan meletakkannya di tempatnya. Dengan cara ini Rasulullah telah memberikan solusi terbaik.
Sebuah solusi yang adil, melegakan masing-masing kabilah dan menghindarkan mereka dari perang saudara. Tentang hal ini, Akram Dhiya` al Umari dalam "As Siratun Nabawiyatus Shahihah" mengatakan, bahwa peristiwa renovasi Kakbah telah menyingkap kedudukan Nabi di hadapan Quraisy. Mereka telah menjadikannya sebagai hakim, dan menyebutnya dengan gelar al Amin (orang yang terpercaya).
Dalam merenovasi Kakbah, kaum Quraisy tidak mampu mengembalikan sesuai dengan aslinya sebagaimana yang dibangun oleh Nabi Ibrahim Alaihissallam. Mereka tidak memasukkan al Hijr (Hijr Ismail) dalam lingkup Kakbah, padahal sebelumnya Hijr Ismail masuk dalam bagiannya.
Oleh karena itu, ketika thawaf, harus melewati bagian luar Hijr Ismail. Di samping tidak memasukkan Hijr Ismail, kaum Quraisy juga hanya membuat satu pintu bagi Kakbah, yaitu di sebelah timur. Pintu itu dibuat agak tinggi, sehingga tidak sembarang orang bisa masuk. Yang menjadi penyebab ketidakmampuan orang-orang Quraisy merenovasi Kakbah, karena mereka tertimpa krisis ekonomi.
Hingga pada saatnya, pada masa kenabian, Kakbah direnovasi kembali. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah Ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
لَوْلَا حِدْثَانُ قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ وَجَعَلْتُ لَهَا بَابًا شَرْقِيًّا وَبَابًا غَرْبِيًّا وَأَدْخَلْتُ فِيْهَا الْحِجْرَ …
kalau seandainya kaummu tidak baru lepas dari kekufuran, maka sungguh aku telah mengubah Kakbah, dan aku akan membuat pintu timur dan barat, dan aku akan memasukkan al Hijr ke dalam lingkup Kakbah.
Berdasarkan hadits ini, Ibnu Zubair Ra merenovasi Kakbah sebagaimana petunjuk Rasulullah SAW. Dia membuatnya indah dan ukurannya sama persis dengan yang dibuat Nabi Ibrahim Alaihissallam .
Ketika Kakbah dibangun (kembali), Rasulullah SAW dan pamannya, al ‘Abbas ikut serta mengangkat batu. Al ‘Abbas berkata kepada Nabi: “Taruhlah sarungmu di atas pundakmu, agar ia menjagamu dari (goresan) batu.” Maka Rasulullah melakukannya. (Namun tiba-tiba) Beliau tersungkur ke tanah (pingsan). Mata Beliau memandang ke langit.
Saat tersadar, beliau berkata : “Sarungku, sarungku!” Maka al Abbas menutupkan sarungnya lagi. [HR Imam Bukhari dalam al Manaqib; dan Imam Muslim, al Haidh, bab al I’tina’ bi Hifzhil Aurat, no. 769].
Hadits ini juga dijadikan sebagai pijakan para ulama untuk membuktikan, bahwa Rasulullah SAW terpelihara dari perbuatan-perbuatan dosa besar sejak sebelum kenabian. Dalilnya adalah hadits di atas. Padahal saat itu, telanjang bukanlah suatu tindakan yang dibenci masyarakat jahiliyah.Bahkan mereka melakukan ibadah thawaf pun dalam keadaan telanjang.
Peletakan Hajar Aswad
Masing-masing suku Quraisy merenovasi bagian yang menjadi kewajibannya dengan baik, dan tidak timbul permasalahan. Hingga sampai pada taraf peletakan kembali Hajar Aswad ke tempatnya, masing-masing kabilah berebut dan merasa berhak untuk meletakkannya.
Perdebatan tak bisa dihindari, hampir saja menimbulkan pertikaian dan berkobarnya api peperangan di antara mereka. Bahkan mereka bertekad mempertahankan masalah yang dianggap hak mereka ini sampai titik darah penghabisan.
Dalam keadaan genting ini, Allah Ta’ala mengilhamkan solusi terbaik kepada salah seorang di antara mereka, yaitu Abu Umayyah bin al Mughirah al Makhzumi, ayah Ummu Salamah . Yang akhirnya mereka bersepakat, perlunya seseorang menjadi penengah dalam perselisihan ini.
Siapakah orang yang ditunjuk? Mereka membuat kesepakatan, yang menjadi penengah dalam perselisihan yang sedang mereka hadapi adalah, seseorang yang pertama kali masuk melalui pintu Bani Syaibah (yang sekarang disebut Babussalam). Orang inilah yang nantinya memutuskan perkara mereka.
Kemudian Rasulullah masuk melalui pintu Bani Syaibah. Dalam riwayat Imam Ahmad, mereka mengatakan : “Al Amin, (orang yang terpercaya, maksudnya Muhammad) telah datang kepada kalian,” lalu mereka menceritakan permasalahan yang sedang diperselisihkan.
Setelah itu, Rasulullah meminta kain. Beliau pun mengangkat Hajar Aswad dan diletakkan di bagian tengah kain. Beliau memerintahkan kepada kelompok (yang berselisih) untuk mengangkat ujung-ujung kain. Mereka pun mengangkatnya.
Setelah sampai pada tempatnya Rasulullah mengangkat Hajar Aswad dan meletakkannya di tempatnya. Dengan cara ini Rasulullah telah memberikan solusi terbaik.
Sebuah solusi yang adil, melegakan masing-masing kabilah dan menghindarkan mereka dari perang saudara. Tentang hal ini, Akram Dhiya` al Umari dalam "As Siratun Nabawiyatus Shahihah" mengatakan, bahwa peristiwa renovasi Kakbah telah menyingkap kedudukan Nabi di hadapan Quraisy. Mereka telah menjadikannya sebagai hakim, dan menyebutnya dengan gelar al Amin (orang yang terpercaya).
Dalam merenovasi Kakbah, kaum Quraisy tidak mampu mengembalikan sesuai dengan aslinya sebagaimana yang dibangun oleh Nabi Ibrahim Alaihissallam. Mereka tidak memasukkan al Hijr (Hijr Ismail) dalam lingkup Kakbah, padahal sebelumnya Hijr Ismail masuk dalam bagiannya.
Oleh karena itu, ketika thawaf, harus melewati bagian luar Hijr Ismail. Di samping tidak memasukkan Hijr Ismail, kaum Quraisy juga hanya membuat satu pintu bagi Kakbah, yaitu di sebelah timur. Pintu itu dibuat agak tinggi, sehingga tidak sembarang orang bisa masuk. Yang menjadi penyebab ketidakmampuan orang-orang Quraisy merenovasi Kakbah, karena mereka tertimpa krisis ekonomi.
Hingga pada saatnya, pada masa kenabian, Kakbah direnovasi kembali. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah Ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
لَوْلَا حِدْثَانُ قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ وَجَعَلْتُ لَهَا بَابًا شَرْقِيًّا وَبَابًا غَرْبِيًّا وَأَدْخَلْتُ فِيْهَا الْحِجْرَ …
kalau seandainya kaummu tidak baru lepas dari kekufuran, maka sungguh aku telah mengubah Kakbah, dan aku akan membuat pintu timur dan barat, dan aku akan memasukkan al Hijr ke dalam lingkup Kakbah.
Berdasarkan hadits ini, Ibnu Zubair Ra merenovasi Kakbah sebagaimana petunjuk Rasulullah SAW. Dia membuatnya indah dan ukurannya sama persis dengan yang dibuat Nabi Ibrahim Alaihissallam .