Ramadhan Bulan Berjihad dari Keburukan untuk Menciptakan Perdamaian
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bulan Ramadhan menjadi latihan bagi umat Islam untuk membersihkan diri dari keburukan dengan menahan diri dari hawa nafsu negatif yang membatalkan puasa semata dan perbuatan lain yang merusak harmoni sosial.
Karena itu, Ramadhan adalah bulan yang tepat untuk berjihad menahan diri dari keburukan sehingga dapat menciptakan perdamaian.
“Ramadhan adalah momen yang tepat yang harus kita maksimalkan untuk hal positif, baik itu berkaitan dengan ibadah agama, maupun untuk lingkungan dan komunitas kita. Dalam berpuasa itu kita jihad menahan diri, tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga menahan diri dari hal atau perbuatan negatif,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) H Denny Sanusi BA di Jakarta dikutip Minggu (3/4/22).
Ia melanjutkan, bulan suci Ramadhan adalah bulan mulia yang dapat dimanfaatkan umat untuk menebar kebaikan. Juga menjadi ajang berbagi serta melatih kepekaan sosial baik kepekaan terhadap kondisi sekitar, maupun peka terhadap narasi radikal yang tersebar di dunia maya.
“Kita bisa manfaatkan kepada hal-hal positif di bulan yang mulia ini. Dengan dakwah bil-hal, kita bisa menerapkan bakti sosial, dalam konteks untuk membantu saudara kita yang membutuhkan, proaktif terhadap konten negatif radikal, berlomba-lomba berbuat kebaikan,” ungkap Denny.
Dewasa ini, lanjut dia, sebaran konten negatif radikal yang semakin masif melalui produksi hoaks, hatespeech dan fitnah yang mengganggu ketentraman dan mengancam keutuhan persatuan bangsa.
“Sekaligus ada sebuah peningkatan, saat ini memang konten negatif tetap beredar di sekeliling kita, mereka yang sudah tercuci otak ini (kelompok radikal) tidak peduli akan hadirnya bulan Ramadhan. Kita yang harus proaktif,” jelasnya.
Menurutnya, akan menjadi serius dikemudian hari jika media tetap dibiarkan diisi oleh kelompok radikal. Masyarakat akan menjadi lebih percaya terhadap berita hoaks, jika kelompok moderat tidak mengambil peran, tentunya hal ini sangat mengancam kehidupan harmonis bangsa.
“Kalau diam, nanti media mereka kuasai dan akhirnya masyarakat terbiasa menelan berita yang mereka propagandakan, nah itu berbahaya, nanti masyarakat akan percaya kepada berita itu,” tegas Denny.
Sekretaris Jenderal Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) ini mendorong agar di bulan suci Ramadhan selain memperbanyak ibadah kepada Allah SWT, umat juga dapat berperan dalam melawan sebaran narasi radikal intoleran di media. Caranya menggnakan kemampuan dan keahliannya masing-masing.
“Harus masif dan militan melawan kelompok mereka, jika mereka menyerang dengan konten maka kita serang kembali dengan konten, sesuai maqomnya kalau jaman sekarang in. Kalau mereka menyerang melalui media kita serang balik melalui media,” tegas Denny.
Dengan cara tersebut, Denny optimistis konten berimbang yang berisi konten keagamaan maupun konten positif lainnya dapat menutup ruang narasi kelompok radikal.
“Maka kita harus imbangi dengan konten positing yang berhubungan dengan agama dan sebagainya. Jangan diam saja karena mereka ini sebenarnya menyebarkan konten atau narasi kecil namun karna mereka kompak maka ini menjadi besar, maka kita kerahkan semua lini untuk menyampaikan hal yang positif,” tandasnya.
Ia juga menyinggung peran pemerintah beserta segenap tokoh agama untuk bisa memanfaatkan momen Ramadhan sebagai wadah untuk memasifkan upaya pencegahan radikalisme. Hal itu dengan mengusung aksi konkrit demi mengusung tahun 2022 sebagai tahun toleransi yang penuh perdamaian dan tahun tahun berikutnya.
“Bukti konkritnya adalah kita lakukan ceramah, tabligh akbar, seminar atau workshop misalnya. Lalu kita mengimbau kepada para tokoh agama agar juga harus masif dan militan melawan kelompok mereka. Kita isi tahun ini dengan hal positif, bagaimana menyongsong tahun berikutnya sebagai tahun harapan kita. Kita wajib membantu pemerintah,” ujarnya.
Seperti halnya apa yang dilakukan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) dalam mewujudkan perdamaian dan harmoni sosial masyarakat dengan aksi nyata memberikan pengertian sekaligus mencontohkan kepada masyarakat untuk melakukan hal-hal positif.
“Kita bergerak untuk memberikan pengertian sekaligus mencontohkan kepada masyarakat untuk melakukan hal-hal positif, sesuai maqom dan kemampuan kita masing-masing, sebagai bentuk kewajiban PITI membantu pemerintah,” ungkapnya.
Terakhir, Denny berpesan kepada masyarakat agar mampu menahan dan mengendalikan diri untuk menyikapi berbagai hal yang terjadi khususnya fenomena hoaks dan hatespeech di dunia maya demi membangun kehidupan yang harmonis dan saling bertoleransi.
“Mari kita sibukkan diri dengan segala sesuatu yang positif yaitu menyiukkan diri dengan amalan agama atau segala sesuatu yang berhubungan dengan nasihat agama, syiar agama sehingga tidak ada ruang untuk kita mendengar hal hal yang negatif,” pungkasnya.
Karena itu, Ramadhan adalah bulan yang tepat untuk berjihad menahan diri dari keburukan sehingga dapat menciptakan perdamaian.
Baca Juga
“Ramadhan adalah momen yang tepat yang harus kita maksimalkan untuk hal positif, baik itu berkaitan dengan ibadah agama, maupun untuk lingkungan dan komunitas kita. Dalam berpuasa itu kita jihad menahan diri, tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga menahan diri dari hal atau perbuatan negatif,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) H Denny Sanusi BA di Jakarta dikutip Minggu (3/4/22).
Ia melanjutkan, bulan suci Ramadhan adalah bulan mulia yang dapat dimanfaatkan umat untuk menebar kebaikan. Juga menjadi ajang berbagi serta melatih kepekaan sosial baik kepekaan terhadap kondisi sekitar, maupun peka terhadap narasi radikal yang tersebar di dunia maya.
“Kita bisa manfaatkan kepada hal-hal positif di bulan yang mulia ini. Dengan dakwah bil-hal, kita bisa menerapkan bakti sosial, dalam konteks untuk membantu saudara kita yang membutuhkan, proaktif terhadap konten negatif radikal, berlomba-lomba berbuat kebaikan,” ungkap Denny.
Dewasa ini, lanjut dia, sebaran konten negatif radikal yang semakin masif melalui produksi hoaks, hatespeech dan fitnah yang mengganggu ketentraman dan mengancam keutuhan persatuan bangsa.
“Sekaligus ada sebuah peningkatan, saat ini memang konten negatif tetap beredar di sekeliling kita, mereka yang sudah tercuci otak ini (kelompok radikal) tidak peduli akan hadirnya bulan Ramadhan. Kita yang harus proaktif,” jelasnya.
Baca Juga
Menurutnya, akan menjadi serius dikemudian hari jika media tetap dibiarkan diisi oleh kelompok radikal. Masyarakat akan menjadi lebih percaya terhadap berita hoaks, jika kelompok moderat tidak mengambil peran, tentunya hal ini sangat mengancam kehidupan harmonis bangsa.
“Kalau diam, nanti media mereka kuasai dan akhirnya masyarakat terbiasa menelan berita yang mereka propagandakan, nah itu berbahaya, nanti masyarakat akan percaya kepada berita itu,” tegas Denny.
Sekretaris Jenderal Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) ini mendorong agar di bulan suci Ramadhan selain memperbanyak ibadah kepada Allah SWT, umat juga dapat berperan dalam melawan sebaran narasi radikal intoleran di media. Caranya menggnakan kemampuan dan keahliannya masing-masing.
“Harus masif dan militan melawan kelompok mereka, jika mereka menyerang dengan konten maka kita serang kembali dengan konten, sesuai maqomnya kalau jaman sekarang in. Kalau mereka menyerang melalui media kita serang balik melalui media,” tegas Denny.
Dengan cara tersebut, Denny optimistis konten berimbang yang berisi konten keagamaan maupun konten positif lainnya dapat menutup ruang narasi kelompok radikal.
“Maka kita harus imbangi dengan konten positing yang berhubungan dengan agama dan sebagainya. Jangan diam saja karena mereka ini sebenarnya menyebarkan konten atau narasi kecil namun karna mereka kompak maka ini menjadi besar, maka kita kerahkan semua lini untuk menyampaikan hal yang positif,” tandasnya.
Ia juga menyinggung peran pemerintah beserta segenap tokoh agama untuk bisa memanfaatkan momen Ramadhan sebagai wadah untuk memasifkan upaya pencegahan radikalisme. Hal itu dengan mengusung aksi konkrit demi mengusung tahun 2022 sebagai tahun toleransi yang penuh perdamaian dan tahun tahun berikutnya.
“Bukti konkritnya adalah kita lakukan ceramah, tabligh akbar, seminar atau workshop misalnya. Lalu kita mengimbau kepada para tokoh agama agar juga harus masif dan militan melawan kelompok mereka. Kita isi tahun ini dengan hal positif, bagaimana menyongsong tahun berikutnya sebagai tahun harapan kita. Kita wajib membantu pemerintah,” ujarnya.
Seperti halnya apa yang dilakukan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) dalam mewujudkan perdamaian dan harmoni sosial masyarakat dengan aksi nyata memberikan pengertian sekaligus mencontohkan kepada masyarakat untuk melakukan hal-hal positif.
“Kita bergerak untuk memberikan pengertian sekaligus mencontohkan kepada masyarakat untuk melakukan hal-hal positif, sesuai maqom dan kemampuan kita masing-masing, sebagai bentuk kewajiban PITI membantu pemerintah,” ungkapnya.
Terakhir, Denny berpesan kepada masyarakat agar mampu menahan dan mengendalikan diri untuk menyikapi berbagai hal yang terjadi khususnya fenomena hoaks dan hatespeech di dunia maya demi membangun kehidupan yang harmonis dan saling bertoleransi.
“Mari kita sibukkan diri dengan segala sesuatu yang positif yaitu menyiukkan diri dengan amalan agama atau segala sesuatu yang berhubungan dengan nasihat agama, syiar agama sehingga tidak ada ruang untuk kita mendengar hal hal yang negatif,” pungkasnya.
(shf)