Urusan Pusar ke Bawah Sampai Cara Membagi Telur Gaya Abu Nawas
loading...
A
A
A
Abu Nawas adalah pujangga Arab dan merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M). (
Pagi itu, Baginda Raja mendadak kangen dengan si cerdik Abu Nawas. Biasanya Baginda tinggal memerintahkan pegawai istana untuk menjemput atau memanggil karibnya itu. Ini kali tidak begitu. Baginda Raja ingin mendatangi rumah Abu Nawas. Lagi pula selain ke rumah Abu Nawas, Baginda juga kepingin melihat-lihat kondisi kota.
"Wahai pengawal, hari ini aku ingin ke rumah Abu Nawas dan jalan-jalan di kota. Sekarang juga kamu ambil kuda yang terbaik, " titah Raja Harun Ar-Rasyid.
Pengawal itu pun meminta penjaga kuda kesayangan Baginda Raja yaitu kuda yang berwarna putih nan gagah.
( )
Setelah kuda putih itu siap, Baginda Raja langsung menungganginya. Dengan gagah, Baginda Raja memasuki kota.
Tak butuh waktu lama untuk mencapai rumah Abu Nawas. Rupanya, Abu Nawas juga sudah mendapatkan bocoran jika Baginda Raja akan ke rumahnya. Ia pun keluar menyambut raja.
Baca juga: Kisah Bijak Para Sufi: Tuan Rumah dan Tamu
Tak lupa Abu Nawas juga ingin membuat hal yang berkesan bagi Baginda Raja. Ia keluar rumah dengan melilitkan handuk di kepalanya. Si Cerdik ini duduk di pinggir jalan depan rumahnya. Raja tersenyum melihat tingkah Abu Nawas.
"Sedang apa kau, Abu Nawas?"
"Saya bukan Abu Nawas, saya dewa bumi," jawab Abu Nawas dengan suara dibesar-besarkan. Dia duduk membatu seperti arca. Tangannya dilipat di dada.
Baginda Raja tak mau kalah. Ini Abu Nawas mau bikin masalah, pikirnya.
"Nah, lantaran kamu dewa bumi," ujar Raja. "Tentunya kamu bisa membesarkan mata prajuritku yang sipit ini. Kalau kamu tidak bisa, kamu akan dihukum pancung," kata Raja dengan suara yang juga dibuat-buat menakutkan.
Abu Nawas terkekeh. "Baginda keliru memberi tugas kepada dewa bumi. Tugas seperti itu mestinya diberikan kepada dewa langit. Dialah yang mengurus segala masalah dari pusar ke atas," jawab Abu Nawas tangkas.
"Terus, urusan dewa bumi apa?" tanya Baginda.
Baca juga: Abu Nawas dan Enam Ekor Lembu Berjenggot yang Pandai Bicara
"Jika Baginda meminta pertolongan kepadaku, urusanku adalah segala yang berkaitan dengan bagian pusar ke bawah," jawab Abu Nawas.
Baginda tersenyum dengan kecerdikan Abu Nawas. Selanjutnya Abu Nawas mempersilakan Baginda masuk ke rumahnya yang tidak begitu besar. Para pengawal Baginda Raja menunggu di halaman. "Silakan masuk Baginda," kata Abu Nawas.
Obrolan pun berlanjut di dalam rumah Abu Nawas. Baginda tampak senang pagi itu. Beberapa kali terdengar suara derai tawanya. "Abu, datanglah ke istana nanti sore. Kita sambung obrolan ini di sana," ajak Baginda Raja kemudian pamit.
Sorenya, Abu Nawas sudah nongol di istana. Kebetulan Baginda Raja sedang duduk dengan permaisuri di meja makan. Abu Nawas pun bergabung di meja itu.
"Abu," ujar Baginda Raja. "Di piring itu ada lima butir telur. Bagi secara adil dan rata telur itu kepada kita bertiga. Kamu, saya, dan permaisuri. Tidak boleh dipecah," titah Baginda.
Mata Abu Nawas langsung tertuju ke arah lima butir telur di dalam piring. "Bagaimana bisa 5 butir telur dibagi tiga secara rata tanpa boleh dipecah?" pikir Abu Nawas.
"Abu, ayo lakukan," desak Baginda Raja.
Abu Nawas tersenyum. Kemudian ia mengambil lima butir telur tersebut dan berkata, "Yang Mulia, ini sebutir untuk Baginda sebab Baginda sudah mempunyai dua butir. Saya juga sebutir. Sedangkan yang tiga butir ini untuk permaisuri, sebab dia tidak punya sebutir pun di bawahnya."
Baginda Raja sempat tertegun. Sejurus kemudian tertawa ngakak setelah mengerti maksud perkataan Abu Nawas. Jawaban Abu Nawas itu menggembirakan hati Baginda Raja. Dasar dewa urusan bagian pusar ke bawah. ( )
Pagi itu, Baginda Raja mendadak kangen dengan si cerdik Abu Nawas. Biasanya Baginda tinggal memerintahkan pegawai istana untuk menjemput atau memanggil karibnya itu. Ini kali tidak begitu. Baginda Raja ingin mendatangi rumah Abu Nawas. Lagi pula selain ke rumah Abu Nawas, Baginda juga kepingin melihat-lihat kondisi kota.
"Wahai pengawal, hari ini aku ingin ke rumah Abu Nawas dan jalan-jalan di kota. Sekarang juga kamu ambil kuda yang terbaik, " titah Raja Harun Ar-Rasyid.
Pengawal itu pun meminta penjaga kuda kesayangan Baginda Raja yaitu kuda yang berwarna putih nan gagah.
( )
Setelah kuda putih itu siap, Baginda Raja langsung menungganginya. Dengan gagah, Baginda Raja memasuki kota.
Tak butuh waktu lama untuk mencapai rumah Abu Nawas. Rupanya, Abu Nawas juga sudah mendapatkan bocoran jika Baginda Raja akan ke rumahnya. Ia pun keluar menyambut raja.
Baca juga: Kisah Bijak Para Sufi: Tuan Rumah dan Tamu
Tak lupa Abu Nawas juga ingin membuat hal yang berkesan bagi Baginda Raja. Ia keluar rumah dengan melilitkan handuk di kepalanya. Si Cerdik ini duduk di pinggir jalan depan rumahnya. Raja tersenyum melihat tingkah Abu Nawas.
"Sedang apa kau, Abu Nawas?"
"Saya bukan Abu Nawas, saya dewa bumi," jawab Abu Nawas dengan suara dibesar-besarkan. Dia duduk membatu seperti arca. Tangannya dilipat di dada.
Baginda Raja tak mau kalah. Ini Abu Nawas mau bikin masalah, pikirnya.
"Nah, lantaran kamu dewa bumi," ujar Raja. "Tentunya kamu bisa membesarkan mata prajuritku yang sipit ini. Kalau kamu tidak bisa, kamu akan dihukum pancung," kata Raja dengan suara yang juga dibuat-buat menakutkan.
Abu Nawas terkekeh. "Baginda keliru memberi tugas kepada dewa bumi. Tugas seperti itu mestinya diberikan kepada dewa langit. Dialah yang mengurus segala masalah dari pusar ke atas," jawab Abu Nawas tangkas.
"Terus, urusan dewa bumi apa?" tanya Baginda.
Baca juga: Abu Nawas dan Enam Ekor Lembu Berjenggot yang Pandai Bicara
"Jika Baginda meminta pertolongan kepadaku, urusanku adalah segala yang berkaitan dengan bagian pusar ke bawah," jawab Abu Nawas.
Baginda tersenyum dengan kecerdikan Abu Nawas. Selanjutnya Abu Nawas mempersilakan Baginda masuk ke rumahnya yang tidak begitu besar. Para pengawal Baginda Raja menunggu di halaman. "Silakan masuk Baginda," kata Abu Nawas.
Obrolan pun berlanjut di dalam rumah Abu Nawas. Baginda tampak senang pagi itu. Beberapa kali terdengar suara derai tawanya. "Abu, datanglah ke istana nanti sore. Kita sambung obrolan ini di sana," ajak Baginda Raja kemudian pamit.
Sorenya, Abu Nawas sudah nongol di istana. Kebetulan Baginda Raja sedang duduk dengan permaisuri di meja makan. Abu Nawas pun bergabung di meja itu.
"Abu," ujar Baginda Raja. "Di piring itu ada lima butir telur. Bagi secara adil dan rata telur itu kepada kita bertiga. Kamu, saya, dan permaisuri. Tidak boleh dipecah," titah Baginda.
Mata Abu Nawas langsung tertuju ke arah lima butir telur di dalam piring. "Bagaimana bisa 5 butir telur dibagi tiga secara rata tanpa boleh dipecah?" pikir Abu Nawas.
"Abu, ayo lakukan," desak Baginda Raja.
Abu Nawas tersenyum. Kemudian ia mengambil lima butir telur tersebut dan berkata, "Yang Mulia, ini sebutir untuk Baginda sebab Baginda sudah mempunyai dua butir. Saya juga sebutir. Sedangkan yang tiga butir ini untuk permaisuri, sebab dia tidak punya sebutir pun di bawahnya."
Baginda Raja sempat tertegun. Sejurus kemudian tertawa ngakak setelah mengerti maksud perkataan Abu Nawas. Jawaban Abu Nawas itu menggembirakan hati Baginda Raja. Dasar dewa urusan bagian pusar ke bawah. ( )
(mhy)