7 Adab Merayakan Idul Fitri

Rabu, 04 Mei 2022 - 18:59 WIB
loading...
7 Adab Merayakan Idul Fitri
Setidaknya ada 7 adab dalam merayakan idul fitri. Foto/Ilustrasi: Okezone
A A A
Di Indonesia idul fitri dikenal sebagai lebaran . Lebaran berasal dari akar kata lebar yang maknanya tentu agar di hari raya kita harus berdada lebar (lapang dada). Sifat lapang dada untuk meminta dan sekaligus memberi maaf (al-‘afwu: menghapus, yakni menghapus kesalahan) kepada sesama.

Sebagai manusia yang memiliki potensi untuk berbuat salah dan khilaf, maka saatnya kita menyadari kesalahan dan berusaha kembali ke fitrah dengan cara memperbaiki hubungan sesama (human relations) secara baik.



Hari raya Idul Fitri merupakan momentum untuk menyempurnakan hubungan vertikal dengan Allah (hablun minallah) dan secara horizontal membangun hubungan sosial yang baik (hablun minnannas). Dengan begitu, terbentuklah garis plus tanda positif (+) dari persinggungan antara yang vertikal dan horizontal.

Sedangkan Idul Fitri , menurut Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc MAg dalam "Bekal Ramadhan dan Idul Fithri" merupakan gabungan dua kata id (عيد ) dan fithr (فطر ). Id itu pada asalnya pecahan dari kata al-aud berarti kembali yang juga bisa berarti berulang karena terjadinya bukan hanya sekali tapi berulang-ulang, sedangkan kata fithr berarti makan atau berbuka. Sehingga gabungan dari dua kata ini berarti kembali makan atau kembali berbuka setelah satu bulan lamanya berpuasa di bulan Ramadhan.

Walaupun ada sebagian orang yang memaknainya dengan kembali fitrah (suci) atas dasar bahwa fithr diartikan dengan fitrah. Hal demikian boleh juga dibenarkan sebagai doa dan harapan yang dijanjikan oleh Allah SWT melalui sabda baginda Rasulullah SAW.

Abi Hurairah meriwayatkan, bahwa Nabi bersabda:

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحّ

‘Shaum/puasa itu ialah pada hari kamu berpuasa, dan Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka. Dan Adha itu ialah pada hari kamu menyembelih hewan’.” (Hadits Shahih Riwayat At-Tirmidzi)



Anas bin Malik, dia berkata, “ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam datang ke Madinah, sedangkan penduduk Madinah mempunyai dua hari raya yang selalu mereka rayakan. Beliau bertanya, “Dua hari raya apakah ini?" Mereka menjawab “Kami merayakannya pada masa jahiliyah.’ Beliau bersabda, ‘Allah telah mengganti dua hari raya ini dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu ‘Idul Adlha dan ‘Idul Fithri.” (HR. Abu Dawud, No:1134, An Nasa’I No:1557, Ahmad 3/103,178,235,250.)

Lalu bagaimana adab seorang muslim dalam merayakan hari nan fitri ini?

Pertama, seorang muslim seyogyanya betul-betul memperhatikan hari ied ini; membersihkan badan dengan mandi dan memakai wangi-wangian.

Sekelompok ulama menganggap bahwa perbuatan tersebut adalah sunnah. Al Fakih bin Sa’d --ia seorang sahabat Nabi-- berkata, “Rasulullah selalu mandi di hari idulfitri, iduladlha dan hari Arafah.” dan Al Fakih sendiri selalu memerintahkan keluarganya untuk mandi pada hari-hari itu. (HR. Ibnu Majah, 1306). Dan diceritakan dari Ibnu Umar bahwa beliau mandi sebelum pergi menghadiri shalat ied (Muwaththa’ Malik: 1/189)

Kedua, mengenakan pakaian paling bagus yang dimiliki. Dan diceritakan dari Ibnu Umar bahwa dia memakai pakaiannya yang paling indah pada dua hari raya. (Sunan Al-Baihaqi: 3/281)

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Dan Nabi memakai pakaian yang paling indah pada dua hari raya, maka beliau memiliki pakaian khusus yang dipakainya pada dua hari raya dan hari Jum’at.” (Zadul Ma’ad: 1/441)



Ketiga, makan sebelum salat Id. Dianjurkan sebelum keluar menuju tempat salat Id untuk menyantap beberapa biji kurma dengan jumlah yang ganjil, baik tiga biji, atau lima atau tujuh biji.

Dari Anas ra berkata: Rasulullah saw tidak keluar pada pagi hari idul fitri sehingga beliau dari rumah sampai tiba di tempat salat dan imam hadir untuk mengimami salat.memakan beberapa biji kurma dan beliau memakannya dalam jumlah yang ganjil. (Shahih Bukhari: 1/302 no: 953)

Keempat, bertakbir sejak keluar dari rumahnya menuju tempat salat sehingga imam memasuki tempat salat. Dan takbir ini disyari’atkan berdasarkan kesepakatan ulama empat mazhab. Berjalan kaki ke tempat salat dan pergi pulang lewat jalan yang berbeda.

Dianjurkan untuk mendatangi tempat salat dengan berjalan kaki. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Hisyam bin ‘Ammar bahwa Rasulullah berangkat menuju salat id dengan berjalan, demikian juga ketika kembali. (HR. Ibnu Majah, 1284)

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, “Pada hari ied beliau pulang pergi lewat jalan yang berbeda.” (Bukhari 986, Baihaqi 3/308)

Ini adalah pendapat jumhur ulama, Imam Malik dan Syafi’i. (Salsabil fi ma’rifati dalil, 2/32, Al Majmu’ 5/15)



Kelima, saling mengucapkan ucapan selamat. Muhammad bin Ziad berkata, “Saya bersama abi Umamah Al Bahiliy dan yang lainnya dari para sahabat Rasulullah, maka apabila mereka pulang dari salat ied, mereka saling mengucapkan:

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ

“Semoga Allah menerima amal kita dan amalmu semua” (Ahmad berkata, “Isnadnya bagus”)

Keenam, setelah menunaikan salat subuh dianjurkan segera pergi ke tempat salat walaupun matahari belum terbit, kecuali imam. Ini adalah pendapat Hanafi, Syafi’i da Hambali. Sedangkan menurut Madzhab Malikyah disunnahkan setelah terbitnya fajar. (Fiqih ‘ala Madzahil Arba’ah 1/318)

Ketujuh, hendaknya menampakkan wajah yang berseri-seri penuh kebahagiaan kepada siapa saja yang ditemuinya dari orang-orang mukmin. (Fiqih ‘ala Madzahil Arba’ah 1/318)

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6161 seconds (0.1#10.140)