Shafura Muslimah Pemalu, Santun dan Bisa Menjaga Diri
loading...
A
A
A
Ayahnya pun setuju untuk mempekerjakan Musa. Ia kemudian meminta Shafura untuk memanggil si pria penolong yang dimaksud putrinya. Shafura bergegas mencari pria yang tadi menolongnya dan membuatnya terpesona. Ketika di hadapan Nabi Musa, Shafura pun berjalan malu-malu dan menutup wajah dengan lengan jubahnya.
Kisah Cinta dan Pernikahan Shafura
Berjalanlah Shafura dan Musa ke rumah Yatsra. Jarak antara mata air dan rumahnya sekitar tiga mil. Jarak tersebut sangat cukup membuat wanita dan pria terfitnah satu sama lain jika jalan berdua. Namun baik Shafura dan Nabi Musa adalah orang “pilihan”. Mereka memiliki keimanan dan kesalehan yang kuat. Shafura adalah wanita ‘iffah yang menjaga dirinya. Pun dengan Musa, calon utusan-Nya.
Shafura berjalan terlebih dahulu agar Musa berjalan jauh di belakangnya. Namun kemudian Nabi Musa takut terfitnah jika melihat wanita di hadapannya. Sang nabi lantas berkata, “Berjalanlah di belakangku. Kalau aku menjauh dari jalan yang seharusnya, lemparkanlah kerikil kepadaku agar aku mengetahui jalan yang benar dan bisa mengambil arah dengannya.”
Riwayat lain menyebutkan, Nabi Musa berkata kepada Shafura, “Berjalanlah di belakangku. Aku ini laki-laki Ibrani, tidak boleh menatap bagian belakang perempuan. Tunjukkan kepadaku jalan, ke kanan atau ke kiri.”
Demikianlah keduanya berjalan tanpa berduaan dan jauh dari fitnah, hingga tiba di tempat tujuan. Di sana, sang ayah, Yatsra sudah siap menyambut pria yang dielu-elukan putrinya. Sambutan hangat diterima Nabi Musa meski statusnya sebagai pria asing yang tak diketahui asal muasalnya.
Nabi Musa pun kemudian mengenalkan diri dan mengisahkan ringkas apa yang ia alami. Nabiyullah menceritakan kisahnya di Mesir dan alasannya berhijrah hingga singgah di Negeri Madyan. Betapa bahagianya Nabi Musa ketika Yatsra berkata, “Janganlah engkau takut, karena engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.”
Makanan lezat pun kemudian dihidangkan kepada Musa. Namun Nabi Musa menolaknya karena ia tak mengharapkan imbalan apapun dari bantuannya memberi minum ternak. Padahal saat itu, Nabi Musa amat sangat lapar. Beliau pergi dari Mesir tanpa bekal apapun. Selama perjalanan jalan kaki hingga Madyan (wilayah di antara Yordania dan Palestina), sang nabi hanya makan sayur dan dedaunan. Kelelahannya jelas nampak dari penampilan sang nabi Bani Israil tersebut.
Yatsra pun makin kagum dengan sosok pemuda di hadapannya. Ia pun berkata kepada Musa bahwa hidangan tersebut bukanlah upah, melainkan jamuan untuk memuliakan tamu. Nabi Musa pun akhirnya bersedia menyantap jamuan yang dihidangkan. (Baca juga : Inilah Hadis-hadis Tentang Pernikahan yang Perlu Diketahui )
Setelah bercakap-cakap, ayah Shafura pun kemudian berkata kepada Nabi Musa, “Sesungguhnya aku ingin menikahkanmu dengan salah satu dari kedua putriku ini, atas dasar engkau bersedia bekerja kepadaku selama delapan tahun. Apabila engkau menyempurnakan menjadi sepuluh tahun, itu adalah kebaikan darimu. Aku tidak ingin memberatimu. Dan engkau, insya Allah, akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (QS. Al Qashash: 27)
Masya Allah, kisah Shafura dan Nabi Musa begitu indah. Nabi Musa menerima tawaran itu dan menikahi Shafura. Selama 10 tahun, Nabi Musa pun tinggal di Negeri Madyan. Keduanya hidup bahagia dan dikaruniai keturunan.
Pakaian Malu
Dari kisah itu, sangat jelas bahwa Shafura adalah perempuan yang dipuji Allah Ta'ala dengan sifat malu dan selalu menjaga dirinya ('iffah). Shafura menjadikan sifat malu sebagai pakaian yang ia kenakan dan ia berhias dengannya, agar sifat malu menjadi identutas dirinya.
Firman Allah Ta'ala :
فَجَآءَتْهُ إِحْدَىٰهُمَا تَمْشِى عَلَى ٱسْتِحْيَآءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِى يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا ۚ فَلَمَّا جَآءَهُۥ وَقَصَّ عَلَيْهِ ٱلْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ ۖ نَجَوْتَ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". (Al-Qhashas-25)
Abu As-Su'ud Rahimahullah berkata tentang makna jalannya wanita di ayat tersebut di tafsirnya," Wanita tersebut berjalan dengan tidak berjingkrak-jingkrak".
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata menukil dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu-anhu dengan sanad shahihnya yang berkata," Sessungguhnya Shafura menutup wajahnya dengan pakaian karena sangat malu, karena ketika itu menutup wajah tidak diwajibkan kepadanya,".
Dari perkataan pun, Shafura tampil dengan penuh santun, bersih, jelas dan tanpa ragu. Ketika membawa undangan dari ayahnya kepada Musa Alaihissalam, Shafura menyampaikannya dengan bahasa yang sangat singkat, Ia wanita terpercaya dalam menjalankan apa yang diperintahkan ayahnya. Ini bukti bahwa fitrahnya bersih dan pendidikannya lurus.
Shafura juga wanita yang terpercaya dan tangguh tidak goyah ketika bertemu Musa Alaihissalam karena ia yakin bahwa dirinya suci bersih. Ia berbicara seperlunya tidak kurang dan tidak berlebihan. Ini juga menunjukkan bahwa pendidikan dirinya betul-betul sempurna dan etikanya bersih. (Bersambung)
Kisah Cinta dan Pernikahan Shafura
Berjalanlah Shafura dan Musa ke rumah Yatsra. Jarak antara mata air dan rumahnya sekitar tiga mil. Jarak tersebut sangat cukup membuat wanita dan pria terfitnah satu sama lain jika jalan berdua. Namun baik Shafura dan Nabi Musa adalah orang “pilihan”. Mereka memiliki keimanan dan kesalehan yang kuat. Shafura adalah wanita ‘iffah yang menjaga dirinya. Pun dengan Musa, calon utusan-Nya.
Shafura berjalan terlebih dahulu agar Musa berjalan jauh di belakangnya. Namun kemudian Nabi Musa takut terfitnah jika melihat wanita di hadapannya. Sang nabi lantas berkata, “Berjalanlah di belakangku. Kalau aku menjauh dari jalan yang seharusnya, lemparkanlah kerikil kepadaku agar aku mengetahui jalan yang benar dan bisa mengambil arah dengannya.”
Riwayat lain menyebutkan, Nabi Musa berkata kepada Shafura, “Berjalanlah di belakangku. Aku ini laki-laki Ibrani, tidak boleh menatap bagian belakang perempuan. Tunjukkan kepadaku jalan, ke kanan atau ke kiri.”
Demikianlah keduanya berjalan tanpa berduaan dan jauh dari fitnah, hingga tiba di tempat tujuan. Di sana, sang ayah, Yatsra sudah siap menyambut pria yang dielu-elukan putrinya. Sambutan hangat diterima Nabi Musa meski statusnya sebagai pria asing yang tak diketahui asal muasalnya.
Nabi Musa pun kemudian mengenalkan diri dan mengisahkan ringkas apa yang ia alami. Nabiyullah menceritakan kisahnya di Mesir dan alasannya berhijrah hingga singgah di Negeri Madyan. Betapa bahagianya Nabi Musa ketika Yatsra berkata, “Janganlah engkau takut, karena engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.”
Makanan lezat pun kemudian dihidangkan kepada Musa. Namun Nabi Musa menolaknya karena ia tak mengharapkan imbalan apapun dari bantuannya memberi minum ternak. Padahal saat itu, Nabi Musa amat sangat lapar. Beliau pergi dari Mesir tanpa bekal apapun. Selama perjalanan jalan kaki hingga Madyan (wilayah di antara Yordania dan Palestina), sang nabi hanya makan sayur dan dedaunan. Kelelahannya jelas nampak dari penampilan sang nabi Bani Israil tersebut.
Yatsra pun makin kagum dengan sosok pemuda di hadapannya. Ia pun berkata kepada Musa bahwa hidangan tersebut bukanlah upah, melainkan jamuan untuk memuliakan tamu. Nabi Musa pun akhirnya bersedia menyantap jamuan yang dihidangkan. (Baca juga : Inilah Hadis-hadis Tentang Pernikahan yang Perlu Diketahui )
Setelah bercakap-cakap, ayah Shafura pun kemudian berkata kepada Nabi Musa, “Sesungguhnya aku ingin menikahkanmu dengan salah satu dari kedua putriku ini, atas dasar engkau bersedia bekerja kepadaku selama delapan tahun. Apabila engkau menyempurnakan menjadi sepuluh tahun, itu adalah kebaikan darimu. Aku tidak ingin memberatimu. Dan engkau, insya Allah, akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (QS. Al Qashash: 27)
Masya Allah, kisah Shafura dan Nabi Musa begitu indah. Nabi Musa menerima tawaran itu dan menikahi Shafura. Selama 10 tahun, Nabi Musa pun tinggal di Negeri Madyan. Keduanya hidup bahagia dan dikaruniai keturunan.
Pakaian Malu
Dari kisah itu, sangat jelas bahwa Shafura adalah perempuan yang dipuji Allah Ta'ala dengan sifat malu dan selalu menjaga dirinya ('iffah). Shafura menjadikan sifat malu sebagai pakaian yang ia kenakan dan ia berhias dengannya, agar sifat malu menjadi identutas dirinya.
Firman Allah Ta'ala :
فَجَآءَتْهُ إِحْدَىٰهُمَا تَمْشِى عَلَى ٱسْتِحْيَآءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِى يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا ۚ فَلَمَّا جَآءَهُۥ وَقَصَّ عَلَيْهِ ٱلْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ ۖ نَجَوْتَ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". (Al-Qhashas-25)
Abu As-Su'ud Rahimahullah berkata tentang makna jalannya wanita di ayat tersebut di tafsirnya," Wanita tersebut berjalan dengan tidak berjingkrak-jingkrak".
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata menukil dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu-anhu dengan sanad shahihnya yang berkata," Sessungguhnya Shafura menutup wajahnya dengan pakaian karena sangat malu, karena ketika itu menutup wajah tidak diwajibkan kepadanya,".
Dari perkataan pun, Shafura tampil dengan penuh santun, bersih, jelas dan tanpa ragu. Ketika membawa undangan dari ayahnya kepada Musa Alaihissalam, Shafura menyampaikannya dengan bahasa yang sangat singkat, Ia wanita terpercaya dalam menjalankan apa yang diperintahkan ayahnya. Ini bukti bahwa fitrahnya bersih dan pendidikannya lurus.
Shafura juga wanita yang terpercaya dan tangguh tidak goyah ketika bertemu Musa Alaihissalam karena ia yakin bahwa dirinya suci bersih. Ia berbicara seperlunya tidak kurang dan tidak berlebihan. Ini juga menunjukkan bahwa pendidikan dirinya betul-betul sempurna dan etikanya bersih. (Bersambung)