Taubat Nasuha: Ketika Seluruh Teman di Dunia Menjadi Musuh di Akhirat

Senin, 13 Juni 2022 - 18:10 WIB
loading...
Taubat Nasuha: Ketika Seluruh Teman di Dunia Menjadi Musuh di Akhirat
Orang yang bertaubat harus meninggalkan menemani tukang tiup api untuk kemudian memilih teman tukang jual minyak wangi, seperti diajarkan oleh pengajar yang pertama, Rasulullah SAW. Foto/Ilustrasi: Business Insider
A A A
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan orang yang bertaubat harus meninggalkan menemani "tukang tiup api" untuk kemudian memilih teman "tukang jual minyak wangi", seperti diajarkan oleh pengajar yang pertama, Rasulullah SAW .

Pengaruh teman dan sahabat bagi manusia amat besar, seperti diungkapkan oleh para bijak bestari dan para penyair dari semenjak dahulu kala. Hingga ada penyair yang berkata:

"Tentang seseorang maka janganlah tanyakan dirinya sendiri, namun tanyakan temannya Karena setiap teman dengan temannya adalah sama."



Penyair lain berkata:

"Hati-hatilah dan jangan temani orang yang pencela, karena ia akan menularkan seperti orang sehat tertularkan orang berpenyakit kusta."

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "at Taubat Ila Allah" menjelaskan teman ada dua macam: teman yang membawa engkau menuju surga, dan teman yang menjerumuskan engkau ke dalam neraka.

"Al-Qur'an telah menceritakan kepada kita akan bahaya teman jenis terakhir ini. Karena ia dapat menyesatkan dan menghalangi dari jalan Allah. Dan mungkin kurban-kurban mereka baru diketahui di akhirat nanti, ketika tabir kegaiban telah dibuka, dan manusia melihat hakikat sejara jelas," ujarnya.

Allah berfirman:

"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang-orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia." ( QS al Furqan : 27-29).



Oleh karena itu, kita melihat seluruh teman di dunia menjadi musuh di akhirat. Masing-masing mencela yang lain, dan satu orang melaknat temannya yang lain, serta mereka saling membebaskan diri dari masing-masing. Seluruh mereka berkata kepada sahabatnya: engkaulah yang telah menyesatkan dan membuatku sesat. Kecuali ada satu jenis teman dan kekasih yang tetap saling mencintai, yaitu orang-orang yang takwa, yang takut kepada Rabb mereka, dan azab yang buruk.

Allah SWT berfirman: "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." ( QS. az-Zukhruf : 67)

Jauhi Teman-Teman yang Buruk
Dari sini, jelas Syaikh Al-Qardhawi, sebagian ahli suluk dari kalangan salaf memperingatkan untuk mengganti sahabat. Ketika ia berkata, "taubat adalah: menyesal dengan hati, bertekad untuk meninggalkan maksiat, meminta ampunan dengan lisan, menjauhkan maksiat dengan badan, serta menjauhi teman-teman yang buruk."

Menurut Syaikh Al-Qardhawi, ini adalah pandangan pendidikan yang benar dan telah teruji. Inilah yang telah diperingatkan oleh al Qusyairi dalam "Risalah Qusyairiah" dan ia menasihati orang yang taubat untuk memulai dengan perbuatan ini, yaitu menjauhi teman-teman yang buruk. Merekalah yang mendorongnya untuk menggagalkan niatnya untuk bertaubat, serta menganggu tekadnya untuk melakukan ketaatan.

Ini diperkuat oleh hadis sahih: yaitu hadis yang berbicara tentang orang yang telah membunuh seratus orang, kemudian ia bertanya siapa orang yang paling pandai di dunia.



Kemudian ia diberitahukan untuk menemui seorang alim ia berkata kepadanya: bahwa ia telah membunuh seratus orang, maka apakah ia masih mempunyai kesempatan untuk bertaubat?

Orang alim itu menjawab: ya, siapa yang yang menghalangi orang untuk bertaubat? Pergilah engkau ke daerah ini dan ini, karena di sana terdapat orang-orang yang menyembah Allah SWT, maka beribadahlah kepada Allah SWT bersama mereka, dan jangan engkau kembali ke kampungmu, karena ia adalah kampung yang buruk.

Hadits itu muttafaq alaih dari Abi Sa'id al Khudri. Disebutkan oleh al Mundziri dalam Targhib wa Tarhib. Lihatlah : al Muntaqa (1936) dan telah disebutkan hadits ini dengan lengkap pada halaman sebelumnya.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2454 seconds (0.1#10.140)