Hajar Aswad: Batu Hitam yang Dibawa Nabi Adam dari Surga Ditaruh di India
loading...
A
A
A
Riwayat lainnya juga disampaikan Ibnu Katsir. Ketika Ibrahim memerintahkan Ismail untuk mencari batu tersebut, Ismail merasa sangat letih. ''Wahai ayah, aku merasa malas dan capek.''
Ibrahim berkata, ''Biar aku saja yang mencari.'' Lalu ia pergi dan bertemu dengan Jibril yang membawakan batu hitam dari India.
Sebelumnya, batu itu putih bak permata. Adam membawanya ketika ia turun dari surga. Batu tersebut berubah menjadi hitam karena dosa-dosa manusia. Lalu, Ismail datang dengan membawa sebuah batu, namun ia telah melihat batu di salah satu sisi Ka'bah.
Ismail berkata, ''Wahai ayahku, siapakah yang membawa batu ini.'' Ibrahim menjawab, ''Yang membawa adalah yang lebih giat darimu.''
Lalu keduanya melanjutkan pembangunan Kakbah sambil berdoa, ''Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS Al-Baqarah [2]: 127).
Bukan Batu Sembarang
Rasulullah juga bersabda bahwa Hajar Aswad bukanlah batu sembarang. Batu ini berasal dari surga. "Hajar Aswad ialah batu dari surga. Ia lebih putih dari salju. Dosa orang-orang musyriklah yang membuatnya menjadi hitam legam," sabda Nabi, seperti diriwayatkan Ibn Abbas ra.
Ibn Abbas, dalam riwayat at Tirmidzi juga menceritakan bahwa Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda; hajar aswad kelak di suatu hari berperan sebagai saksi.
"Demi Allah, Allah akan mengutus batu tersebut pada hari kiamat dan ia memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki lisan yang bisa berbicara dan akan menjadi saksi bagi siapa yang benar-benar menyentuhnya," sabda Rasulullah.
Meski begitu, Nabi mengingatkan peran hajar aswad yang tetap sebagai makhluk. Kemuliaan yang ada, tak lebih, cuma karena anugerah Allah swt.
Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma.
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ يَقْدَمُ مَكَّةَ اسْتَلَمَ الرُّكْنَ الأَسْوَدَ أَوَّلَ مَا يَطُوفُ حِينَ يَقْدَمُ يَخُبُّ ثَلاثَةَ أَطْوَافٍ مِنَ السَّبْعِ
Aku pernah melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika tiba di Mekkah jika telah mengusap Hajar Aswad, di awal ibadah thawaf, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercepat langkah pada tiga putaran (pertama) dari tujuh putaran.
Imam Muslim meriwayatkan hadis dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhu, beliau mengatakan:
لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَاسْتَلَمَ الْحَجَرَ ثُمَّ مَضَى عَنْ يَمِينِهِ فَرَمَلَ ثَلاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Makkah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki masjidil Haram lalu mengusap Hajar Aswad, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu di arah sebelah kanan Hajar Aswad. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlari kecil pada tiga putaran dan berjalan pada empat putaran.
Inilah yang menjadi pegangan kaum Muslimin dalam mencium Hajar Aswad atau mengusapnya. Mereka melakukan itu dalam rangka mengikuti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadikan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan, bukan karena meyakini bahwa Hajar Aswad bisa mendatangkan manfaat atau bisa mendatangkan celaka.
Oleh karena itu Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab Radhiyallahu anhu mengatakan:
إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Ibrahim berkata, ''Biar aku saja yang mencari.'' Lalu ia pergi dan bertemu dengan Jibril yang membawakan batu hitam dari India.
Sebelumnya, batu itu putih bak permata. Adam membawanya ketika ia turun dari surga. Batu tersebut berubah menjadi hitam karena dosa-dosa manusia. Lalu, Ismail datang dengan membawa sebuah batu, namun ia telah melihat batu di salah satu sisi Ka'bah.
Ismail berkata, ''Wahai ayahku, siapakah yang membawa batu ini.'' Ibrahim menjawab, ''Yang membawa adalah yang lebih giat darimu.''
Lalu keduanya melanjutkan pembangunan Kakbah sambil berdoa, ''Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS Al-Baqarah [2]: 127).
Bukan Batu Sembarang
Rasulullah juga bersabda bahwa Hajar Aswad bukanlah batu sembarang. Batu ini berasal dari surga. "Hajar Aswad ialah batu dari surga. Ia lebih putih dari salju. Dosa orang-orang musyriklah yang membuatnya menjadi hitam legam," sabda Nabi, seperti diriwayatkan Ibn Abbas ra.
Ibn Abbas, dalam riwayat at Tirmidzi juga menceritakan bahwa Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda; hajar aswad kelak di suatu hari berperan sebagai saksi.
"Demi Allah, Allah akan mengutus batu tersebut pada hari kiamat dan ia memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki lisan yang bisa berbicara dan akan menjadi saksi bagi siapa yang benar-benar menyentuhnya," sabda Rasulullah.
Meski begitu, Nabi mengingatkan peran hajar aswad yang tetap sebagai makhluk. Kemuliaan yang ada, tak lebih, cuma karena anugerah Allah swt.
Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma.
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ يَقْدَمُ مَكَّةَ اسْتَلَمَ الرُّكْنَ الأَسْوَدَ أَوَّلَ مَا يَطُوفُ حِينَ يَقْدَمُ يَخُبُّ ثَلاثَةَ أَطْوَافٍ مِنَ السَّبْعِ
Aku pernah melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika tiba di Mekkah jika telah mengusap Hajar Aswad, di awal ibadah thawaf, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercepat langkah pada tiga putaran (pertama) dari tujuh putaran.
Imam Muslim meriwayatkan hadis dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhu, beliau mengatakan:
لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَاسْتَلَمَ الْحَجَرَ ثُمَّ مَضَى عَنْ يَمِينِهِ فَرَمَلَ ثَلاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Makkah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki masjidil Haram lalu mengusap Hajar Aswad, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu di arah sebelah kanan Hajar Aswad. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlari kecil pada tiga putaran dan berjalan pada empat putaran.
Inilah yang menjadi pegangan kaum Muslimin dalam mencium Hajar Aswad atau mengusapnya. Mereka melakukan itu dalam rangka mengikuti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadikan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan, bukan karena meyakini bahwa Hajar Aswad bisa mendatangkan manfaat atau bisa mendatangkan celaka.
Oleh karena itu Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab Radhiyallahu anhu mengatakan:
إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ