Bolehkah Berkurban Sekaligus Niat Beraqiqah?
loading...
A
A
A
Dalam beberapa hari ke depan, umat Islam akan memasuki bulan Dzulhijjah atau bulan berkurban . Bagi setiap muslim yang sudah mampu, dianjurkan (sunah mu'akadah) untuk melaksanakan ibadah kurban, yakni menyembelih hewan bisa berupa kambing unta atau sapi. Namun dalam waktu yang bersamaan juga dianjurkan melaksanakan aqiqah . Bolehkah menggambungkan dua niat kurban dan aqiqah? Bagaimana pula hukumnya?
Ibadah kurban dan aqiqah , memang merupakan ibadah yang sama-sama menyembelih hewan. Keduanya sama-sama dihukumi sunah mu’akkadah (yang sangat dianjurkan) pelaksanaannya. Namun, waktu pelaksanaannya masing-masing berbeda. Kurban pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik, sedangkan aqiqah pada hari ketujuh, ke-14, dan ke-21 kelahiran atau semampunya.
Bagaimana bila bertepatan waktunya? Misalnya belum diaqiqahkan waktu bayi, lantas baru mampu saat dewasa. Apakah boleh pelaksanaannya sekaligus saja, berkurban sekaligus niat beraqiqah? Tentang permasalahan ini, ada perbedaan pendapat ulama. Ada yang mengatakan, jika waktu kurban bertepatan dengan waktu aqiqah, cukup melakukan satu jenis sembelihan saja, yaitu akikah.
Pendapat di atas merupakan pendapat Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab Hanbali), Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), dan beberapa ulama lain, seperti Hasan Basri, Ibnu Sirin, dan Qatadah.
Dalam kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaiba, Al-Hasan al-Bashri menerangkan,“Jika seorang anak ingin disyukuri dengan kurban, maka kurban tersebut bisa jadi satu dengan aqiqah.” Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan, “Tetap dianggap sah jika kurban digabungkan dengan aqiqah,”,
Mereka berdalil, beberapa ibadah bisa mencukupi ibadah lainnya seperti dalam kasus kurban bisa mencukupi aqiqah atau sebaliknya. Sebagaimana seorang yang menyembelih dan ketika menunaikan haji tamattu’. Sembelihan tersebut ia niatkan juga untuk kurban, maka ia mendapatkan pahala dam dan pahala kurban. Demikian juga shalat eId yang jatuh pada hari Jumat, maka diperbolehkan tidak mengikuti shalat Jumat karena sudah menunaikan shalat Ied pada paginya.
Pandangan Mazhab Syafi’i, Ibn Hajar al-Haitami, salah seorang ulama mazhab Syafii pernah membahas persoalan ini, dalam kitab kumpulan fatwanya,al-Fataawa al-Fiqhiyyah al-Kubraia menyatakan:
“(Al-Imam Ibn Hajar al-Haytami) pernah ditanya tentang hukum menyembelih kambing pada hari-hari berkurban, dengan menggabungkan niat kurban dan akikah. Apakah keduanya menjadi sah atau tidak (dengan satu ekor kambing saja). Beliau – semoga Allah Swt. mencurahkan manfaat dengan ilmu-ilmunya – menyatakan bahwa yang dimaksud oleh para Ashhaab al-Syafi’i (ulama-ulama mazhab Syafi’i) dan yang kami lakukan sejak bertahun-tahun adalah keduanya tidak bisa digabungkan.
Karena, kurban dan akikah itu masing-masing adalah kesunahan yang niat dan penyebab dilakukannya masing-masing berbeda. Kurban tujuannya adalah penebusan untuk jiwa, sementara akikah itu “penebusan” untuk anak. Karena dengan tebusan untuk anak ini, diharapkan ia dapat tumbuh dengan baik serta mendapatkan kebaikan dan syafaat.” (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra: 4/256 danTuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj)
Berdasarkan fatwa di atas, kurban dan akikah tidak bisa disatukan niatnya, karena tidak bisanya disatukan antara niat kurban dengan niat aqiqah. Perdebatan lahir dari perbedaan tentang bolehkah melakukan satu ibadah untuk dua tujuan (Tashriiku al-Niyyah fi al-‘Ibaadah).
Namun – masih menurut Ibn Hajar al-Haitami – ini dikarenakan satu ekor kambing hanya mewakili satu orang, dan tidak bisa melakukan dua ibadah sekaligus. Berbeda jika kita memotong satu ekor sapi, yang memang bisa mewakili 7 orang. 7 orang ini disebut sebagai tujuh niat, sehingga jika ada orang yang memotong seekor sapi dengan niat berkurban, akikah anak perempuan, dan 5 kafarat maka kurban dan aqiqah ini menjadi sah hukumnya.
Wallahu A'lam
Ibadah kurban dan aqiqah , memang merupakan ibadah yang sama-sama menyembelih hewan. Keduanya sama-sama dihukumi sunah mu’akkadah (yang sangat dianjurkan) pelaksanaannya. Namun, waktu pelaksanaannya masing-masing berbeda. Kurban pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik, sedangkan aqiqah pada hari ketujuh, ke-14, dan ke-21 kelahiran atau semampunya.
Bagaimana bila bertepatan waktunya? Misalnya belum diaqiqahkan waktu bayi, lantas baru mampu saat dewasa. Apakah boleh pelaksanaannya sekaligus saja, berkurban sekaligus niat beraqiqah? Tentang permasalahan ini, ada perbedaan pendapat ulama. Ada yang mengatakan, jika waktu kurban bertepatan dengan waktu aqiqah, cukup melakukan satu jenis sembelihan saja, yaitu akikah.
Pendapat di atas merupakan pendapat Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab Hanbali), Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), dan beberapa ulama lain, seperti Hasan Basri, Ibnu Sirin, dan Qatadah.
Dalam kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaiba, Al-Hasan al-Bashri menerangkan,“Jika seorang anak ingin disyukuri dengan kurban, maka kurban tersebut bisa jadi satu dengan aqiqah.” Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan, “Tetap dianggap sah jika kurban digabungkan dengan aqiqah,”,
Mereka berdalil, beberapa ibadah bisa mencukupi ibadah lainnya seperti dalam kasus kurban bisa mencukupi aqiqah atau sebaliknya. Sebagaimana seorang yang menyembelih dan ketika menunaikan haji tamattu’. Sembelihan tersebut ia niatkan juga untuk kurban, maka ia mendapatkan pahala dam dan pahala kurban. Demikian juga shalat eId yang jatuh pada hari Jumat, maka diperbolehkan tidak mengikuti shalat Jumat karena sudah menunaikan shalat Ied pada paginya.
Pandangan Mazhab Syafi’i, Ibn Hajar al-Haitami, salah seorang ulama mazhab Syafii pernah membahas persoalan ini, dalam kitab kumpulan fatwanya,al-Fataawa al-Fiqhiyyah al-Kubraia menyatakan:
وَسُئِلَ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى عن ذَبْحِ شَاةٍ أَيَّامَ الْأُضْحِيَّةِ بِنِيَّتِهَا وَنِيَّةِ الْعَقِيقَةِ فَهَلْ يَحْصُلَانِ أو لَا اُبْسُطُوا الْجَوَابَ فَأَجَابَ نَفَعَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِعُلُومِهِ بِقَوْلِهِ الذي دَلَّ عليه كَلَامُ الْأَصْحَابِ وَجَرَيْنَا عليه مُنْذُ سِنِينَ أَنَّهُ لَا تَدَاخُلَ في ذلك لِأَنَّ كُلًّا من الْأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيقَةِ سُنَّةٌ مَقْصُودَةٌ لِذَاتِهَا وَلَهَا سَبَبٌ يُخَالِفُ سَبَبَ الْأُخْرَى وَالْمَقْصُودُ منها غَيْرُ الْمَقْصُودِ من الْأُخْرَى إذْ الْأُضْحِيَّةُ فِدَاءٌ عن النَّفْسِ وَالْعَقِيقَةُ فِدَاءٌ عن الْوَلَدِ إذْ بها نُمُوُّهُ وَصَلَاحُهُ وَرَجَاءُ بِرِّهِ وَشَفَاعَتِهِ
“(Al-Imam Ibn Hajar al-Haytami) pernah ditanya tentang hukum menyembelih kambing pada hari-hari berkurban, dengan menggabungkan niat kurban dan akikah. Apakah keduanya menjadi sah atau tidak (dengan satu ekor kambing saja). Beliau – semoga Allah Swt. mencurahkan manfaat dengan ilmu-ilmunya – menyatakan bahwa yang dimaksud oleh para Ashhaab al-Syafi’i (ulama-ulama mazhab Syafi’i) dan yang kami lakukan sejak bertahun-tahun adalah keduanya tidak bisa digabungkan.
Karena, kurban dan akikah itu masing-masing adalah kesunahan yang niat dan penyebab dilakukannya masing-masing berbeda. Kurban tujuannya adalah penebusan untuk jiwa, sementara akikah itu “penebusan” untuk anak. Karena dengan tebusan untuk anak ini, diharapkan ia dapat tumbuh dengan baik serta mendapatkan kebaikan dan syafaat.” (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra: 4/256 danTuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj)
Berdasarkan fatwa di atas, kurban dan akikah tidak bisa disatukan niatnya, karena tidak bisanya disatukan antara niat kurban dengan niat aqiqah. Perdebatan lahir dari perbedaan tentang bolehkah melakukan satu ibadah untuk dua tujuan (Tashriiku al-Niyyah fi al-‘Ibaadah).
Namun – masih menurut Ibn Hajar al-Haitami – ini dikarenakan satu ekor kambing hanya mewakili satu orang, dan tidak bisa melakukan dua ibadah sekaligus. Berbeda jika kita memotong satu ekor sapi, yang memang bisa mewakili 7 orang. 7 orang ini disebut sebagai tujuh niat, sehingga jika ada orang yang memotong seekor sapi dengan niat berkurban, akikah anak perempuan, dan 5 kafarat maka kurban dan aqiqah ini menjadi sah hukumnya.
Wallahu A'lam
(wid)