Hukum Mencium Istri Saat Puasa Ramadhan, Bolehkah?

Minggu, 26 April 2020 - 17:15 WIB
loading...
Hukum Mencium Istri...
Ramadhan merupakan bulan untuk melatih diri mengendalikan hawa dan nafsu. Foto/Ist
A A A
Ramadhan merupakan bulan yang identik dengan momentum menahan hawa dan nafsu. Tak hanya makan dan minum, nafsu syahwat juga wajib dikendalikan di bulan Ramadhan .

Lalu, bagaimana hukumnya mencium istri saat puasa Ramadhan? Berikut penjelasan Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia).

Ustaz Farid Nu'man menukil perkataan Syeikh Sayyid Sabiq rahimahullah berikut:

قال ابن المنذر رخص في القبلة عمر وابن عباس وأبو هريرة وعائشة، وعطاء، والشعبي، والحسن، وأحمد، وإسحاق. ومذهب الاحناف والشافعية: أنها تكره على من حركت شهوته، ولا تكره لغيره، لكن الاولى تركها. ولا فرق بين الشيخ والشاب في ذلك، والاعتبار بتحريك الشهوة، وخوف الانزال، فإن حركت شهوة شاب، أو شيخ قوي، كرهت. وإن لم تحركها لشيخ أو شاب ضعيف، لم تكره، والاولى تركها. وسواء قبل الخد أو الفم أو غيرهما. وهكذا المباشرة باليد والمعانقة لهما حكم القبلة.

Berkata Ibnul Mundzir: Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Aisyah, Atha', Asy-Sya'bi, Ahmad, dan Ishaq, mereka memberikan rukhshah (keringanan) dalam hal mencium istri.

Mazhab Hanafi dan Syafi'i berpendapat, "Mencium itu makruh jika melahirkan syahwat, dan tidak makruh jika tidak bersyahwat, tetapi lebih utama meninggalkannya".

Dalam hal ini, tak ada perbedaan antara anak muda dan orang tua. Yang menjadi pelajaran adalah munculnya syahwat (rangsangan) itu, dan kekhawatiran terjadinya inzal (keluarnya mani). Maka, munculnya syahwat, baik anak muda dan orang tua yang masih punya kekuatan, adalah makruh.

Namun, jika tidak menimbulkan syahwat, baik untuk orang tua atau anak muda yang lemah, maka tidak makruh, dan lebih utama adalah meninggalkannya. Sama saja, baik mencium pipi, atau mulut, atau lainnya. Begitu pula mubasyarah (hubungan cumbu) dengan tangan atau berpelukan, hukumnya sama dengan mencium. (Syeikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/461)

Jika dilihat dalil-dalil yang ada, dari berbagai pendapat dalam hal ini, maka akan kita dapatkan bahwa mencium istri adalah mubah bagi orang yang berpuasa. Inilah pendapat yang lebih kuat.

Hal ini ditunjukkan langsung oleh perilaku Rasulullah SAW terhadap istrinya. Begitu pula perilaku para sahabat di antaranya Umar bin Khattab, Ibnu Mas’ud, Saad bin Abi Waqash, dan fatwa Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum, mencium istri mereka.

Adapun alasan bagi pihak yang memakruhkan, biasanya adalah karena dzari'ah (preventif, mencegah perbuatan yang mubah agar tidak jatuh ke yang haram), atau jika karena melampau batas. Jadi, dilihat dari sisi dalil, maka pihak yang memubahkan lebih rajih (kuat) landasannya.

Rasulullah SAW adalah laki-laki yang paling mampu menahan hawa nafsunya. Namun diriwayatkan dari Ummul Mukminin 'Aisyah radhiallahu 'anha berkata:

كان يقبلني و هو صائم و أنا صائمة

"Rasulullah mencium saya dan dia sedang puasa dan aku juga berpuasa."

Dalam hadits lain, dari 'Aisyah RA:

كان يباشر و هو صائم ، ثم يجعل بينه و بينها ثوبا . يعني الفرج

"Rasulullah bermubasyarah padahal sedang puasa, lalu dia membuat tabir dengan kain antara dirinya dengan kemaluan (‘Aisyah)." (HR. Ahmad No. 24314, Syeikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 24314)

Wallahu A'lam Bish Showab
(rhs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2081 seconds (0.1#10.140)