Kisah Abdullah Bin Amr yang Dikhawatirkan Rasulullah SAW Bosan dengan Al-Qur'an
loading...
A
A
A
Dia adalah Abdullah bin Amr bin Al-Ash . Dia dikenal sebagai seorang yang patuh, suka bertaubat, rajin beribadah, dan sangat taat. Bila ayahnya menjadi guru dalam kecerdasan, kelihaian, dan siasat yang luas, Abdullah justru menjadi teladan yang memiliki kedudukan tinggi di antara ahli ibadah yang zuhud dan terbuka.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Rijalun haular Rasul" dan telah diterjemahkan Agus Suwandi menjadi "Kisah 60 Sahabat Nabi" menceritakan seluruh waktu dan hidup beliau dipergunakannya untuk beribadah. "Ia berhasil mengecap manisnya iman, hingga waktu siang dan malam itu tidak cukup untuk menampung ibadah dan ketaatannya," tutur Khalid.
Beliau lebih dulu masuk Islam daripada ayahnya. Sejak ia berbaiat dengan menaruh telapak tangan kanannya di telapak kanan Rasulullah SAW , sementara hatinya yang terang bagai cahaya subuh yang cemerlang diterangi oleh cahaya Ilahi dan cahaya ketaatannya, pertama-tama Abdullah memusatkan perhatiannya terhadap Al-Qur'an yang diturunkan secara berangsur-angsur.
Setiap turun ayat, ia menghafalnya dan berupaya memahaminya, hingga setelah semuanya selesai dan sempurna, ia pun telah hafal secara keseluruhan.
Ia menghafal Al-Qur'an bukan sekadar mengingat hingga ingatannya seolah-olah menjadi museum bagi sebuah buku tebal, melainkan menghafal dengan tujuan memupuk jiwanya, dan agar ia menjadi hamba Allah yang taat, menghalalkan apa yang dihalalkan oleh-Nya dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, dan memenuhi setiap seruannya.
Kemudian, ia selalu membaca, melagukan dan merenungkan isinya, menjelajahi taman-tamannya yang indah, berbahagia saat melewati ayat-ayat yang mulia itu menceritakan kesenangan, dan menangis bila ayat-ayat yang dibaca membangkitkan hal-hal yang menakutkan.
Abdullah telah ditakdirkan Allah menjadi seorang suci dan rajin beribadah. Tidak ada satu pun kekuatan di dunia ini yang mampu mengalihkannya dari takdirnya itu dan petunjuk yang anugerahkan kepadanya.
Apabila tentara Islam maju ke medan perang untuk menghadapi orang-orang musyrik yang melancarkan peperangan dan permusuhan, kita akan menjumpainya berada di barisan terdepan, merindukan kesyahidan dengan semangat cinta dan rintihan rindu.
Jika peperangan itu telah usai, di mana kita akan menemukannya? Di mana lagi, kalau bukan di masjid besar atau di musala rumahnya.
Ia berpuasa pada waktu siang dan berdiri sholat pada waktu malam. Lidahnya tidak mengenal percakapan tentang dunia walaupun terkait permasalahan yang mubah. Itu karena lidahnya selalu basah dengan berzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an, bertasbih dengan memuji-Nya, atau beristigfar atas dosanya.
Untuk mengetahui dimensi ibadah dan ketaatan Abdullah, cukuplah kita perhatikan Rasulullah SAW yang tugasnya memang menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah, harus turut campur tangan agar Abdullah tidak sampai berlebih-lebihan dalam beribadah.
Demikianlah, bila pelajaran dari kehidupan Abdullah bin Amr dibagi menjadi dua, maka satu sisi menyingkap kemampuan luar biasa yang tersimpan dalam jiwa manusia untuk mencapai tingkat tertinggi dalam beribadah dan meninggalkan kesenangan duniawi, sedangkan sisi kedua ialah anjuran agama ini agar orang bersikap sederhana dan tidak berlebih-lebihan dalam mencapai segala ketinggian dan kesempurnaan itu, hingga jiwa seseorang itu tetap mempunyai gairah dan semangat hidup, dan agar jasmaninya tetap dalam keadaan yang sehat dan selamat.
Rasulullah SAW tahu bahwa Abdullah bin Amr bin Al-Ash menghabiskan kehidupannya pada satu jalur saja. Jika tidak pergi berjihad, hari-harinya dari mulai fajar sampai fajar berikutnya terpusat pada ibadah yang sambung-menyambung: puasa, sholat, dan membaca Al-Qur'an.
Rasulullah SAW memanggil Abdullah dan menyerukan kepadanya agar sedang-sedang saja dalam beribadah. Beliau bersabda kepadanya, “Benarkan engkau selalu berpuasa pada siang hari dan tidak pernah tidak puasa, dan sholat pada malam hari serta tidak pernah tidur? Cukup bagimu puasa tiga hari dalam setiap bulan.”
Abdullah menjawab, “Aku sanggup lebih banyak dari itu.”
Nabi SAW bersabda, “Kalau begitu cukuplah bagimu dua hari dalam sepekan.”
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Rijalun haular Rasul" dan telah diterjemahkan Agus Suwandi menjadi "Kisah 60 Sahabat Nabi" menceritakan seluruh waktu dan hidup beliau dipergunakannya untuk beribadah. "Ia berhasil mengecap manisnya iman, hingga waktu siang dan malam itu tidak cukup untuk menampung ibadah dan ketaatannya," tutur Khalid.
Beliau lebih dulu masuk Islam daripada ayahnya. Sejak ia berbaiat dengan menaruh telapak tangan kanannya di telapak kanan Rasulullah SAW , sementara hatinya yang terang bagai cahaya subuh yang cemerlang diterangi oleh cahaya Ilahi dan cahaya ketaatannya, pertama-tama Abdullah memusatkan perhatiannya terhadap Al-Qur'an yang diturunkan secara berangsur-angsur.
Setiap turun ayat, ia menghafalnya dan berupaya memahaminya, hingga setelah semuanya selesai dan sempurna, ia pun telah hafal secara keseluruhan.
Ia menghafal Al-Qur'an bukan sekadar mengingat hingga ingatannya seolah-olah menjadi museum bagi sebuah buku tebal, melainkan menghafal dengan tujuan memupuk jiwanya, dan agar ia menjadi hamba Allah yang taat, menghalalkan apa yang dihalalkan oleh-Nya dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, dan memenuhi setiap seruannya.
Kemudian, ia selalu membaca, melagukan dan merenungkan isinya, menjelajahi taman-tamannya yang indah, berbahagia saat melewati ayat-ayat yang mulia itu menceritakan kesenangan, dan menangis bila ayat-ayat yang dibaca membangkitkan hal-hal yang menakutkan.
Abdullah telah ditakdirkan Allah menjadi seorang suci dan rajin beribadah. Tidak ada satu pun kekuatan di dunia ini yang mampu mengalihkannya dari takdirnya itu dan petunjuk yang anugerahkan kepadanya.
Apabila tentara Islam maju ke medan perang untuk menghadapi orang-orang musyrik yang melancarkan peperangan dan permusuhan, kita akan menjumpainya berada di barisan terdepan, merindukan kesyahidan dengan semangat cinta dan rintihan rindu.
Jika peperangan itu telah usai, di mana kita akan menemukannya? Di mana lagi, kalau bukan di masjid besar atau di musala rumahnya.
Ia berpuasa pada waktu siang dan berdiri sholat pada waktu malam. Lidahnya tidak mengenal percakapan tentang dunia walaupun terkait permasalahan yang mubah. Itu karena lidahnya selalu basah dengan berzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an, bertasbih dengan memuji-Nya, atau beristigfar atas dosanya.
Untuk mengetahui dimensi ibadah dan ketaatan Abdullah, cukuplah kita perhatikan Rasulullah SAW yang tugasnya memang menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah, harus turut campur tangan agar Abdullah tidak sampai berlebih-lebihan dalam beribadah.
Demikianlah, bila pelajaran dari kehidupan Abdullah bin Amr dibagi menjadi dua, maka satu sisi menyingkap kemampuan luar biasa yang tersimpan dalam jiwa manusia untuk mencapai tingkat tertinggi dalam beribadah dan meninggalkan kesenangan duniawi, sedangkan sisi kedua ialah anjuran agama ini agar orang bersikap sederhana dan tidak berlebih-lebihan dalam mencapai segala ketinggian dan kesempurnaan itu, hingga jiwa seseorang itu tetap mempunyai gairah dan semangat hidup, dan agar jasmaninya tetap dalam keadaan yang sehat dan selamat.
Rasulullah SAW tahu bahwa Abdullah bin Amr bin Al-Ash menghabiskan kehidupannya pada satu jalur saja. Jika tidak pergi berjihad, hari-harinya dari mulai fajar sampai fajar berikutnya terpusat pada ibadah yang sambung-menyambung: puasa, sholat, dan membaca Al-Qur'an.
Rasulullah SAW memanggil Abdullah dan menyerukan kepadanya agar sedang-sedang saja dalam beribadah. Beliau bersabda kepadanya, “Benarkan engkau selalu berpuasa pada siang hari dan tidak pernah tidak puasa, dan sholat pada malam hari serta tidak pernah tidur? Cukup bagimu puasa tiga hari dalam setiap bulan.”
Abdullah menjawab, “Aku sanggup lebih banyak dari itu.”
Nabi SAW bersabda, “Kalau begitu cukuplah bagimu dua hari dalam sepekan.”