Begini Kondisi Kehidupan Nusantara di Zaman Nabi Muhammad SAW Berdakwah

Senin, 01 Agustus 2022 - 15:15 WIB
loading...
A A A
Menurut Buya Hamka, pelajaran ke bawah angin ini masih sukar dilakukan. Namun, orang Arab atau orang Islam, masih tetap meramaikan pelayaran dan perniagaan melalui Selat Malaka sehingga sampai ke Tiongkok.

Di Kanton pernah berdiri sebuah markas perdagangan orang Arab. Oleh sebab itu, tersebutlah nama pulau-pulau di negeri kita ini dalam catatan al-Idrisi dan al-Mas'udi, kemudian lebih jelas lagi pada tulisan Ibnu Bathuthah. "Bahkan menjadi cerita khayal yang indah dalam cerita Wag-Wag, yang sulit untuk memindahkan pulau Fakfak di daerah Irian Jaya," katanya.

Terlebih, belum akan begitu populer kedudukan pengembara-pengembara yang permulaan itu kepada anak negeri. Mereka dihormati, tetapi belum diikuti, dihormati karena kebersihannya, mencuci muka sekurangnya lima kali sehari dan mandi minimal dua kali sehari. Namun belum diikuti, sebab raja masih dipandang sebagai tuhan.

Buya Hamka mengatakan menilik kepada sejarah itu, dapat kita tentukan letak sejarah, bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad pertama. Pencatat sejarah dunia Islam dari Princeton University di Amerika sudah memegang teguh ketentuan ini dan menyatakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7, tegasnya pada kurun pertama.



Era Utsman bin Affan
Namun, seorang ulama yang berminat besar kepada sejarah Islam di Tanah air kita, Indonesia dan Semenanjung Tanah Melayu, yaitu Mufti Kerajaan Johor, Sayyid Alwi bin Taher al-Hadad menganut pendapat bahwa Islam masuk Indonesia sejak dahulu, dari zaman Yazid bin Mu'awiyyah, zaman Khalifah Utsman bin Affan.

Beliau tunjukkan nomor-nomor sumber buku bacaannya dalam Museum Jakarta sehingga Za'ba, sarjana dan pandita (orang mumpuni) bahasa Melayu yang terkenal itu, telah dengan sengaja pada tahun 1456 M datang ke Jawa dan mencari buku tersebut di museum: sayang tidak beliau jumpai.

Menurut Buya Hamka, dalam buku-buku bahasa Arab sendiri berdasar tarikh-tarikh yang muktabar, belumlah bertemu isyarat ke jurusan itu. Yang tertulis di sana hanya masuknya ekspedisi Amr bin Ash ke Mesir, Okbah bin Nafi ke Afrika, Thariq bin Ziyad ke Andalusia, Mohammad bin Kasim ke Sindh (daerah Pakistan), sebab memang orang-orang itu adalah orang belaka. Catatan itu, ada pada pencatat Tiongkok.

Jika demikian, kata Buya Hamka, mungkinlah telah ada sahabat-sahabat Nabi SAW, walaupun bukan dari golongan Kubbarish Shahabah (sahabat-sahabat Nabi SAW yang besar) yang telah menginjak bumi tanah air kita, lebih mungkin lagi ada tabi'in, yaitu generasi umat Islam yang berjumpa dengan sahabat Nabi.

"Namun, ternyata tidak ada di antara mereka yang meninggal dunia di negeri kita, mereka hanya singgah dan kembali lagi. Karena jika ada, baik di Barus, Pariaman (di Sumatra), Kudus, Jepara, atau yang lain, niscaya telah menjadi pusat ziarah yang ramai," demikian Buya Hamka.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1945 seconds (0.1#10.140)