Begini Kondisi Kehidupan Nusantara di Zaman Nabi Muhammad SAW Berdakwah

Senin, 01 Agustus 2022 - 15:15 WIB
loading...
Begini Kondisi Kehidupan Nusantara di Zaman Nabi Muhammad SAW Berdakwah
Kondisi kehidupan beragama di bumi Nusantara pada zaman Nabi Muhammad SAW berdakwah, adalah pemeluk Budha yang taat. Ini jika kita menilik sejarah masuknya Islam di Indonesia. Dalam catatan sejarah Tiongkok disebutkan, bahwa pada pertengahan kurun ke-7 te
A A A
Kondisi kehidupan beragama di bumi Nusantara pada zaman Nabi Muhammad SAW berdakwah, adalah pemeluk Budha yang taat. Ini jika kita menilik sejarah masuknya Islam di Indonesia. Sejumlah pakar sejarah dan arkeolog membuktikan, Islam sudah masuk ke Nusantara sejak Rasulullah SAW masih hidup.

Dalam buku "Gerilya Salib di Serambi Makkah" karya Rizki Ridyasmara (Pustaka Alkautsar, 2006) disebutkan bahwa arkeolog dari Australia National University, Peter Bellwood, menemukan bukti-bukti yang menunjukkan telah terjadi kontak dagang antara para pedagang China, Indonesia, dan Arab sebelum abad kelima Masehi. Pada tahun ini, Rasulullah belum lahir.



Bellwood menyebutkan, beberapa jalur perdagangan utama sudah berkembang sehingga dapat menghubungkan Nusantara dengan China. Hal itu dibuktikan dengan adanya temuan tembikar China dan benda berbahan perunggu dari zaman Dinasti Han di Selatan Sumatra serta Jawa Timur.

Sejarawan GR Tibbetts turut mengakui keberadaan jalur perdagangan utama itu. Ia kemudian meneliti lebih dalam mengenai perdagangan yang terjadi antara pedagang asal Arab dengan pedagang dari kawasan Asia Tenggara sebelum Nabi Muhammad menyebarkan Islam.

Ia menemukan bukti-bukti adanya kontak perniagaan antara Jazirah Arab dan nusantara kala itu. Tibbets menulis, perdagangan terjadi karena kepulauan Indonesia menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke China sejak abad kelima Masehi. Maka, peta perdagangan utama di Selatan saat itu meliputi Arab-Nusantara-China.

Kemudian, sekitar 625 M atau 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu pertama, di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ada perkampungan Arab Muslim. Waktu itu masih dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya.

Di perkampungan tersebut banyak orang Arab tinggal. Mereka menikahi perempuan-perempuan lokal dan beranak pinak di sana.

Tempat belajar Al-Quran dan Islam yang merupakan cikal bakal lahirnya madrasah dan pesantren pun didirikan di perkampungan itu. Tempat tersebut dianggap pula sebagai rumah ibadah atau masjid.



Profesor Hamka memperkuat temuan di atas dengan menyebut seorang pencatat sejarah asal China yang mengembara pada 674 M. Ia mengatakan, pengembara itu menemukan satu kelompok bangsa Arab yang mendirikan perkampungan sekaligus bermukim di pesisir barat Sumatera.

Dijelaskan, kampung bernama Barus itu terletak di antara Kota Singkil dan Sibolga atau sekitar 414 kilometer dari Medan. Pada masa Sriwijaya, Kota Barus masuk dalam wilayahnya.

Namun, setelah Sriwijaya mengalami kemunduran lalu digantikan oleh kerajaan Aceh Darussalam, Barus masuk ke wilayah Aceh. Kabarnya, para pedagang Arab hidup berkecukupan serta memiliki kedudukan baik di Barus.

Menurut Hamka, penemuan tersebut mengubah pandangan orang mengenai sejarah masuknya Islam ke Tanah Air. Penemuan ini, kata dia, sudah dipastikan pula kebenarannya oleh para sejarawan dunia Islam di Princetown University di Amerika Serikat.

Ratu Sima
Hamka dalam bukunya berjudul "Dari Perbendaharaan Lama" menulis di dalam catatan sejarah Tiongkok disebutkan, bahwa pada pertengahan kurun ke-7 terdapat sebuah kerajaan Holing, dalam sebuah negeri bernama Cho-p'o, yang dipimpin oleh seorang raja perempuan, Simo.

Penulis sejarah bangsa Tiongkok menceritakan, bagaimana aman dan makmurnya negeri di bawah perintah ratu perempuan itu. Tanahnya subur, padinya menjadi. Upacara-upacara kerajaan berjalan dengan lancar.

Ratu dijaga atau diiringkan oleh biti-biti prawara, kipas dari bulu merak bersabung kiri kanan, dan singgasana tempat baginda semayam bersalutkan emas. Keris dan pedang kerajaan pun bersalutkan emas dan bertatahkan ratna-mutu manikam.

Agama yang dipeluk ialah agama Buddha. Dengan kerja sama antara I Tsing pengembara Tiongkok dengan Jnabadhra, yang dalam bahasa Tiongkok ditulis Yoh na poh to lo disalinlah buku-buku agama Buddha ke dalam bahasa anak negeri.

Tentang keamanan dan kemakmuran negeri Holing itu, kata pencatat sejarah tersebut, sampai juga kabar beritanya ke Ta-Cheh sehingga tertariklah hati pengembara-pengembara bangsa Ta-Cheh itu hendak melawat ke negeri Holing, hendak berhubungan dengan raja perempuan Simo itu, supaya perniagaan di antara kedua negeri menjadi ramai.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3578 seconds (0.1#10.140)