Da'iyah Cantik, Cerdas dan Ibu Tujuh Anak Penghapal Al-Qur'an

Selasa, 30 Juni 2020 - 12:32 WIB
loading...
A A A
Seketika Abu Thalhah bediri menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah berfirman di dalam kitabnya (yang artinya), “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” Dan sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah kebunku, untuk itu aku sedekahkan ia untuk Allah degan harapan mendapatkan kebaikan dan simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesukamu ya Rasulullah.”

Rasulullah SAW bersabda :

“Bagus… bagus… itulah harta yang menguntungkan… itulah harta yang mnguntungkan…. Aku telah mendengar apa yang kamu katakan dan aku memutuskan agar engkau sedekahkan kepada kerabat-kerabatmu.”

Maka Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada anak kerabatnya dan Bani dari pamannya.

Allah memuliakan kedua orang suami istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan dengan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama Abu Umair. Suatu ketika anak tersebut bermain-main dengan seekor burung lalu burung tersebut mati. Hal itu menjadikan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada saat itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dirinya maka beliau berkata kepada anak tesebut untuk meghibur dan bermain dengannya, “Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh anak burung pipit itu?” (HR.Al-Bukhari).

Allah berkehendak untuk menguji keduanya denga seorang anak yang cakap dan dicintai. Suatu ketika Abu umair sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi ayahya apabila kembali dari pasar, pertama kali yang dia kerjakan setelah mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan beliau belum merasa tenang sebelum melihat anaknya..(Baca juga : Mengapa Hati Disebut Al Qalb? Dan Karakteristiknya )

Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka Ibu mukminah yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridha dan baik. Sang ibu membaringkannya di tempat tidur sambil senantiasa mengulangi, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”

Ummu Sulaim berpesan kepada anggota keluarganya, “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalhah hingga aku sendiri yang menceritakan kepadanya.”

Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya, kemudian dengan semangat menyambut suaminya dan menjawab seperti biasanya, “Apa yang dilakukan oleh anakku?” Ia menjawab, “Dia dalam keadaan tenang.”

Abu Thalhah mengira bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena khawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulaim mendekati suaminya dan mempersiapkan makan malam baginya, lalu Abu Thalhah makan dan minum, sementara Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan yang lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya. Ia mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian, kemudian keduanya pun berbuat sebagaimana layaknya suami istri.

Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan telah mencampurinya serta merasa tenang terhadap keadaan anaknya, maka ia memuji Allah karena tidak membuat risau suaminya dan membiarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.

Tatkala di akhir malam ia berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu seandainya ada suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipan tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut menolaknya?” Abu Thalhah menjawab, “Tentu saja tidak boleh.”

Kemudian Ummu Sulaim berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu jika keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?” Abu Thalhah berkata, “Berarti mereka tidak adil.” Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu adalah titipan dari Allah dan Allah telah mengambil, maka tabahkanlah hatimu dengan meninggalnya anakmu.”

Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah, “Kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”

Abu Thalhah mengulangi kata-kata tersebut hingga mengucapkan kalimat istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.

Keesokan harinya Abu Thalhah pergi menghadap Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan kepadanya tentang apa yang telah terjadi, kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua.”

Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya Anas berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sulaim telah melahirkan tadi malam.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut (yakni menggosokkan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi). Anas berkata, “Berikanlah nama bayi ya Rasulullah!” beliau bersabda, “Namanya Abdullah.”

Ubadah, salah seorang rijal sanad berkata, “Aku melihat dia memiliki tujuh orang anak yang kesemuanya hafal Al-Qur'an.”

Di antara kejadian yang mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka berdua yang manusia dapat beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata, “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada di rumahnya, namun beiau menjawab, ‘Demi yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya sama.

Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya’. Maka berdirilah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata, ‘Saya, ya Rasulullah’. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim), “Apakah kamu memiliki makanan?” Istrinya menjawab, ‘Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak’. Abu Thalhah berkata, ‘ Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk, maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah aberada di tangan, maka berdirilah dan matikanlah lampu’.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1217 seconds (0.1#10.140)