Kisah Pengembara yang Pindah dari Satu Agama ke Agama Lain

Sabtu, 27 Agustus 2022 - 14:13 WIB
loading...
A A A
"Ini merupakan fakta dari ilmu kebendaan, aku tahu bahwa kebenaran teori-teori ilmiah hanyalah bersifat relatif. Ini adalah klaim dari semua ilmu."

"Tetapi engkau tetap mencari kebenaran utuh melalui cara-cara relatif."

"Ya dan demikian pula Anda, sebab Anda mengatakan bahwa simbol-simbol dan yang lainnya merupakan 'Jembatan menuju hakikat,' meskipun semua itu tidak sempurna."

"Perbedaannya adalah bahwa engkau telah memilih satu metode tunggal dalam mendekati kebenaran. Ini tidak cukup. Kami menggunakan banyak cara yang berbeda dan mengetahui bahwa ada suatu kebenaran yang bisa dipahami oleh suatu organ batin. Engkau mencoba mendidihkan air, tetapi tidak tahu caranya. Kami mendidihkan air dengan membawa semua unsur-unsur tertentu --api, wadah, air."

"Tetapi bagaimana dengan akalku?"

"Ia harus menempati perspektifnya yang benar, menemukan tingkatannya sendiri, bila ketimpangan kepribadian tersebut ingin diperbaiki."

Ketika pengunjung itu telah pergi, seseorang bertanya kepada orang alim tersebut, "Maukah Anda mengomentari tanya jawab ini.

"Jika aku mengomentarinya," ucapnya, "Ia akan kehilangan kesempurnaannya."

Kita semua telah belajar sesuai dengan status kita.



Doktrin Sufi
Idries Shah mengatakan doktrin sufi tentang keseimbangan antara titik-titik ekstrim itu mempunyai beberapa makna. Ketika diterapkan pada pengajaran, yaitu kemampuan untuk belajar dari yang lain, itu berarti bahwa seseorang harus terbebas dari pemikiran yang salah sebelum ia mulai belajar.

Calon murid Barat itu harus mempelajari bahwa dirinya tidak bisa membawa asumsi-asumsi tentang kemampuannya sendiri untuk mempelajari suatu bidang dimana dalam kenyataannya ia tidak tahu apa sebenarnya yang dicobanya untuk dipelajari.

Sebenarnya ia tahu bahwa dalam cara tertentu ia tidak puas. Sisanya adalah kumpulan gagasan-gagasannya sendiri menyangkut alasan apa yang membuatnya tidak puas dan suatu upaya untuk menentukan obat bagi penyakit yang telah ia diagnosa tanpa sebelumnya menanyakan kepada dirinya sendiri tentang kemampuan-kemampuan diagnostiknya.

Kita telah memilih sebuah insiden aktual yang melibatkan seorang Barat; tetapi bentuk pemikiran ini tidak terbatas pada Barat. Demikian juga, sikap kebalikannya yang ekstrim --yaitu orang yang ingin menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak seorang guru-- dan dikatakan sebagai ciri khas pikiran Timur, hampir-hampir tidak berguna.

Pencari (ilmu) tersebut pertama kali harus mencapai tataran keseimbangan tertentu antar dua pikiran ekstrim ini sebelum bisa dianggap mempunyai kapasitas untuk belajar.

Kedua tipe (pikiran) ini belajar tentang kapasitas untuk belajar terutama dengan mengamati guru sufi dan pola perilakunya. Sebagai teladan manusia, tindakan dan ucapan guru sufi merupakan jembatan antara ketidakmampuan relatif dari seorang murid dan posisi menjadi seorang Sufi.

Kurang dari satu dalam seratus orang biasanya mempunyai salah satu konsepsi dari dua syarat ini. Jika melalui kajian yang seksama terhadap literatur sufi, seorang murid telah benar-benar melihat prinsip pengajaran tersebut, maka ia sungguh sangat beruntung.



Ia bisa menemukannya dalam bahan-bahan sufistik, dengan syarat harus bersedia membaca dan menelaahnya kembali, untuk mengajari dirinya menghindari asosiasi-asosiasi otomatis dari pemikiran yang mengendap atau label sufi (dan semua julukan lainnya) yang ada pada dirinya.

Singkat kata, kata Idries Shah, ia lebih tertarik secara temporer pada sekolah tertentu yang lebih masuk akal, yang meletakkan prinsip-prinsip kaku dan bisa ia jadikan sandaran.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1238 seconds (0.1#10.140)