Kisah Pengembara yang Pindah dari Satu Agama ke Agama Lain

Sabtu, 27 Agustus 2022 - 14:13 WIB
loading...
A A A
"Seseorang pergi ke sebuah toko dan membeli sebuah sabun. Sebagai akibat dari pembelian ini, banyak hal bisa terjadi --si pemilik toko memiliki uang lebih banyak, mungkin lebih banyak sabun yang akan dipesan dan seterusnya. Kata-kata yang diucapkan dalam transaksi ini mempunyai suatu akibat, bergantung pada kondisi jiwa dari kedua belah pihak. Ketika orang tersebut meninggalkan toko, ada satu faktor tambahan dalam kehidupannya yang tidak ada sebelumnya --yakni sabun. Banyak hal bisa terjadi sebagai akibat dari transaksi ini. Tetapi bagi dua karakter utama tersebut, kejadian penting sebenarnya adalah bahwa sebatang sabun telah dibeli dan dibayar."

"Mereka tidak mempunyai kesadaran tentang percabangan transaksi itu dan tidak tertarik kepadanya. Hanya ketika sesuatu yang berarti --dari sudut pandang mereka-- terjadi, barulah mereka berpikir lagi tentang hal ini."

"Kemudian mereka akan mengatakan, 'Lucunya, orang yang membeli sabunku adalah seorang pembunuh atau mungkin ia seorang raja. Atau ia meninggalkan sebuah uang palsu.' Seperti setiap kata, setiap tindakan mempunyai satu akibat dan satu tempat."



"Ini merupakan dasar sistem-tanpa-sistem dari Sufi. Sebagaimana tentu saja telah engkau baca dalam berbagai cerita, Sufi bergerak dengan tindakan-tindakan yang sangat kompleks dan terjadi dalam kesadaran batin terhadap makna tindakannya."

"Aku mengerti apa yang Anda maksudkan," ucap pengunjung itu, "tetapi aku tidak bisa mengalaminya. Jika ini benar, tentu saja hal ini sangat bergantung pada banyak hal. Cara pemujaan tertentu berlaku, pengalaman-pengalaman profetik; kegagalan dari semua orang, kecuali segelintir saja yang berhasil, dalam memecahkan teka-teki kehidupan hanya dengan memikirkannya."

"Hal ini juga bisa berarti bahwa seseorang yang menyadari perkembangan-perkembangan kompleks di sekitarnya bisa menyelaraskan dirinya dengan perkembangan-perkembangan tersebut sampai pada satu tingkatan yang mustahil bagi orang lain. Tetapi harga percobaan ini dibayar dengan membuang pengetahuan seseorang yang berharga. Aku tidak bisa melakukan itu."

Syekh tersebut tidak menginginkan suatu kemenangan verbal dan tidak menutup pembicaraan.

"Sahabatku, suatu ketika seseorang pernah cidera kakinya. Ia harus berjalan dengan sebuah tongkat. Tongkat ini sangat berguna baginya, untuk membantunya berjalan maupun untuk tujuan-tujuan lain. Ia mengajarkan semua keluarganya untuk menggunakan tongkat padahal mereka hidup dengan kaki normal. Akan tetapi, setiap orang berambisi untuk memilikinya. Sebagian tongkat terbuat dari gading, yang lain dihiasi dengan emas."

"Sekolah-sekolah dibuka untuk melatih orang menggunakannya, kursi-kursi universitas dimasuki untuk mengkaji aspek-aspek yang lebih tinggi dari ilmu ini. Ada segelintir orang memulai berjalan dengan tongkat. Hal ini dianggap memalukan dan tidak masuk akal."



Di samping (memang) ada banyak kegunaan tongkat. Sebagian dari mereka (yang berjalan tanpa tongkat) dicaci dan sebagian dihukum. Mereka berusaha memperlihatkan bahwa sebuah tongkat kadang-kadang bisa digunakan, ketika diperlukan. Atau banyak kegunaan tongkat tersebut yang bisa dipenuhi dengan cara-cara lainnya."

"Sedikit orang yang mau mendengar. Untuk mengatasi prasangka, sebagian orang-orang yang bisa berjalan tanpa dukungan (tongkat) tersebut mulai berperilaku yang sama sekali berbeda dari masyarakat yang mapan. Tetap saja jumlah mereka sedikit."

"Meskipun ternyata tongkat digunakan selama beberapa generasi, sebagian kecil orang sebenarnya bisa berjalan tanpa tongkat, sebagian besar masyarakat 'membuktikan' bahwa tongkat itu merupakan keharusan."

"Mereka berkata, 'Lihat orang ini. Ia berjalan tanpa tongkat. Lihat! Ia tidak bisa.' 'Tetapi kami memang berjalan tanpa tongkat,' ucap pejalan-pejalan biasa (yang tidak menggunakan tongkat) mengingatkan mereka. 'Itu tidak benar, itu hanyalah khayalanmu sendiri,' ucap orang-orang yang pincang tersebut --sebab pada waktu itu mereka juga menjadi buta, sebab mereka tidak mau melihat."

"Analogi tidak sepenuhnya sesuai untuk hal ini," ucap anak muda tersebut.

"Apakah analogi (bisa) sepenuhnya diterima?" tanya Syekh tersebut.

"Tidakkah engkau pahami bahwa jika aku bisa menjelaskan segala sesuatu dengan mudah dan sempurna melalui satu cerita tunggal, maka pembicaraan ini tidak perlu? Hanya kebenaran-kebenaran parsial yang bisa diungkapkan secara tepat melalui analogi."

"Sebagai contoh, aku bisa memberikan suatu bentuk sempurna dari suatu lempengan yang berbentuk bundar dan engkau bisa memotongnya menjadi ribuan kepingan. Masing-masing potongan bisa jadi suatu duplikat dari potongan-potongan lainnya. Tetapi, sebagaimana kita semua tahu, sebuah lingkaran tentu saja relatif berbentuk bundar. Tambahkan dimensinya secara proporsional ratusan kali, maka engkau akan menemukan bahwa ia bukan lagi suatu lingkaran yang sesungguhnya."

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1600 seconds (0.1#10.140)