Wali Allah Taala, Siapa sang Pemilik Karomah Itu?
loading...
A
A
A
Dalam Surat Yunus ayat 62 disebutkan wali-wali Allah. Mereka adalah orang yang tidak ada rasa takut, tidak juga bersedih hati. Lalu, siapa sejatinya yang dimaksud wali sang pemilik karomah tersebut?
Allah SWT berfirman:
أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada ketakutan pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” ( QS Yunus : 62)
Dalam Tafsir Ibnu Kasir disebutkan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf telah mengatakan bahwa wali-wali Allah adalah orang-orang yang apabila terbersit perasaan riya dalam hati mereka, maka mereka segera ingat kepada Allah.
Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis marfu', diriwayatkan oleh Imam Al-Bazzar. Dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah wali-wali Allah itu?"
Rasulullah SAW menjawab: "Yaitu orang-orang yang apabila terbersit rasa riya dalam hatinya, maka segera ia ingat kepada Allah."
Abu Hurairah ra juga mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat banyak hamba yang para nabi dan para syuhada merasa iri melihat mereka."
Ketika ditanyakan, "Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah? Mudah-mudahan kami dapat mencintai mereka."
Rasulullah SAW bersabda: "Mereka adalah suatu kaum yang saling mengasihi karena Allah tanpa ada harta benda dan tanpa nasab (keturunan di antara sesama mereka), wajah mereka bercahaya berada di atas mimbar-mimbar dari nur (cahaya). Mereka tidak merasa khawatir di saat manusia dicekam oleh kekhawatiran, mereka pun tidak bersedih hati di saat manusia bersedih hati.
Kemudian Rasulullah SAW membacakan firman-Nya: "Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Yunus: 62)
Di dalam hadis Imam Ahmad dari Abu Malik Al-Asy'ari disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Kelak akan datang dari golongan-golongan manusia dan puak-puak kabilah suatu kaum yang di antara sesama mereka tidak ada hubungan rahim kekerabatan, tetapi mereka saling mengasihi karena Allah dan saling berikhlas diri karena Allah."
"Kelak di hari kiamat Allah meletakkan mimbar-mimbar dari nur buat mereka, lalu mendudukkan mereka di atasnya. Semua manusia merasa khawatir, tetapi mereka tidak khawatir. Mereka adalah wali-wali Allah yang tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
Bahasa Al-Quran
Kata wali dalam bahasa Al-Quran bisa bermakna dua: hamba dan tuan. Artinya, tiada tuan sejati kecuali memiliki hamba dan tiada hamba sejati kecuali selalu bersama tuannya.
Hamba sahaya sejatinya selalu bersama tuannya. Dalam bahasa Arab, kata wali dengan masdar wilayah, berarti kedekatan interaktif, bilateral, atau dua sisi. Sementara hamba yang menjauh dari tuannya adalah hamba yang sedang mengingkari tuannya atau tidak menjalankan perintah tuannya.
Betul, Allah dekat dengan makhluk-Nya. Dalam Al-Quran, Dia berfirman:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” ( QS Qaf [50] : 16)
Tapi dalam konsep wali, kedekatan bukan sekadar satu sisi. Pada kenyataannya, sering kali hamba itulah yang tidak dekat pada tuannya. Hamba sendirilah yang menciptakan hijab yang membuat dirinya menjauh dari Allah dan tidak pernah bisa dekat dengan-Nya.
Akibatnya, orang seperti ini merasa Tuhan itu jauh. Dia menganggap keluhan, rintihan, dan doanya tak pernah didengarkan oleh Allah lantaran rahmat-Nya terhambat oleh jarak.
Orang yang Berilmu
Al-Hafiz Ibnu Katsir seperti dikutip Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny dalam bukunya "198 Kisah Haji Wali-Wali Allah" berpendapat bahwa:
"Wali-wali Allah adalah setiap mereka yang beriman dan bertakwa sebagaimana telah dijelaskan Allah tentang mereka, maka setiap orang yang bertakwa kepada Allah, dia adalah wali-Nya. Sesungguhnya tidak ada kebimbangan atas mereka, yaitu dalam menghadapi hal ihwal kiamat. Dan tidak pula mereka bersedih hati terhadap apa yang mereka tinggalkan di dunia."
Ibnu Rajab Al Hambali dalam kitabnya Jasmi Al Ulum wa al-Hakim, mengatakan asal makna 'al-wilayah' (kewalian) adalah dekat. Asal makna al-adawa (permusuhan) adalah jauh. Maka para wali Allah adalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan amal-amal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Musuh-musuh Allah adalah orang-orang yang dijauhkan dari-Nya dengan sebab amalan-amalan perbuatan mereka yang menjadi mereka terusir dan terasing dari-Nya."
Sedangkan Ibu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya 'Fathul Bari' mengatakan yang dimaksud dengan wali Allah adalah orang-orang yang berilmu tentang Allah dan dia terus-menerus berada dalam ketaatan kepada-Nya dengan mengikhlaskan hati di dalam ibadahnya."
Rasulullah saw. Juga telah menyebutkan tentang wali-wali Allah dan karomah karomahnya, seperti dalam hadits-hadits berikut:
Rasulullah bersabda: "Allah berfirman aku pasti balas dendam bagi wali wali-Ku seperti balas dendamnya singa yang marah."
Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah mempunyai orang-orang yang jika mereka bersumpah dengan Allah, Allah pasti mengabulkan sumpahnya." (Mutafaqun Alaih).
Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny mengatakan, apabila hati seseorang telah terpenuhi dengan tauhid yang benar dan sempurna, tidak akan tersisa lagi dalam hatinya kecintaan kepada selain Allah, tiada lagi rasa nikmat melainkan dengan melaksanakan apa-apa yang dicintai Allah dan kebenciannya adalah terhadap apa-apa yang dibenci Allah. "Apabila ini terealisasi, seluruh tubuhnya akan bergerak menaati Allah," katanya.
Artinya, tidak ada lagi ruang di hatinya untuk selain Allah. Semua perilaku, pendengaran penglihatan, pembicaraan, dan seluruh gerak-geriknya berporos kepada Allah.
Jelaslah, kata Abdurrahman, demikian wali-wali Allah yaitu mukmin-mukmin yang taat yang senantiasa melaksanakan perintahnya menjauhi segala larangannya.
Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya wali-wali Allah adalah orang-orang yang saleh lagi beriman." (Shahih Al Bukhari dan Muslim).
Orang yang saleh di sisi sarak adalah orang yang melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dan kepada sesama makhluk. Sedangkan musuh-musuh Allah adalah mereka yang menjauhkan diri dari-Nya dengan amalan-amalan perbuatan yang diharamkan serta seumpamanya.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 31 yang artinya. "Katakanlah wahai Muhammad:" jika benar kamu mencintai Allah ikutilah aku. Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu."Allah maha pengampun lagi maha penyayang."
Ibnu Taimiyah dalam "al-Furqon baina Awliya ar-Rahman wa Auliya asy Syaithan" mengatakan dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang yang mengikuti Rasul akan dicintai Allah. Siapa saja yang mengaku cinta kepada Allah tetapi tidak mengikuti Rasul dia bukanlah wali Allah sekalipun ramai sekali orang yang menyangka bahwa mereka atau pada diri selain mereka adalah termasuk wali-wali Allah padahal mereka bukanlah wali-wali Allah.
"Maka siapa yang beritikad bahwa ada seorang wali yang dapat menuju kepada Allah tanpa mengikuti syariat yang dibawa Muhammad, dia adalah kafir yang termasuk wali setan," ujarnya.
Demikianlah sebagaimana yang dikatakan imam Syafi'i: "Apabila engkau melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di udara, jangan engkau tertipu dengannya sehingga engkau memastikan dia berada di atas Al-Kitab."
Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny menegaskan, termasuk prinsip ahlussunnah wal jamaah adalah membenarkan adanya karomah para wali dan kejadian kejadian luar biasa yang Allah tunjukkan melalui mereka dalam berbagai segi ilmu dan mukasyafah, dalam berbagai jenis kodrat dan pengaruh. Misalnya seperti yang diriwayatkan dari umat-umat terdahulu dalam surat Al-Kahfi dan selainnya, dan dari generasi awal umat ini yaitu para sahabat tabiin, serta generasi-generasi umat yang lain. "Karomah tetap akan ada pada setiap umat hingga hari kiamat," katanya.
Allah SWT berfirman:
أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada ketakutan pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” ( QS Yunus : 62)
Dalam Tafsir Ibnu Kasir disebutkan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf telah mengatakan bahwa wali-wali Allah adalah orang-orang yang apabila terbersit perasaan riya dalam hati mereka, maka mereka segera ingat kepada Allah.
Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis marfu', diriwayatkan oleh Imam Al-Bazzar. Dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah wali-wali Allah itu?"
Rasulullah SAW menjawab: "Yaitu orang-orang yang apabila terbersit rasa riya dalam hatinya, maka segera ia ingat kepada Allah."
Abu Hurairah ra juga mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat banyak hamba yang para nabi dan para syuhada merasa iri melihat mereka."
Ketika ditanyakan, "Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah? Mudah-mudahan kami dapat mencintai mereka."
Rasulullah SAW bersabda: "Mereka adalah suatu kaum yang saling mengasihi karena Allah tanpa ada harta benda dan tanpa nasab (keturunan di antara sesama mereka), wajah mereka bercahaya berada di atas mimbar-mimbar dari nur (cahaya). Mereka tidak merasa khawatir di saat manusia dicekam oleh kekhawatiran, mereka pun tidak bersedih hati di saat manusia bersedih hati.
Kemudian Rasulullah SAW membacakan firman-Nya: "Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Yunus: 62)
Di dalam hadis Imam Ahmad dari Abu Malik Al-Asy'ari disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Kelak akan datang dari golongan-golongan manusia dan puak-puak kabilah suatu kaum yang di antara sesama mereka tidak ada hubungan rahim kekerabatan, tetapi mereka saling mengasihi karena Allah dan saling berikhlas diri karena Allah."
"Kelak di hari kiamat Allah meletakkan mimbar-mimbar dari nur buat mereka, lalu mendudukkan mereka di atasnya. Semua manusia merasa khawatir, tetapi mereka tidak khawatir. Mereka adalah wali-wali Allah yang tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
Bahasa Al-Quran
Kata wali dalam bahasa Al-Quran bisa bermakna dua: hamba dan tuan. Artinya, tiada tuan sejati kecuali memiliki hamba dan tiada hamba sejati kecuali selalu bersama tuannya.
Hamba sahaya sejatinya selalu bersama tuannya. Dalam bahasa Arab, kata wali dengan masdar wilayah, berarti kedekatan interaktif, bilateral, atau dua sisi. Sementara hamba yang menjauh dari tuannya adalah hamba yang sedang mengingkari tuannya atau tidak menjalankan perintah tuannya.
Betul, Allah dekat dengan makhluk-Nya. Dalam Al-Quran, Dia berfirman:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” ( QS Qaf [50] : 16)
Tapi dalam konsep wali, kedekatan bukan sekadar satu sisi. Pada kenyataannya, sering kali hamba itulah yang tidak dekat pada tuannya. Hamba sendirilah yang menciptakan hijab yang membuat dirinya menjauh dari Allah dan tidak pernah bisa dekat dengan-Nya.
Akibatnya, orang seperti ini merasa Tuhan itu jauh. Dia menganggap keluhan, rintihan, dan doanya tak pernah didengarkan oleh Allah lantaran rahmat-Nya terhambat oleh jarak.
Orang yang Berilmu
Al-Hafiz Ibnu Katsir seperti dikutip Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny dalam bukunya "198 Kisah Haji Wali-Wali Allah" berpendapat bahwa:
"Wali-wali Allah adalah setiap mereka yang beriman dan bertakwa sebagaimana telah dijelaskan Allah tentang mereka, maka setiap orang yang bertakwa kepada Allah, dia adalah wali-Nya. Sesungguhnya tidak ada kebimbangan atas mereka, yaitu dalam menghadapi hal ihwal kiamat. Dan tidak pula mereka bersedih hati terhadap apa yang mereka tinggalkan di dunia."
Ibnu Rajab Al Hambali dalam kitabnya Jasmi Al Ulum wa al-Hakim, mengatakan asal makna 'al-wilayah' (kewalian) adalah dekat. Asal makna al-adawa (permusuhan) adalah jauh. Maka para wali Allah adalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan amal-amal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Musuh-musuh Allah adalah orang-orang yang dijauhkan dari-Nya dengan sebab amalan-amalan perbuatan mereka yang menjadi mereka terusir dan terasing dari-Nya."
Sedangkan Ibu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya 'Fathul Bari' mengatakan yang dimaksud dengan wali Allah adalah orang-orang yang berilmu tentang Allah dan dia terus-menerus berada dalam ketaatan kepada-Nya dengan mengikhlaskan hati di dalam ibadahnya."
Rasulullah saw. Juga telah menyebutkan tentang wali-wali Allah dan karomah karomahnya, seperti dalam hadits-hadits berikut:
Rasulullah bersabda: "Allah berfirman aku pasti balas dendam bagi wali wali-Ku seperti balas dendamnya singa yang marah."
Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah mempunyai orang-orang yang jika mereka bersumpah dengan Allah, Allah pasti mengabulkan sumpahnya." (Mutafaqun Alaih).
Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny mengatakan, apabila hati seseorang telah terpenuhi dengan tauhid yang benar dan sempurna, tidak akan tersisa lagi dalam hatinya kecintaan kepada selain Allah, tiada lagi rasa nikmat melainkan dengan melaksanakan apa-apa yang dicintai Allah dan kebenciannya adalah terhadap apa-apa yang dibenci Allah. "Apabila ini terealisasi, seluruh tubuhnya akan bergerak menaati Allah," katanya.
Artinya, tidak ada lagi ruang di hatinya untuk selain Allah. Semua perilaku, pendengaran penglihatan, pembicaraan, dan seluruh gerak-geriknya berporos kepada Allah.
Jelaslah, kata Abdurrahman, demikian wali-wali Allah yaitu mukmin-mukmin yang taat yang senantiasa melaksanakan perintahnya menjauhi segala larangannya.
Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya wali-wali Allah adalah orang-orang yang saleh lagi beriman." (Shahih Al Bukhari dan Muslim).
Orang yang saleh di sisi sarak adalah orang yang melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dan kepada sesama makhluk. Sedangkan musuh-musuh Allah adalah mereka yang menjauhkan diri dari-Nya dengan amalan-amalan perbuatan yang diharamkan serta seumpamanya.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 31 yang artinya. "Katakanlah wahai Muhammad:" jika benar kamu mencintai Allah ikutilah aku. Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu."Allah maha pengampun lagi maha penyayang."
Ibnu Taimiyah dalam "al-Furqon baina Awliya ar-Rahman wa Auliya asy Syaithan" mengatakan dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang yang mengikuti Rasul akan dicintai Allah. Siapa saja yang mengaku cinta kepada Allah tetapi tidak mengikuti Rasul dia bukanlah wali Allah sekalipun ramai sekali orang yang menyangka bahwa mereka atau pada diri selain mereka adalah termasuk wali-wali Allah padahal mereka bukanlah wali-wali Allah.
"Maka siapa yang beritikad bahwa ada seorang wali yang dapat menuju kepada Allah tanpa mengikuti syariat yang dibawa Muhammad, dia adalah kafir yang termasuk wali setan," ujarnya.
Demikianlah sebagaimana yang dikatakan imam Syafi'i: "Apabila engkau melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di udara, jangan engkau tertipu dengannya sehingga engkau memastikan dia berada di atas Al-Kitab."
Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny menegaskan, termasuk prinsip ahlussunnah wal jamaah adalah membenarkan adanya karomah para wali dan kejadian kejadian luar biasa yang Allah tunjukkan melalui mereka dalam berbagai segi ilmu dan mukasyafah, dalam berbagai jenis kodrat dan pengaruh. Misalnya seperti yang diriwayatkan dari umat-umat terdahulu dalam surat Al-Kahfi dan selainnya, dan dari generasi awal umat ini yaitu para sahabat tabiin, serta generasi-generasi umat yang lain. "Karomah tetap akan ada pada setiap umat hingga hari kiamat," katanya.
(mhy)