Usamah bin Zaid, Panglima Perang Termuda Umat Islam, Porak-porandakan Bizantium
loading...
A
A
A
Usamah bin Zaid panglima perang termuda umat Islam, porak porandakan Bizantium pada awalnya penuh kontroversi. Bagaimana tidak, tatkala Rasulullah SAW menunjuk Usamah bin Zaid bin Harisah usianya belum lagi 20 tahun. Di sisi lain, anggota pasukan yang dipimpin adalah para senior sahabat Nabi dari kalangan Muhajirin dan Ansor, termasuk Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab .
Sekadar mengingatkan, pasukan yang dipimpin Usamah ini untuk menghadapi Bizantium atau Romawi. Pengiriman pasukan ini didasari rasa khawatir Nabi, akan kemungkinan Romawi menyerbu daerah Muslimin.
Apalagi kala itu, pihak Romawi telah menghasut orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina setelah dikeluarkan oleh Nabi dari Madinah, Taima', Fadak dan daerah-daerah lain yang dulu mereka tempati.
Muhammad Husain Haikal dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" memaparkan sebelumnya juga sempat terjadi perang di Mu'tah dan Tabuk antara pasukan muslim dengan Romawi. Itu sebabnya, Rasulullah merasa perlu meningkatkan pengamanan perbatasan Arab-Romawi. Ketika pasukan Muslimin berada di Mu'tah itu, banyak pimpinan militer yang gugur, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah.
Khalid bin al-Walid sempat menarik mundur pasukannya hingga selamat kembali ke Madinah tanpa membawa kemenangan.
Dalam perang Tabuk Rasulullah sendiri yang memimpin pasukan Muslimin. Perjalanannya ini sudah merupakan peringatan, sehingga membuat musuh menarik mundur pasukannya ke luar perbatasan, tanpa terjadi pertempuran.
Tidak heran jika kedua peperangan yang terjadi antara Muslimin dengan Romawi itu membuat Nabi segera menyiapkan pasukan Usamah bin Zaid bin Harisah, dan persiapan itu merupakan salah satu politik Nabi dalam mengamankan perbatasan Semenanjung Arab dari serangan pasukan Romawi, yang ketika itu merupakan adikuasa.
Usamah bin Zaid ketika itu masih sangat muda. Tetapi Rasulullah mengangkatnya memimpin pasukan agar kemenangannya kelak menjadi kebanggaan atas gugurnya ayahnya sebagai syahid di Mu'tah.
Sejak hari pertama penunjukan Usamah, kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka banyak yang menggerutu. Sejak kecil Usamah sudah menjadi kesayangan Nabi, sehingga karenanya ia dijuluki "Kesayangan Nabi dan putra kesayangannya."
Begitu besar kecintaan Nabi kepada Usamah sehingga ia pernah didudukkan sekendaraan ketika Rasulullah pergi ke Mekkah dalam tahun kedelapan Hijriyah dan diajaknya ia masuk ke dalam Kakbah.
Sejak kecil Usamah sudah punya keberanian dan tidak kenal takut, sehingga ia ikut bergabung dengan pasukan Muslimin ke Uhud, namun dikembalikan ke Madinah karena usianya yang masih terlalu muda.
Setelah itu ia pernah juga ikut dalam pertempuran di Hunain dan berjuang mati-matian seperti seorang pahlawan perang. Tetapi orang-orang yang mengeluh itu melihatnya tidak sama.
Keluhan mereka itu sampai juga kepada Nabi ketika beliau dalam sakitnya yang terakhir sementara pasukan Usamah sudah berada di Jurf, siap akan berangkat.
"Saudara-saudara, laksanakanlah keberangkatan Usamah. Demi hidupku, kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu sudah berbicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan," ujar Nabi.
Setelah sakit Rasulullah bertambah berat, pasukan Usamah tidak bergerak di Jurf. Disebutkan bahwa Usamah berkata: "Setelah sakit Rasulullah makin berat, saya dan yang lain turun ke Madinah. Ketika saya masuk hendak menemui Rasulullah, Nabi sudah tak dapat berbicara. Ia mengangkat tangannya ke atas dan kemudian meletakkannya kepada saya. Tahulah saya bahwa ia mendoakan saya."
Ketika Nabi sadar sesaat sebelum wafat pagi hari itu, Usamah meminta izin akan berangkat dengan pasukannya. Nabi mengizinkan. Tetapi tak seberapa lama tersiar berita Rasulullah wafat, Usamah dan pasukannya kembali lagi ke Madinah.
Kemudian Usamah bersama-sama dengan keluarga bertugas menyiapkan pemakaman. Dia dan Syuqran pembantu Nabi menuangkan air ke tubuh Rasulullah dan Ali memandikannya, berikut baju yang dipakainya.
Masa Khalifah Abu Bakar
Setelah ada perintah dari Khalifah Abu Bakar agar pengiriman Usamah diteruskan usai beliau dilantik, kaum Muslimin masih juga menggerutu. Mereka berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang tidak menyenangkan itu. Sebagian melihat adanya perbedaan pendapat yang dulu antara Muhajirin dengan Ansar dalam soal Khalifah, serta berita-berita yang masuk ke Madinah tentang warga Arab di pedalaman, orang-orang Yahudi dan Nasrani dan hasutan mereka setelah Nabi wafat agar menyerang kaum Muslimin dan agamanya.
Mereka berkata, ditujukan kepada Abu Bakar: "Mereka itu pemuka-pemuka Muslimin dan kau lihat orang-orang Arab pedalaman itu sudah memberontak kepadamu, tidak patut kau memilah-milah jamaah Muslimin."
Tetapi Abu Bakar menjawab: "Demi nyawa Abu Bakar, sekiranya ada serigala akan menerkamku, niscaya akan kuteruskan pengiriman pasukan Usamah ini seperti yang diperintahkan Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam. Sekalipun di kota ini sudah tak ada orang lagi selain aku, pasti kulaksanakan juga."
Disebutkan juga bahwa setelah Usamah melihat keadaan yang demikian, ia meminta kepada Umar bin Khattab agar memintakan izin kepada Abu Bakar untuk membawa pasukannya itu kembali, supaya dapat membantu Abu Bakar dalam menghadapi kaum musyrik yang kala itu sudah siap-siap melakukan pemberontakan.
Orang-orang Ansar berkata kepada Umar: "Kalau harus juga kita meneruskan perjalanan, sampaikan permintaan kami supaya yang memimpin kita ini orang yang lebih tua usianya dari Usamah."
Umar menyampaikan pesan Usamah itu kepada Abu Bakar. Tetapi mendengar itu Abu Bakar marah. "Sekiranya yang akan menyergapku itu anjing dan serigala," katanya. "Aku tidak akan mundur dari keputusan yang sudah diambil oleh Rasulullah SAW."
Mengenai pesan kaum Ansar yang meminta agar Usamah digantikan oleh orang yang lebih tua usianya, Abu Bakar melompat dari duduknya dan memegang janggut Umar seraya berkata marah: "Celaka kau Umar! Rasulullah SAW yang menempatkan dia, lalu aku yang akan mencabutnya?!"
Ketika kemudian Umar kembali dan mereka menanyakan hasil pembicaraannya, Umar berkata: "Teruskan! Karena usul kalian itulah Khalifah Rasulullah marah kepadaku.”
“Apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan," tandasnya.
Abu Bakar berdiri di tengah-tengah pasukan dan berpidato setelah mengirimkan kembali sebagian orang yang menentang itu:
"Saudara-saudara, aku seperti kamu sekalian. Aku tidak tahu, adakah kamu akan menugaskan aku melakukan sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah. Allah telah memilih Muhammad untuk semesta alam dan dibebaskan dari segala cacat. Tetapi aku hanya seorang pengikut, bukan pembaru. Kalau aku benar, ikutilah aku, dan kalau aku sesat luruskanlah. Rasulullah wafat tiada seorang pun merasa dirugikan dan teraniaya. Padaku juga ada setan yang akan menjerumuskan aku. Kalau yang demikian terjadi, jauhkanlah aku..."
Kemudian ia menyuruh orang melakukan segala perbuatan yang baik sebelum ajal datang menjemput, dan supaya mengambil pelajaran dari bapak-bapak dan saudara-saudara, dan janganlah iri hati terhadap yang hidup kecuali seperti terhadap yang sudah mati. “Aku hanya seorang pengikut, bukan pembaru; apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan,” tegasnya.
Tunduk kepada Khalifah
Setelah Umar bin Khattab kembali ke Jurf, semua orang sudah tahu mengenai pesan Khalifah Abu Bakar yang dibawanya. Mau tak mau mereka harus tunduk kepada Khalifah. Setelah itu Khalifah Abu Bakar pun pergi mengunjungi markas pasukan itu.
Ketika memberangkatkan dan melepas pasukan itu Khalifah Abu Bakar berjalan kaki, sementara Usamah bin Zaid di atas kendaraan, untuk menanamkan kesan kepada mereka tentang kepemimpinan Usamah yang harus diterima dan ditaati. Tetapi agaknya Usamah merasa malu melihat orang tua yang penuh wibawa dan sahabat Rasulullah serta penggantinya memerintah Muslimin itu berjalan kaki di sebelahnya sedang hewan tunggangannya dituntun oleh Abdur-Rahman bin Auf dari belakang.
"Oh Khalifah Rasulullah," kata Usamah. "Tuan harus naik, kalau tidak saya akan turun."
"Demi Allah, jangan turun!" Abu Bakar berkata. "Dan demi Allah aku tidak akan naik. Aku hanya menjejakkan kaki di debu sejenak demi perjuangan di jalan Allah!"
Setelah tiba saatnya akan melepas pasukan itu ia berkata kepada Usamah: "Kalau menurut pendapatmu Umar perlu diperbantukan kepadaku silakan."
Usamah mengizinkan Umar bin Khattab meninggalkan pasukannya dan kembali (ke Madinah) bersama Khalifah Abu Bakar.
Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut setelah melihat tindakan Abu Bakar yang sungguh bijaksana itu mereka yang tadinya menentang kepemimpinan Usamah tak ada jalan lain harus menerima juga.
Pidato Khalifah Abu Bakar
Saat Khalifah Abu Bakar melepas pasukan, beliau berdiri di depan para pasukan muslim menyampaikan pidatonya: "Saudara-saudara, ikutilah sepuluh pesan saya ini dan harus Saudara-saudara perhatikan: Jangan berkhianat, jangan korupsi, jangan mengecoh dan jangan menganiaya. Janganlah membunuh anak-anak, orang lanjut usia atau perempuan. Janganlah menebang atau membakar kebun kurma, jangan memotong pohon yang sedang berbuah, jangan menyembelih kambing, sapi atau unta kecuali untuk dimakan.”
“Kamu akan melewati golongan manusia yang mengabdikan diri tinggal dalam biara; biarkan mereka, jangan diganggu.”
“Kamu akan singgah pada suatu golongan yang akan menghidangkan pelbagai macam makanan, maka jika di antaranya ada yang kamu makan, sebutlah nama Allah.”
“Juga kamu akan menjumpai beberapa golongan manusia, di bagian atas kepala mereka berlubang dan membiarkan sekelilingnya seperti pita, sapulah itu sekali dengan pedangmu. Ini adalah sebuah tamsil, berasal dari hadis Rasulullah, yang maksudnya bila setan telah bersarang di kepala manusia, segala kejahatan akan diperbuatnya, maka kikislah itu.”
“Terjunlah kamu dengan nama Allah, semoga Allah memberi perlindungan kepada kamu dari kematian dan penyakit."
Kepada Usamah yang sudah mulai bergerak dengan pasukannya ia berkata: "Kerjakan apa yang diperintahkan Nabi SAW kepadamu. Mulailah dari daerah Quda'ah, kemudian masuk ke Abil. Jangan kau kurangi sedikit pun perintah Rasulullah. Jangan ada yang kautinggalkan apa yang sudah dipesankan kepadamu."
Mati untuk Kemenangan
Sementara pasukan Usamah berangkat, Abu Bakar dan Umar kembali ke Madinah. Dengan dipimpin oleh seorang komandan muda pasukan itu berangkat mengarungi padang pasir dan sahara gersang di puncak musim panas bulan Juni.
Sesudah 20 hari perjalanan ia sampai ke Balqa' dan di tempat itulah Mu'tah, di tempat itu pula Zaid bin Harisah dan kedua sahabatnya Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah gugur sebagai syahid.
Di sini Usamah dan pasukannya bermarkas dan memulai serangannya ke Abil dengan menyebarkan pasukan berkudanya ke daerah-daerah kabilah di Quda'ah. Musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya yang mau merintangi jalannya habis disapunya tanpa belas kasihan lagi. Semboyan Muslimin dalam perang ketika itu: "Mati untuk kemenangan."
Selama dalam perang pasukan Muslimin berhasil membunuh dan menawan serta membakar kota-kota yang mengadakan perlawanan. Rampasan perang yang mereka peroleh pun tidak sedikit. Dengan demikian Usamah sudah dapat menuntut balas atas kematian ayahnya dan kaum Muslimin di Mu'tah, dan sekaligus telah pula melaksanakan perintah Rasulullah untuk menapakkan kudanya ke perbatasan Balqa' dan Darum di bumi Palestina, menyergap musuh-musuh Allah dan RasulNya itu di pagi buta, membunuh mereka dan membakar dengan api.
Semua itu dilaksanakan sampai selesai secara silih berganti sebelum pihak musuh menyadari. Setelah menyelesaikan tugasnya itu Usamah kembali dengan pasukannya ke Madinah membawa kemenangan dengan menunggang kuda yang dulu dinaiki ayahnya ketika terbunuh di atas kuda itu juga.
Tak Terbayangkan
Kaum Muhajirin dan Ansar yang tadinya menggerutu karena kepemimpinan Usamah, sejak itu merasa bangga dengan perjuangan anak muda itu serta keberaniannya yang luar biasa di medan perang.
Dengan penuh iman mereka mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW: "Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan."
Pemimpin-pemimpin militer yang pernah berjaya tak pernah membayangkan bahwa Usamah akan maju menelusuri jejak musuh. Soalnya, karena politik yang biasa dijalankan oleh Rasulullah dan yang terbayang dalam pikiran semua kaum Muslimin, hanya terbatas untuk mengamankan perbatasan kawasan Arab dengan Romawi, tidak menyinggung Romawi sendiri yang menyerbu daerah Arab sebagai pembalasan untuk orang-orang Yahudi atau yang, lain yang pernah berkomplot terhadap kaum Muslimin.
Wajar saja bila Romawi dengan kerajaannya yang begitu luas serta pengaruh kekuasaannya yang besar itu namanya masih menggoncangkan semua bangsa.
Abu Bakar Sambut Usamah
Dengan pasukan yang sudah berjaya itu Usamah kembali, dan Khalifah Abu Bakar menyambutnya di luar kota Madinah. Abu Bakar datang menyongsongnya bersama-sama sejumlah kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka.
Semua mereka dalam suasana gembira, ditambah lagi dengan penduduk Madinah yang menyusul Khalifah Abu Bakar dan rombongannya. Mereka bersorak sorai gembira sebagai penghargaan atas keberanian Usamah dan pasukannya itu.
Begitu ia memasuki kota Madinah dengan kemenangan yang membawa kebanggaan itu, langsung ia menuju masjid melakukan sholat syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya dan kepada Muslimin.
Pasukan itu pulang kembali ke Madinah setelah 40 hari, ada juga yang menyebutkan sesudah 70 hari sejak keluar dari kota itu.
Menurut Haekal, ketika berita ekspedisi itu disampaikan kepada Heraklius, ia terkejut sekali. Ia segera mengirimkan pasukan yang berkekuatan besar ke Balqa'.
Ini suatu bukti yang nyata bahwa pihak Muslimin setelah peristiwa ekspedisi ini benar-benar diperhitungkan, baik oleh Romawi maupun oleh orang-orang Arab sendiri, sehingga pihak Arab bagian utara — selain Dumat al-Jandal (Dumatul Jandal) — tidak lagi menghasut untuk menyerbu Madinah.
Sekadar mengingatkan, pasukan yang dipimpin Usamah ini untuk menghadapi Bizantium atau Romawi. Pengiriman pasukan ini didasari rasa khawatir Nabi, akan kemungkinan Romawi menyerbu daerah Muslimin.
Apalagi kala itu, pihak Romawi telah menghasut orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina setelah dikeluarkan oleh Nabi dari Madinah, Taima', Fadak dan daerah-daerah lain yang dulu mereka tempati.
Muhammad Husain Haikal dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" memaparkan sebelumnya juga sempat terjadi perang di Mu'tah dan Tabuk antara pasukan muslim dengan Romawi. Itu sebabnya, Rasulullah merasa perlu meningkatkan pengamanan perbatasan Arab-Romawi. Ketika pasukan Muslimin berada di Mu'tah itu, banyak pimpinan militer yang gugur, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah.
Khalid bin al-Walid sempat menarik mundur pasukannya hingga selamat kembali ke Madinah tanpa membawa kemenangan.
Dalam perang Tabuk Rasulullah sendiri yang memimpin pasukan Muslimin. Perjalanannya ini sudah merupakan peringatan, sehingga membuat musuh menarik mundur pasukannya ke luar perbatasan, tanpa terjadi pertempuran.
Tidak heran jika kedua peperangan yang terjadi antara Muslimin dengan Romawi itu membuat Nabi segera menyiapkan pasukan Usamah bin Zaid bin Harisah, dan persiapan itu merupakan salah satu politik Nabi dalam mengamankan perbatasan Semenanjung Arab dari serangan pasukan Romawi, yang ketika itu merupakan adikuasa.
Usamah bin Zaid ketika itu masih sangat muda. Tetapi Rasulullah mengangkatnya memimpin pasukan agar kemenangannya kelak menjadi kebanggaan atas gugurnya ayahnya sebagai syahid di Mu'tah.
Sejak hari pertama penunjukan Usamah, kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka banyak yang menggerutu. Sejak kecil Usamah sudah menjadi kesayangan Nabi, sehingga karenanya ia dijuluki "Kesayangan Nabi dan putra kesayangannya."
Begitu besar kecintaan Nabi kepada Usamah sehingga ia pernah didudukkan sekendaraan ketika Rasulullah pergi ke Mekkah dalam tahun kedelapan Hijriyah dan diajaknya ia masuk ke dalam Kakbah.
Sejak kecil Usamah sudah punya keberanian dan tidak kenal takut, sehingga ia ikut bergabung dengan pasukan Muslimin ke Uhud, namun dikembalikan ke Madinah karena usianya yang masih terlalu muda.
Setelah itu ia pernah juga ikut dalam pertempuran di Hunain dan berjuang mati-matian seperti seorang pahlawan perang. Tetapi orang-orang yang mengeluh itu melihatnya tidak sama.
Keluhan mereka itu sampai juga kepada Nabi ketika beliau dalam sakitnya yang terakhir sementara pasukan Usamah sudah berada di Jurf, siap akan berangkat.
"Saudara-saudara, laksanakanlah keberangkatan Usamah. Demi hidupku, kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu sudah berbicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan," ujar Nabi.
Setelah sakit Rasulullah bertambah berat, pasukan Usamah tidak bergerak di Jurf. Disebutkan bahwa Usamah berkata: "Setelah sakit Rasulullah makin berat, saya dan yang lain turun ke Madinah. Ketika saya masuk hendak menemui Rasulullah, Nabi sudah tak dapat berbicara. Ia mengangkat tangannya ke atas dan kemudian meletakkannya kepada saya. Tahulah saya bahwa ia mendoakan saya."
Ketika Nabi sadar sesaat sebelum wafat pagi hari itu, Usamah meminta izin akan berangkat dengan pasukannya. Nabi mengizinkan. Tetapi tak seberapa lama tersiar berita Rasulullah wafat, Usamah dan pasukannya kembali lagi ke Madinah.
Kemudian Usamah bersama-sama dengan keluarga bertugas menyiapkan pemakaman. Dia dan Syuqran pembantu Nabi menuangkan air ke tubuh Rasulullah dan Ali memandikannya, berikut baju yang dipakainya.
Masa Khalifah Abu Bakar
Setelah ada perintah dari Khalifah Abu Bakar agar pengiriman Usamah diteruskan usai beliau dilantik, kaum Muslimin masih juga menggerutu. Mereka berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang tidak menyenangkan itu. Sebagian melihat adanya perbedaan pendapat yang dulu antara Muhajirin dengan Ansar dalam soal Khalifah, serta berita-berita yang masuk ke Madinah tentang warga Arab di pedalaman, orang-orang Yahudi dan Nasrani dan hasutan mereka setelah Nabi wafat agar menyerang kaum Muslimin dan agamanya.
Mereka berkata, ditujukan kepada Abu Bakar: "Mereka itu pemuka-pemuka Muslimin dan kau lihat orang-orang Arab pedalaman itu sudah memberontak kepadamu, tidak patut kau memilah-milah jamaah Muslimin."
Tetapi Abu Bakar menjawab: "Demi nyawa Abu Bakar, sekiranya ada serigala akan menerkamku, niscaya akan kuteruskan pengiriman pasukan Usamah ini seperti yang diperintahkan Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam. Sekalipun di kota ini sudah tak ada orang lagi selain aku, pasti kulaksanakan juga."
Disebutkan juga bahwa setelah Usamah melihat keadaan yang demikian, ia meminta kepada Umar bin Khattab agar memintakan izin kepada Abu Bakar untuk membawa pasukannya itu kembali, supaya dapat membantu Abu Bakar dalam menghadapi kaum musyrik yang kala itu sudah siap-siap melakukan pemberontakan.
Orang-orang Ansar berkata kepada Umar: "Kalau harus juga kita meneruskan perjalanan, sampaikan permintaan kami supaya yang memimpin kita ini orang yang lebih tua usianya dari Usamah."
Umar menyampaikan pesan Usamah itu kepada Abu Bakar. Tetapi mendengar itu Abu Bakar marah. "Sekiranya yang akan menyergapku itu anjing dan serigala," katanya. "Aku tidak akan mundur dari keputusan yang sudah diambil oleh Rasulullah SAW."
Mengenai pesan kaum Ansar yang meminta agar Usamah digantikan oleh orang yang lebih tua usianya, Abu Bakar melompat dari duduknya dan memegang janggut Umar seraya berkata marah: "Celaka kau Umar! Rasulullah SAW yang menempatkan dia, lalu aku yang akan mencabutnya?!"
Ketika kemudian Umar kembali dan mereka menanyakan hasil pembicaraannya, Umar berkata: "Teruskan! Karena usul kalian itulah Khalifah Rasulullah marah kepadaku.”
“Apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan," tandasnya.
Abu Bakar berdiri di tengah-tengah pasukan dan berpidato setelah mengirimkan kembali sebagian orang yang menentang itu:
"Saudara-saudara, aku seperti kamu sekalian. Aku tidak tahu, adakah kamu akan menugaskan aku melakukan sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah. Allah telah memilih Muhammad untuk semesta alam dan dibebaskan dari segala cacat. Tetapi aku hanya seorang pengikut, bukan pembaru. Kalau aku benar, ikutilah aku, dan kalau aku sesat luruskanlah. Rasulullah wafat tiada seorang pun merasa dirugikan dan teraniaya. Padaku juga ada setan yang akan menjerumuskan aku. Kalau yang demikian terjadi, jauhkanlah aku..."
Kemudian ia menyuruh orang melakukan segala perbuatan yang baik sebelum ajal datang menjemput, dan supaya mengambil pelajaran dari bapak-bapak dan saudara-saudara, dan janganlah iri hati terhadap yang hidup kecuali seperti terhadap yang sudah mati. “Aku hanya seorang pengikut, bukan pembaru; apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan,” tegasnya.
Tunduk kepada Khalifah
Setelah Umar bin Khattab kembali ke Jurf, semua orang sudah tahu mengenai pesan Khalifah Abu Bakar yang dibawanya. Mau tak mau mereka harus tunduk kepada Khalifah. Setelah itu Khalifah Abu Bakar pun pergi mengunjungi markas pasukan itu.
Ketika memberangkatkan dan melepas pasukan itu Khalifah Abu Bakar berjalan kaki, sementara Usamah bin Zaid di atas kendaraan, untuk menanamkan kesan kepada mereka tentang kepemimpinan Usamah yang harus diterima dan ditaati. Tetapi agaknya Usamah merasa malu melihat orang tua yang penuh wibawa dan sahabat Rasulullah serta penggantinya memerintah Muslimin itu berjalan kaki di sebelahnya sedang hewan tunggangannya dituntun oleh Abdur-Rahman bin Auf dari belakang.
"Oh Khalifah Rasulullah," kata Usamah. "Tuan harus naik, kalau tidak saya akan turun."
"Demi Allah, jangan turun!" Abu Bakar berkata. "Dan demi Allah aku tidak akan naik. Aku hanya menjejakkan kaki di debu sejenak demi perjuangan di jalan Allah!"
Setelah tiba saatnya akan melepas pasukan itu ia berkata kepada Usamah: "Kalau menurut pendapatmu Umar perlu diperbantukan kepadaku silakan."
Usamah mengizinkan Umar bin Khattab meninggalkan pasukannya dan kembali (ke Madinah) bersama Khalifah Abu Bakar.
Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut setelah melihat tindakan Abu Bakar yang sungguh bijaksana itu mereka yang tadinya menentang kepemimpinan Usamah tak ada jalan lain harus menerima juga.
Pidato Khalifah Abu Bakar
Saat Khalifah Abu Bakar melepas pasukan, beliau berdiri di depan para pasukan muslim menyampaikan pidatonya: "Saudara-saudara, ikutilah sepuluh pesan saya ini dan harus Saudara-saudara perhatikan: Jangan berkhianat, jangan korupsi, jangan mengecoh dan jangan menganiaya. Janganlah membunuh anak-anak, orang lanjut usia atau perempuan. Janganlah menebang atau membakar kebun kurma, jangan memotong pohon yang sedang berbuah, jangan menyembelih kambing, sapi atau unta kecuali untuk dimakan.”
“Kamu akan melewati golongan manusia yang mengabdikan diri tinggal dalam biara; biarkan mereka, jangan diganggu.”
“Kamu akan singgah pada suatu golongan yang akan menghidangkan pelbagai macam makanan, maka jika di antaranya ada yang kamu makan, sebutlah nama Allah.”
“Juga kamu akan menjumpai beberapa golongan manusia, di bagian atas kepala mereka berlubang dan membiarkan sekelilingnya seperti pita, sapulah itu sekali dengan pedangmu. Ini adalah sebuah tamsil, berasal dari hadis Rasulullah, yang maksudnya bila setan telah bersarang di kepala manusia, segala kejahatan akan diperbuatnya, maka kikislah itu.”
“Terjunlah kamu dengan nama Allah, semoga Allah memberi perlindungan kepada kamu dari kematian dan penyakit."
Kepada Usamah yang sudah mulai bergerak dengan pasukannya ia berkata: "Kerjakan apa yang diperintahkan Nabi SAW kepadamu. Mulailah dari daerah Quda'ah, kemudian masuk ke Abil. Jangan kau kurangi sedikit pun perintah Rasulullah. Jangan ada yang kautinggalkan apa yang sudah dipesankan kepadamu."
Mati untuk Kemenangan
Sementara pasukan Usamah berangkat, Abu Bakar dan Umar kembali ke Madinah. Dengan dipimpin oleh seorang komandan muda pasukan itu berangkat mengarungi padang pasir dan sahara gersang di puncak musim panas bulan Juni.
Sesudah 20 hari perjalanan ia sampai ke Balqa' dan di tempat itulah Mu'tah, di tempat itu pula Zaid bin Harisah dan kedua sahabatnya Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah gugur sebagai syahid.
Di sini Usamah dan pasukannya bermarkas dan memulai serangannya ke Abil dengan menyebarkan pasukan berkudanya ke daerah-daerah kabilah di Quda'ah. Musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya yang mau merintangi jalannya habis disapunya tanpa belas kasihan lagi. Semboyan Muslimin dalam perang ketika itu: "Mati untuk kemenangan."
Selama dalam perang pasukan Muslimin berhasil membunuh dan menawan serta membakar kota-kota yang mengadakan perlawanan. Rampasan perang yang mereka peroleh pun tidak sedikit. Dengan demikian Usamah sudah dapat menuntut balas atas kematian ayahnya dan kaum Muslimin di Mu'tah, dan sekaligus telah pula melaksanakan perintah Rasulullah untuk menapakkan kudanya ke perbatasan Balqa' dan Darum di bumi Palestina, menyergap musuh-musuh Allah dan RasulNya itu di pagi buta, membunuh mereka dan membakar dengan api.
Semua itu dilaksanakan sampai selesai secara silih berganti sebelum pihak musuh menyadari. Setelah menyelesaikan tugasnya itu Usamah kembali dengan pasukannya ke Madinah membawa kemenangan dengan menunggang kuda yang dulu dinaiki ayahnya ketika terbunuh di atas kuda itu juga.
Tak Terbayangkan
Kaum Muhajirin dan Ansar yang tadinya menggerutu karena kepemimpinan Usamah, sejak itu merasa bangga dengan perjuangan anak muda itu serta keberaniannya yang luar biasa di medan perang.
Dengan penuh iman mereka mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW: "Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan."
Pemimpin-pemimpin militer yang pernah berjaya tak pernah membayangkan bahwa Usamah akan maju menelusuri jejak musuh. Soalnya, karena politik yang biasa dijalankan oleh Rasulullah dan yang terbayang dalam pikiran semua kaum Muslimin, hanya terbatas untuk mengamankan perbatasan kawasan Arab dengan Romawi, tidak menyinggung Romawi sendiri yang menyerbu daerah Arab sebagai pembalasan untuk orang-orang Yahudi atau yang, lain yang pernah berkomplot terhadap kaum Muslimin.
Wajar saja bila Romawi dengan kerajaannya yang begitu luas serta pengaruh kekuasaannya yang besar itu namanya masih menggoncangkan semua bangsa.
Abu Bakar Sambut Usamah
Dengan pasukan yang sudah berjaya itu Usamah kembali, dan Khalifah Abu Bakar menyambutnya di luar kota Madinah. Abu Bakar datang menyongsongnya bersama-sama sejumlah kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka.
Semua mereka dalam suasana gembira, ditambah lagi dengan penduduk Madinah yang menyusul Khalifah Abu Bakar dan rombongannya. Mereka bersorak sorai gembira sebagai penghargaan atas keberanian Usamah dan pasukannya itu.
Begitu ia memasuki kota Madinah dengan kemenangan yang membawa kebanggaan itu, langsung ia menuju masjid melakukan sholat syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya dan kepada Muslimin.
Pasukan itu pulang kembali ke Madinah setelah 40 hari, ada juga yang menyebutkan sesudah 70 hari sejak keluar dari kota itu.
Menurut Haekal, ketika berita ekspedisi itu disampaikan kepada Heraklius, ia terkejut sekali. Ia segera mengirimkan pasukan yang berkekuatan besar ke Balqa'.
Ini suatu bukti yang nyata bahwa pihak Muslimin setelah peristiwa ekspedisi ini benar-benar diperhitungkan, baik oleh Romawi maupun oleh orang-orang Arab sendiri, sehingga pihak Arab bagian utara — selain Dumat al-Jandal (Dumatul Jandal) — tidak lagi menghasut untuk menyerbu Madinah.
(mhy)