Khulu, Hak Istri Meminta Cerai kepada Suaminya
loading...
A
A
A
Dalam syariat Islam seorang istri yang mengajukan gugatan cerai kepada suaminya disebut dengan khulu. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan apabila keretakan rumah tangga terjadi dari pihak perempuan saja, maka diperbolehkan baginya mengajukan khulu dan membayar fidyah.
Hal itu didasarkan pada hadis dari Ibnu Abbas , dia berkata: "Istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi SAW, lalu berkata: 'Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit mengenai agama atau akhlaknya. Akan tetapi, aku khawatir akan berbuat kekufuran (karena kurang menyukainya)."
Rasulullah SAW bertanya: "Lalu, apakah kamu bersedia mengembalikan kebunnya?"
Wanita itu menjawab: "Ya." Lantas dia mengembalikan kebunnya kepada Tsabit dan Nabi SAW menyuruh Tsabit untuk menceraikan istrinya." (HR Bukhari)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan dalam hadis tersebut terdapat beberapa pelajaran, di antaranya bahwa apabila keretakan rumah tangga terjadi dari pihak perempuan saja, maka diperbolehkan baginya mengajukan khulu dan membayar fidyah.
"Selain itu, tidak disyaratkan keretakan itu terjadi pada kedua belah pihak. Hal itu diperbolehkan agama apabila si istri sudah tidak suka lagi bergaul dengan suaminya, meskipun si suami tidak membencinya, dan tidak melihat adanya sesuatu hal yang mengharuskannya untuk menceraikan istrinya," ujar Ibnu Hajar.
Ditambahkan lagi: "Jika perceraian itu tidak akan menimbulkan mudharat bagi istrinya."
Sementara itu, al-Qadhi Ibnu Rusyd dalam Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid berpendapat, mengingat di tangan laki-laki ada hak talak bila dia sudah tidak menyenangi istrinya lagi, maka di tangan perempuan pun ada hak khulu bila dia sudah tidak menyenangi suaminya lagi."
Risiko Khulu
Seorang perempuan yang melakukan khulu maka harus siap dengan risiko mengembalikan maskawinnya. Dan Islam sangat melarang setiap perempuan Muslim melakukan khulu tanpa sebab. Misalnya tiba-tiba seorang istri meminta suaminya untuk menceraikannya, padahal suaminya tidak melakukan kesalahan apa pun.
Suaminya memenuhi kewajibannya dalam memberi nafkah lahir dan batin, suaminya mampu menjaga kehormatan dirinya dan keluarganya, suaminya juga tidak berkhianat.
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَيُّمَاامْرَأَةٍ سَأَلْتَ زَوْجَهَاالطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِمَابَأَسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَارَائِحَةُ الْجَنَّةِ.
Rasulullah bersabda, “Siapa pun orang perempuan yang minta cerai kepada suaminya tanpa ada kesalahan, maka haramlah atas perempuan itu wewangian surga.” (HR. Abu Dawud).
Maka ketika ada seorang perempuan yang tiba-tiba melakukan khulu kepada suaminya tanpa ada sebab atau kesalahan dari suaminya, maka sejatinya perempuan itu seorang munafik.
Boleh jadi perempuan tersebut tengah berkhianat dan memiliki lelaki idaman lain. Atau perempuan tersebut hanya berniat mempermainkan pernikahan semata untuk menguasai harta suaminya lalu menceraikannya.
Hal itu didasarkan pada hadis dari Ibnu Abbas , dia berkata: "Istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi SAW, lalu berkata: 'Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit mengenai agama atau akhlaknya. Akan tetapi, aku khawatir akan berbuat kekufuran (karena kurang menyukainya)."
Rasulullah SAW bertanya: "Lalu, apakah kamu bersedia mengembalikan kebunnya?"
Wanita itu menjawab: "Ya." Lantas dia mengembalikan kebunnya kepada Tsabit dan Nabi SAW menyuruh Tsabit untuk menceraikan istrinya." (HR Bukhari)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan dalam hadis tersebut terdapat beberapa pelajaran, di antaranya bahwa apabila keretakan rumah tangga terjadi dari pihak perempuan saja, maka diperbolehkan baginya mengajukan khulu dan membayar fidyah.
"Selain itu, tidak disyaratkan keretakan itu terjadi pada kedua belah pihak. Hal itu diperbolehkan agama apabila si istri sudah tidak suka lagi bergaul dengan suaminya, meskipun si suami tidak membencinya, dan tidak melihat adanya sesuatu hal yang mengharuskannya untuk menceraikan istrinya," ujar Ibnu Hajar.
Ditambahkan lagi: "Jika perceraian itu tidak akan menimbulkan mudharat bagi istrinya."
Sementara itu, al-Qadhi Ibnu Rusyd dalam Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid berpendapat, mengingat di tangan laki-laki ada hak talak bila dia sudah tidak menyenangi istrinya lagi, maka di tangan perempuan pun ada hak khulu bila dia sudah tidak menyenangi suaminya lagi."
Risiko Khulu
Seorang perempuan yang melakukan khulu maka harus siap dengan risiko mengembalikan maskawinnya. Dan Islam sangat melarang setiap perempuan Muslim melakukan khulu tanpa sebab. Misalnya tiba-tiba seorang istri meminta suaminya untuk menceraikannya, padahal suaminya tidak melakukan kesalahan apa pun.
Suaminya memenuhi kewajibannya dalam memberi nafkah lahir dan batin, suaminya mampu menjaga kehormatan dirinya dan keluarganya, suaminya juga tidak berkhianat.
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَيُّمَاامْرَأَةٍ سَأَلْتَ زَوْجَهَاالطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِمَابَأَسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَارَائِحَةُ الْجَنَّةِ.
Rasulullah bersabda, “Siapa pun orang perempuan yang minta cerai kepada suaminya tanpa ada kesalahan, maka haramlah atas perempuan itu wewangian surga.” (HR. Abu Dawud).
Maka ketika ada seorang perempuan yang tiba-tiba melakukan khulu kepada suaminya tanpa ada sebab atau kesalahan dari suaminya, maka sejatinya perempuan itu seorang munafik.
Boleh jadi perempuan tersebut tengah berkhianat dan memiliki lelaki idaman lain. Atau perempuan tersebut hanya berniat mempermainkan pernikahan semata untuk menguasai harta suaminya lalu menceraikannya.
(mhy)