Tak Usah Malu Bertanya Perihal Hubungan Suami Istri

Sabtu, 24 September 2022 - 13:52 WIB
loading...
Tak Usah Malu Bertanya Perihal Hubungan Suami Istri
Sayyidah Aisyah ra memuji wanita Anshar karena tidak dihalangi sifat malu saat menanyakan ilmu agama. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Seorang Muslim tidak boleh malu untuk menanyakan apa saja yang berkaitan dengan hukum agama, baik yang bersifat umum maupun pribadi, termasuk urusan hubungan suami istri .

Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam buku " Fatawa Qardhawi " mengatakan Sayyidah Aisyah ra memuji wanita Anshar karena tidak dihalangi sifat malu saat menanyakan ilmu agama, termasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan haid, nifas, janabat, dan lain-lainnya. Pertanyaan itu disampaikan di hadapan umum ketika di masjid.



Hal serupa juga terjadi di tempat-tempat pengajian Al-Qur'an dan hadis yang ada hubungannya dengan masalah tersebut, yang bagi para ulama tidak ada jalan lain, kecuali dengan cara menerangkan secara jelas mengenai hukum-hukum Allah dan Sunnah Nabi SAW dengan cara yang tidak mengurangi kehormatan agama, kehebatan masjid dan kewibawaan para ulama.

Menurut al-Qardhawi, hal itu sesuai dengan apa yang dihimbau oleh ahli-ahli pendidikan pada saat ini. Yakni, masalah hubungan ini, agar diungkapkan secara jelas kepada para pelajar, tanpa ditutupi atau dibesar-besarkan, agar dapat dipahami oleh mereka.

Sebenarnya, kata al-Qardhawi, masalah hubungan antara suami-istri itu pengaruhnya amat besar bagi kehidupan mereka, maka hendaknya memperhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan dan kerusakan terhadap kelangsungan hubungan suami-istri. "Kesalahan yang bertumpuk dapat mengakibatkan kehancuran bagi kehidupan keluarganya," ujar al-Qardhawi mengingatkan.

Agama Islam dengan nyata tidak mengabaikan segi-segi dari kehidupan manusia dan kehidupan berkeluarga, yang telah diterangkan tentang perintah dan larangannya. Semua telah tercantum dalam ajaran-ajaran Islam, misalnya mengenai akhlak, tabiat, suluk, dan sebagainya. Tidak ada satu hal pun yang diabaikan (dilalaikan).



1. Islam telah menetapkan pengakuan bagi fitrah manusia dan dorongannya akan seksual, serta ditentangnya tindakan ekstrim yang condong menganggap hal itu kotor. Oleh karena itu, Islam melarang bagi orang yang hendak menghilangkan dan memfungsikannya dengan cara menentang orang yang berkehendak untuk selamanya menjadi bujang dan meninggalkan sunnah Nabi SAW, yaitu menikah.

Nabi SAW telah menyatakan sebagai berikut: "Aku lebih mengenal Allah daripada kamu dan aku lebih khusyu, kepada Allah daripada kamu, tetapi aku bangun malam, tidur, berpuasa, tidak berpuasa dan menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak senang (mengakui) sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku."

2. Islam telah menerangkan atas hal-hal kedua pasangan setelah pernikahan, mengenai hubungannya dengan cara menerima dorongan akan masalah-masalah seksual, bahkan mengerjakannya dianggap suatu ibadat. Sebagaimana keterangan Nabi SAW:

"Di kemaluan kamu ada sedekah (pahala)." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ketika kami bersetubuh dengan istri akan mendapat pahala?" Rasulullah SAW menjawab, "Ya. Andaikata bersetubuh pada tempat yang dilarang (diharamkan) itu berdosa. Begitu juga dilakukan pada tempat yang halal, pasti mendapat pahala. Kamu hanya menghitung hal-hal yang buruk saja, akan tetapi tidak menghitung hal-hal yang baik."

Baca juga: Iblis Tertawa Bahagia Bila Hubungan Suami Istri Hancur
https://kalam.sindonews.com/read/829777/72/iblis-tertawa-bahagia-bila-hubungan-suami-istri-hancur-1658138864

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2573 seconds (0.1#10.140)