Benarkah Roh Nabi Muhammad SAW Menghadiri Acara Maulid?
loading...
A
A
A
Wahai Nabi salam sejahtera atasmu, wahai Rasul salam sejahtera atasmu
Wahai kekasih salam sejahtera atasmu, semoga rahmat Allah tercurah atasmu.
KH Muhyiddin Abdusshomad dalam bukunya berjudul “Fikih Tradisionalis” menjelaskan tujuan membaca sholawat itu adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad SAW.
Menurutnya, salah satu cara mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri, karena berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita. Bahkan tidak jarang hal itu dilakukan untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan, seluruh peserta upacara diharuskan berdiri.
"Tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa. Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, tentu berdiri untuk menghormati Nabi SAW lebih layak dilakukan, sebagai ekspresi bentuk penghormatan kepada beliau. Bukankah Nabi Muhammad SAW adalah manusia teragung yang lebih layak dihormati dari pada orang lain?" tulis Muhyiddin Abdusshomad.
Qiyas yang disampaikan Muhyiddin Abdusshomad ini juga mengundang tanggapan sementara pihak. Bagaimana mungkin menghormati Rasul disamakan dengan hormat bendera ketika upacara, sedangkan kedudukan beliau sangat mulia dan derajatnya sangat agung, baik saat hidup atau setelah wafat?
Bagaimana mungkin beliau disambut dengan cara seperti itu, sedangkan beliau berada di alam Barzah yang tidak mungkin kembali dan hadir ke dunia lagi?
Menyambut Orang
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dalam hadis Nabi SAW, ’Berdirilah kalian untuk tuan atau orang yang paling baik di antara kalian'.
Imam Nawawi dalam kitab "Minhaj Syarah Shahîh Muslim" berpendapat bahwa pada hadis di atas terdapat anjuran untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan orang yang mempunyai keutamaan. Namun, tidak dilakukan kepada orang yang telah wafat meskipun terhadap Rasulullah SAW.
Qadhi Iyadh dalam "Ikmâlil Mu’lim Bi Syarah Shahîh Muslim" menjelaskan hadis tersebut sebagai anjuran dan perintah Rasulullah SAW kepada orang-orang Anshar agar berdiri dalam rangka membantu Sa’ad bin Muadz ra turun dari keledainya, karena dia sedang luka parah, bukan untuk menyambut atau menghormatinya.
Wahai kekasih salam sejahtera atasmu, semoga rahmat Allah tercurah atasmu.
KH Muhyiddin Abdusshomad dalam bukunya berjudul “Fikih Tradisionalis” menjelaskan tujuan membaca sholawat itu adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad SAW.
Menurutnya, salah satu cara mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri, karena berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita. Bahkan tidak jarang hal itu dilakukan untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan, seluruh peserta upacara diharuskan berdiri.
"Tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa. Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, tentu berdiri untuk menghormati Nabi SAW lebih layak dilakukan, sebagai ekspresi bentuk penghormatan kepada beliau. Bukankah Nabi Muhammad SAW adalah manusia teragung yang lebih layak dihormati dari pada orang lain?" tulis Muhyiddin Abdusshomad.
Qiyas yang disampaikan Muhyiddin Abdusshomad ini juga mengundang tanggapan sementara pihak. Bagaimana mungkin menghormati Rasul disamakan dengan hormat bendera ketika upacara, sedangkan kedudukan beliau sangat mulia dan derajatnya sangat agung, baik saat hidup atau setelah wafat?
Bagaimana mungkin beliau disambut dengan cara seperti itu, sedangkan beliau berada di alam Barzah yang tidak mungkin kembali dan hadir ke dunia lagi?
Menyambut Orang
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dalam hadis Nabi SAW, ’Berdirilah kalian untuk tuan atau orang yang paling baik di antara kalian'.
Imam Nawawi dalam kitab "Minhaj Syarah Shahîh Muslim" berpendapat bahwa pada hadis di atas terdapat anjuran untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan orang yang mempunyai keutamaan. Namun, tidak dilakukan kepada orang yang telah wafat meskipun terhadap Rasulullah SAW.
Qadhi Iyadh dalam "Ikmâlil Mu’lim Bi Syarah Shahîh Muslim" menjelaskan hadis tersebut sebagai anjuran dan perintah Rasulullah SAW kepada orang-orang Anshar agar berdiri dalam rangka membantu Sa’ad bin Muadz ra turun dari keledainya, karena dia sedang luka parah, bukan untuk menyambut atau menghormatinya.
(mhy)