Saat Abu Thalib Melamar Pekerjaan untuk Keponakannya kepada Khadijah
loading...
A
A
A
Sayyidah Khadijah gembira dan tertarik sekali mendengarkan. Sesudah itu Maisarapun datang pula yang lalu bercerita juga tentang Sayyidina Muhammad, betapa halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini menambah pengetahuan Sayyidah Khadijah di samping yang sudah diketahuinya sebagai pemuda Makkah yang besar jasanya. (
)
Dalam waktu singkat saja kegembiraan Sayyidah Khadijah ini telah berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia - yang sudah berusia empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy - tertarik juga hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan matanya telah menembusi kalbunya.
Pernah ia membicarakan hal itu kepada saudaranya yang perempuan - kata sebuah sumber, atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya - kata sumber lain. Nufaisa pergi menjajagi Sayyidina Muhammad seraya berkata: "Kenapa kau tidak mau kawin?" ( )
"Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan," jawab Sayyidina Muhammad.
"Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta, terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?"
"Siapa itu?"
Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: "Khadijah." ( )
"Dengan cara bagaimana?" tanya Sayyidina Muhammad. Sebenarnya ia sendiri berkenan kepada Sayyidah Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi memikirkan soal perkawinan, mengingat Sayyidah Khadijah sudah menolak permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy.
Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: "Serahkan hal itu kepadaku," maka iapun menyatakan persetujuannya. Tak lama kemudian Sayyidah Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri oleh paman-paman Sayyidina Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga Sayyidah Khadijah guna menentukan hari perkawinan. (Baca Juga: Masya Allah, Mahar Nabi Kepada Khadijah Ternyata Rp1,3 Miliar
Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman Sayyidah Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah meninggal sebelum Perang Fijar.
Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Sayyidina Muhammad. Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri dan ibu-bapak, suami-isteri yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak, dan sebagai ibu-bapak yang telah merasakan pedihnya kehilangan anak sebagaimana pernah dialami Sayyidina Muhammad yang telah kehilangan ibu-bapak semasa ia masih kecil. (Baca Juga: Kisah Khadijah Jatuh Cinta pada Rasulullah
Lihat Juga: Temuan Spesies Baru Paus di Meksiko, Mirip Ikan Nun Nabi Yunus?
Dalam waktu singkat saja kegembiraan Sayyidah Khadijah ini telah berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia - yang sudah berusia empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy - tertarik juga hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan matanya telah menembusi kalbunya.
Pernah ia membicarakan hal itu kepada saudaranya yang perempuan - kata sebuah sumber, atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya - kata sumber lain. Nufaisa pergi menjajagi Sayyidina Muhammad seraya berkata: "Kenapa kau tidak mau kawin?" ( )
"Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan," jawab Sayyidina Muhammad.
"Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta, terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?"
"Siapa itu?"
Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: "Khadijah." ( )
"Dengan cara bagaimana?" tanya Sayyidina Muhammad. Sebenarnya ia sendiri berkenan kepada Sayyidah Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi memikirkan soal perkawinan, mengingat Sayyidah Khadijah sudah menolak permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy.
Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: "Serahkan hal itu kepadaku," maka iapun menyatakan persetujuannya. Tak lama kemudian Sayyidah Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri oleh paman-paman Sayyidina Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga Sayyidah Khadijah guna menentukan hari perkawinan. (Baca Juga: Masya Allah, Mahar Nabi Kepada Khadijah Ternyata Rp1,3 Miliar
Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman Sayyidah Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah meninggal sebelum Perang Fijar.
Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Sayyidina Muhammad. Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri dan ibu-bapak, suami-isteri yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak, dan sebagai ibu-bapak yang telah merasakan pedihnya kehilangan anak sebagaimana pernah dialami Sayyidina Muhammad yang telah kehilangan ibu-bapak semasa ia masih kecil. (Baca Juga: Kisah Khadijah Jatuh Cinta pada Rasulullah
Lihat Juga: Temuan Spesies Baru Paus di Meksiko, Mirip Ikan Nun Nabi Yunus?
(mhy)