Bias Gender: Penjelasan Nasaruddin Umar tentang Ayat yang Sering Dipermasalahkan
loading...
A
A
A
Menurut Nasaruddin Umar, meskipun laki-laki dalam Fiqh Islam masih terkesan dominan tetapi martabat perempuan sudah diakui, bahkan perempuan selalu di bawah perlindungan laki-laki. Kalau ia sebagai isteri dipertanggungjawabkan oleh suami, sebagai anak dipertanggung jawabkan oleh bapak, sebagai saudara dipertanggungjawabkan oleh saudara laki-laki, meskipun ia lebih tua, dan menerima mahar dari laki-laki. Kaum laki-lakilah yang bertanggung jawab terhadap seluruh anggota keluarga klan dan/kabilah yang ketika itu sangat rawan.
Tanpa mengurangi rasa hormat kita kepada para fuqaha', Nasaruddin Umar mengatakan, memang ada beberapa hal dalam kitab fiqh dinilai telah selesai memenuhi tugas historisnya. Jika kita konsisten terhadap kaidah al-hukmu yadur ma'a al-illah (hukum mengikuti perkembangan zamannya) maka fiqh Islam sudah semestinya diadakan berbagai penyesuaian.
Salah satu upaya al-Qur'an dalam menghilangkan ketimpangan peran gender tersebut ialah dengan merombak struktur masyarakat kabilah yang berciri patriarki paternalistik menjadi masyarakat ummah yang berciri bilateral-demokratis.
Promosi karier kelompok masyarakat kabilah hanya bergulir di kalangan laki-laki, sedangkan kelompok masyarakat ummah ukurannya adalah prestasi dan kualitas, tanpa membedakan jenis kelamin dan suku bangsa. "Itulah sebabnya Rasulullah sejak awal mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah, karena Yatsrib terlalu berbau etnik (syu'ubiyah), sedangkan Madinah terkesan lebih kosmopolitan," demikian Nasaruddin Umar.
Tanpa mengurangi rasa hormat kita kepada para fuqaha', Nasaruddin Umar mengatakan, memang ada beberapa hal dalam kitab fiqh dinilai telah selesai memenuhi tugas historisnya. Jika kita konsisten terhadap kaidah al-hukmu yadur ma'a al-illah (hukum mengikuti perkembangan zamannya) maka fiqh Islam sudah semestinya diadakan berbagai penyesuaian.
Salah satu upaya al-Qur'an dalam menghilangkan ketimpangan peran gender tersebut ialah dengan merombak struktur masyarakat kabilah yang berciri patriarki paternalistik menjadi masyarakat ummah yang berciri bilateral-demokratis.
Promosi karier kelompok masyarakat kabilah hanya bergulir di kalangan laki-laki, sedangkan kelompok masyarakat ummah ukurannya adalah prestasi dan kualitas, tanpa membedakan jenis kelamin dan suku bangsa. "Itulah sebabnya Rasulullah sejak awal mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah, karena Yatsrib terlalu berbau etnik (syu'ubiyah), sedangkan Madinah terkesan lebih kosmopolitan," demikian Nasaruddin Umar.
(mhy)