Imam Mahdi: Sang Ratu Adil yang Dinanti di Jawa

Senin, 17 Oktober 2022 - 05:15 WIB
loading...
Imam Mahdi: Sang Ratu Adil yang Dinanti di Jawa
Bagi masyarakat Jawa, Imam Mahdi adalah Ratu Adil yang dinanti-nantikan kedatangannya. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Bagi masyarakat Jawa, Imam Mahdi adalah Ratu Adil yang dinanti-nantikan kedatangannya untuk menjadi pemimpin yang membawa zaman keemasan. Paham Mahdi berkembang tatkala penindasan dan kezaliman merajalela.

Paham yang millenaristis ini, pernah muncul di Indonesia sekitar abad XIX - abad XX, khususnya di Jawa pada masa pemerintahan kolonial Belanda. "Tokoh gerakan tersebut oleh sebagian masyarakat Jawa dikenal pula dengan nama Ratu Adil," tulis Drs Muslih Fathoni, MA dalam buku berjudul "Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif" (PT RajaGrafindo Persada, 1994).



Dengan demikian, corak gerakan Mahdiisme dapat dikatakan sebagai modus gerakan masyarakat belum maju yang tertindas serta mengalami perubahan tata sosial yang drastis untuk melakukan protes sosial terhadap penguasa yang lalim guna memperoleh kejayaan mereka kembali.

Lahirnya Mahdiisme juga bermula dan protes-protes sosial sebagai akibat pergolakan politik yang didorong oleh ambisi ingin merebut kekuasaan dari sekian banyak kelompok Muslim yang saling bermusuhan pada permulaan sejarahnya.

Hal yang sama juga dikatakan DR Simuh dalam bukunya berjudul "Mistik Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita". Konsep tentang ratu adil dan pengharapan akan datangnya zaman keemasan, kata Simuh, adalah cerminan dalam masyarakat yang sudah lama ditindas dan menderita lahir batin.

Penelitian terhadap pengharapan akan datangnya ratu adil dan pengharapan akan datangnya Imam Mahdi yang berkembang dalam masyarakat pesantren telah menarik perhatian para sarjana Belanda maupun Indonesia. Karena konsep ratu adil merupakan pisau yang langsung dihadapkan kepada pemerintah Belanda, penjajah dan penindas masyarakat Jawa.



Kabar Kiamat
Menurut Theodore G. Th. Pigeaud, di Jawa banyak beredar risalah yang mengajarkan akan datangnya Imam Mahdi dalam kaitannya dengan masa menjelang tibanya hari kiamat. Terjemahannya dalam bahasa Jawa dengan judul Kabar Kiamat.

Pada abad ke-18 dan 19 muncul perpaduan dari unsur-unsur dalam Kabar Kiamat dengan ramalan Jayabaya. Pada abad ke-19, pengharapan akan datangnya Imam Mahdi muncul di mana-mana dalam pemikiran Islam. Di Jawa, risalah-risalah yang berisi akan datangnya hari kiamat dan juru selamat menjadi sangat populer.

Sartono Kartodirdjo dalam “Messianisme dan Millenarisme dalam Sejarah Indonesia” menyatakan terjadinya perpaduan ajaran Imam Mahdi dengan perlambang Jayabaya sebagai berikut:

Sinkretisme yang memberi cap kepada unsur-unsur kebudayaan Indonesia, menyebabkan perlambang Jayabaya menjadi suatu susunan campuran, terdapat di dalamnya mitologi dan kosmogoni Hindu, Mahdisme, dan eskatologi Islam.

Muslih Fathoni mengatakan paham Mahdi yang pernah berkembang di Indonesia mirip dengan paham Mahdi Syi'ah. Paham Mahdi semula memang muncul di kalangan Syi'ah Kaisaniyyah, aliran ini berkeyakinan bahwa Muhammad ibn Hanafiyah adalah al-Mahdi al-Muntazar.

Menurut Simuh, Imam Mahdi dalam ajaran Syi'ah adalah calon ratu adil atau pemimpin umat yang mendapat petunjuk Tuhan. "Kedatangannya sangat dinanti-nantikan untuk mengatur dunia dengan adil dan makmur, serta menghukum orang-orang yang zalim dan durhaka," jelasnya.

Penganut Syi'ah pada awal pertumbuhannya selalu memberontak dalam usaha mendudukkan imam mereka sebagai kepala negara. Namun usaha ini selalu gagal. Akibatnya, mereka selalu dicurigai dan dikejar-kejar para pemegang kekuasaan negara.

Akhirnya, pemimpin Syi'ah mengajarkan bahwa pada suatu saat akan datang Imam Mahdi yang akan membebaskan mereka dari penindasan dan kezaliman, serta memerintah dunia dengan adil dan makmur untuk kebesaran penganut Syi'ah.

Menurut Simuh, ajaran tentang Imam Mahdi dijadikan pokok ajaran untuk menumbuhkan semangat perjuangan dan menimbulkan pengharapan dalam hati pengikut mereka



Pengaruh Syiah
Sisa-sisa pengaruh Syi'ah sampai saat ini, kata Simuh, masih terlihat pada beberapa daerah di Jawa. Perayaan hari Asyura, yang biasanya dirayakan dengan sajian nasi-bubur, sampai sekarang masih hidup di kampung-kampung. Upacara ini adalah selamatan dan peringatan bagi Imam Husain (cucu Nabi Muhammad) yang terbunuh dalam perang di Karbala pada 680 Masehi.

Dalam kesenian tradisional Jawa, pengaruh Syi'ah menjelma menjadi pertunjukan sandhul. Inilah suatu seni yang menggambarkan peperangan antara Imam Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah.

Dalam Wirid Hidayat Jati, pengaruh Syi'ah tampak pada peran Ali bin Abi Thalib yang dikatakan menerima wejangan ilmu makrifat dari Nabi melalui telinga kiri. Juga diterangkan peranan imam rohaniah Ja'far Shadiq.

Di daerah Jawa, ajaran akan datangnya Imam Mahdi banyak disiarkan oleh guru-guru tarekat. Pengaruh ajaran Syi'ah tersebut tampak dalam kegiatan penyiaran paham tarekat.

Adapun ajaran tentang akan datangnya ratu adil dengan zaman keemasan tersiar dengan perantaraan Serat Jayabaya. Begitu juga Serat Kalatidha dan Serat Jakalodhang, yang di dalamnya dimuat ramalan akan datangnya masa keemasan dan kebebasan dari penindasan, sangat digemari masyarakat.

Menurut Simuh, nama Ranggawarsita sangat dikagumi masyarakat karena dipandang waskita, pandai meramal dengan karya Kalatidha dan Jakalodhang tersebut di atas.

Dalam Serat Jakalodhang, misalnya, Ranggawarsita melukiskan zaman keemasan, di mana orang-orang yang duduk sambil mengantuk saja akan mendapat kethuk. Kethuk semacam itu terdapat di jalan-jalan. Orang yang mendapatkannya menjadi bersuka-cita lantaran di dalamnya berisi emas permata yang gemerlapan.



Sifat Kepemimpinan dalam Pesantren
Lukisan zaman keemasan yang menyertai kedatangan ratu adil atau Imam Mahdi, tentu sangat menarik bagi masyarakat yang telah lama menderita dan mengalami kemiskinan. Ratu adil yang digambarkan sebagai orang sakti, dilindungi Tuhan, memiliki bala tentara makhluk gaib, menimbulkan keberanian untuk melawan kekuasaan pemerintah Belanda.

Menurut Sartono Kartodirjo, timbulnya gerakan-gerakan protes yang menggunakan konsep ratu adil ataupun Imam Mahdi, erat kaitannya dengan sifat kepemimpinan dalam pesantren. "Guru-guru pesantren yang umumnya juga menjadi guru tarekat, mewujudkan pemimpin kelompok yang sangat ditaati murid-muridnya," ujarnya.

Sesudah kekuatan sosial-politik yang berpusat di lingkungan istana dapat dikuasai dan diawasi sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Belanda, pemusatan kekuatan yang masih ada terdapat di pesantren-pesantren, bertebaran di pelosok-pelosok pulau Jawa. Walaupun guru pesantren dan guru tarekat pada dasarnya tidak berkeinginan memegang kekuasaan politik, jiwa ajaran Islam yang anti-kezaliman dan kemungkaran, mendorong mereka untuk berjihad melawan ketidakadilan.

Oleh karena itu, menurut Sartono Kartodirdjo, perkembangan gerakan-gerakan mesianisme tidak dapat dijelaskan tanpa dikaitkan dengan peran pesantren dan kelompok-kelompok tarekat. Keduanya merupakan basis kekuatan yang terorganisasi di bawah asuhan guru agama yang amat dihormati.

Walaupun pesantren dan kelompok tarekat masing-masing berdiri sendiri dan tempatnya berjauhan, berita pemberontakan mudah tersebar melalui pengembaraan para santri atau pengikut tarekat.



Keyakinan Ahlussunah
Sementara itu, di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah memahami Imam Mahdi sebagai berikut:

Di akhir zaman akan muncul seorang laki-laki dari Ahlul Bait. Allah memberi kekuatan kepada agama Islam dengannya. Dia memerintah selama 7 tahun, memenuhi dunia dengan keadilan setelah (sebelumnya) dipenuhi oleh kezaliman dan kezaliman.

Ummat di zamannya akan diberikan kenikmatan yang belum pernah diberikan kepada selainnya. Bumi mengeluarkan tumbuh-tumbuhannya, langit menurunkan hujan, dan dilimpahkan harta yang banyak. Orang ini mempunyai nama seperti nama Rasulullah SAW dan nama ayahnya seperti nama ayah Rasulullah SAW.

Jadi, namanya Muhammad atau Ahmad bin ‘Abdullah. Dia dari keturunan Fathimah binti Muhammad dari anaknya Hasan bin ‘Ali ra. Di antara ciri-ciri fisiknya adalah lebar dahinya, dan mancung hidungnya. Al-Mahdi akan muncul dari arah timur bukan dari Sirdab Samira’ sebagaimana yang disangka oleh kaum Syi’ah (Rafidhah).

"Mereka menunggu sampai sekarang, padahal persangkaan mereka itu adalah igauan semata, pemikiran yang sangat lemah dan gila yang dimasukkan oleh setan. Persangkaan mereka tidak mempunyai alasan baik dari Al-Qur-an maupun As-Sunnah, bahkan tidak sesuai dengan akal yang sehat,” tulis Al-Hafizh Ibnu Katsir .



Dalil dari Sunnah Nabi
Di antara dalil dari Sunnah Nabi SAW yang shahih tentang munculnya al-Mahdi adalah sabda Nabi SAW:

يَخْرُجُ فِي آخِرِ أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ، يُسْقِيْهِ اللهُ الْغَيْثَ، وَتُخْرِجُ اْلأَرْضُ نَبَاتَهاَ، وَيُعْطِى الْمَالَ صِحَاحًا، وَتَكْثُرُ الْمَاشِيَةُ، وَتَعْظُمُ اْلأُمَّةُ، يَعِيْشُ سَبْعاً أَوْ ثَمَانِيًا.

“Al-Mahdi akan keluar di akhir kehidupan umatku, Allah akan menurunkan hujan kepadanya sehingga, bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya, diberikan kepadanya harta yang melimpah, semakin banyak binatang ternak, dan pada saat itu ummat semakin mulia, dan ia memerintah selama 7 atau 8 tahun.” (HR Al-Hakim)

Juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

اَلْمَهْدِيُّ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ، يُصْلِحُهُ اللهُ فِيْ لَيْلَةٍ.

“Al-Mahdi berasal dari Ahlul Bait, Allah memperbaikinya dalam satu malam.” [HR Ibnu Majah (no. 4085), Ahmad (I/84), dari Sahabat ‘Ali Radhiyallahu anhu].

Rasulullah SAW bersabda:

اَلْمَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِي، مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ.

“Al-Mahdi berasal dari keturunanku, dari anak Fathimah.” [HR. Abu Dawud (no. 4284), Ibnu Majah (no. 4086), al-Hakim (IV/557), dari Ummu Salamah x. Lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir (no. 6734)].

Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا أَوْ لاَ تَنْقَضِي الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ يُوَاطِىءُ اِسْمُهُ اسْمِيْ.

“Tidak akan lenyap atau tidak akan sirna dunia ini, hingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang laki-laki dari keturunanku, yang namanya sama seperti namaku.” [HR At-Tirmidzi (no. 2230), Abu Dawud (no. 4282) dan Ahmad (I/377, 430) dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, dan lafazh ini milik Ahmad. Dikatakan shahih menurut Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Ahmad (no. 3573)].

Dalam riwayat yang lain disebutkan: “…Dan nama ayahnya seperti nama ayahku.”

كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ، وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟

“Bagaimana dengan kalian, apabila Nabi ‘Isa bin Maryam turun kepada kalian, sedangkan imam kalian dari kalangan kalian sendiri.” [HR. Al-Bukhari (no. 3449) dan Muslim (no. 155 (244)), dari Sahabat Abu Hurairah].

Hadis ini menunjukkan bahwa Imam Mahdi adalah sebagai Imam kaum Muslimin pada waktu itu, termasuk Nabi ‘Isa as bermakmum kepadanya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2599 seconds (0.1#10.140)