Kisah Raden Fatah: Pendiri Kesultanan Islam Demak Kelahiran Palembang
loading...
A
A
A
Raden Fatah atau Patah adalah raja pertama kerajaan Islam Demak . Trah Majapahit ini lahir di Palembang yang menolak suksesi di wilayah Sumatra tersebut. Ada yang menyebut Raden Fatah hanyalah kaum rendahan.
Raden Fatah adalah putra Prabu Brawijaya , Raja Majapahit terakhir. Hanya saja, tentang siapa sesungguhnya raja Majapahit yang dimaksud, ada perbedaan pendapat.
Prof Dr Slamet Muljana dalam buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara" menyebut Brawijaya yang dimaksud adalah Kertabumi, yang berkuasa antara tahun 1474-1478. Secara urutan yang sepakati umumnya sejarawan, Kertabumi memang merupakan raja terakhir Majapahit.
Sedangkan Agus Sunyoto dalam bukunya yang berjudul "Atlas Walisongo; Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah" menganggap bahwa Brawijaya yang dimaksud adalah Kertawijaya, yang dijuluki Brawijaya V dan berkuasa di Majapahit antara tahun 1447-1451.
Menurutnya, sejumlah catatan sejarah mengatakan bahwa Brawijaya tersebut memiliki istri asal negeri Champa yang bernama Darawati. Dengan demikian tidak diragukan lagi, bahwa Brawijaya yang dimaksud, adalah Prabu Kertawijaya.
Sedangkan menurut "Carita Perwaka Caruban Nagari", ibu Raden Fatah adalah seorang selir berketurunan China bernama Siu Ban Ci. Dia adalah putri dari pasangan Tan Go Hwat dengan Siu Te Yo, penduduk Muslim China asal Gresik. Tan Go Hwat adalah seorang saudagar dan juga ulama yang dikenal dengan sebuatan Syeikh Bantong.
Keturunan Rendahan
Tome Pires dalam "Suma Oriental" menegaskan bahwa pendiri Dinasti Demak yang bernama Pate Rodin (Raden Fatan), adalah cucu seorang masyarakat dari keturunan rendah Gresik.
Menurut Agus Sunyoto, asumsi bahwa Raden Fatah adalah keturunan dari orang rendahan bisa jadi karena merujuk pada ketentuan klasifikasi sosial masyarakat Jawa sebelum abad ke 16 Masehi. Ketika itu, kaum pribumi menempati kedudukan paling mulia (wwang yukti) dalam strata sosial masyarakat.
Sedangkan kaum pendatang atau orang-orang asing dianggap sebagai warga negara kelas dua, bahkan sederajat dengan pelayan (wwang kalilan), sebagaimana tercatat dalam Prasasti Sangguran.
Dan, jika penduduk asing itu memeluk agama selain Hindu sebagaimana tatanan sosial kemasyarakatan era Majapahit, digolongkan sebagai kaum Mleccha, yang kedudukannya di bawah golongan Candala, yaitu dua tingkat di bawah golongan Sudra. Dengan demikian bisa dimaklumi jika Tome Pires berasumsi bahwa Raden Fatah adalah keturunan masyarakat rendahan.
Arya Damar
Kisah yang cukup masyhur tentang masa kecil Raden Fatah mengatakan, bahwa dia diasuh oleh sosok bernama Arya Damar yang menjabat sebagai Adipati Palembang.
Dikisahkan, bahwa dikarenakan rasa cemburu dari permaisuri terhadap Siu Ban Ci, Prabu Brawijaya memerintahkan Arya Damar untuk membawanya ke negeri Palembang. Ketika itu, Siu Ban Ci sedang mengandung anak dari Brawijaya.
Tentang asal usul Raden Fatah sebagai putra Prabu Brawijaya dengan selir China, Agus Sunyoto mengutip Serat Kandaning Ringgit Purwa pupuh 400-401 langgam Asmaradhana, yang artinya sebagai berikut:
“Arya Damar memenuhi panggilan raja dan saat menghadap, Sri Prabu bersabda, “Wahai Arya Damar, cepat bawalah istriku asal China yang lagi hamil ini ke Palembang. Jika sudah melahirkan anakku, terserah sekehendakmu, Damar.”
Putri China dikisahkan memiliki kapal beserta isinya. Arya Damar buru-buru naik kapal bersama-sama dengan ibunya, Ni Indhang, beserta uwaknya, berlayar dikawal para duruwiksa.
Kala itu, sudah banyak orang beragama Buddha (Hindu-Buddha) yang masuk Islam. Banyak maulana yang datang dari berbagai negeri, tinggal di negeri Jawa mencari penghidupan.
Prabu Brawijaya tahu bahwa istrinya yag hamil telah sampai di Palembang dan melahirkan putra yang tampan, bercahaya seperti bintang, yang dinamai Raden Fatah, yang sangat suka kepada agama. Putri China itu lalu dinikahi oleh Arya Damar. Melahirkan seorang putra yang dinamai Raden Kusen.”
Raden Fatah adalah putra Prabu Brawijaya , Raja Majapahit terakhir. Hanya saja, tentang siapa sesungguhnya raja Majapahit yang dimaksud, ada perbedaan pendapat.
Prof Dr Slamet Muljana dalam buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara" menyebut Brawijaya yang dimaksud adalah Kertabumi, yang berkuasa antara tahun 1474-1478. Secara urutan yang sepakati umumnya sejarawan, Kertabumi memang merupakan raja terakhir Majapahit.
Sedangkan Agus Sunyoto dalam bukunya yang berjudul "Atlas Walisongo; Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah" menganggap bahwa Brawijaya yang dimaksud adalah Kertawijaya, yang dijuluki Brawijaya V dan berkuasa di Majapahit antara tahun 1447-1451.
Menurutnya, sejumlah catatan sejarah mengatakan bahwa Brawijaya tersebut memiliki istri asal negeri Champa yang bernama Darawati. Dengan demikian tidak diragukan lagi, bahwa Brawijaya yang dimaksud, adalah Prabu Kertawijaya.
Sedangkan menurut "Carita Perwaka Caruban Nagari", ibu Raden Fatah adalah seorang selir berketurunan China bernama Siu Ban Ci. Dia adalah putri dari pasangan Tan Go Hwat dengan Siu Te Yo, penduduk Muslim China asal Gresik. Tan Go Hwat adalah seorang saudagar dan juga ulama yang dikenal dengan sebuatan Syeikh Bantong.
Keturunan Rendahan
Tome Pires dalam "Suma Oriental" menegaskan bahwa pendiri Dinasti Demak yang bernama Pate Rodin (Raden Fatan), adalah cucu seorang masyarakat dari keturunan rendah Gresik.
Menurut Agus Sunyoto, asumsi bahwa Raden Fatah adalah keturunan dari orang rendahan bisa jadi karena merujuk pada ketentuan klasifikasi sosial masyarakat Jawa sebelum abad ke 16 Masehi. Ketika itu, kaum pribumi menempati kedudukan paling mulia (wwang yukti) dalam strata sosial masyarakat.
Sedangkan kaum pendatang atau orang-orang asing dianggap sebagai warga negara kelas dua, bahkan sederajat dengan pelayan (wwang kalilan), sebagaimana tercatat dalam Prasasti Sangguran.
Dan, jika penduduk asing itu memeluk agama selain Hindu sebagaimana tatanan sosial kemasyarakatan era Majapahit, digolongkan sebagai kaum Mleccha, yang kedudukannya di bawah golongan Candala, yaitu dua tingkat di bawah golongan Sudra. Dengan demikian bisa dimaklumi jika Tome Pires berasumsi bahwa Raden Fatah adalah keturunan masyarakat rendahan.
Arya Damar
Kisah yang cukup masyhur tentang masa kecil Raden Fatah mengatakan, bahwa dia diasuh oleh sosok bernama Arya Damar yang menjabat sebagai Adipati Palembang.
Dikisahkan, bahwa dikarenakan rasa cemburu dari permaisuri terhadap Siu Ban Ci, Prabu Brawijaya memerintahkan Arya Damar untuk membawanya ke negeri Palembang. Ketika itu, Siu Ban Ci sedang mengandung anak dari Brawijaya.
Tentang asal usul Raden Fatah sebagai putra Prabu Brawijaya dengan selir China, Agus Sunyoto mengutip Serat Kandaning Ringgit Purwa pupuh 400-401 langgam Asmaradhana, yang artinya sebagai berikut:
“Arya Damar memenuhi panggilan raja dan saat menghadap, Sri Prabu bersabda, “Wahai Arya Damar, cepat bawalah istriku asal China yang lagi hamil ini ke Palembang. Jika sudah melahirkan anakku, terserah sekehendakmu, Damar.”
Putri China dikisahkan memiliki kapal beserta isinya. Arya Damar buru-buru naik kapal bersama-sama dengan ibunya, Ni Indhang, beserta uwaknya, berlayar dikawal para duruwiksa.
Kala itu, sudah banyak orang beragama Buddha (Hindu-Buddha) yang masuk Islam. Banyak maulana yang datang dari berbagai negeri, tinggal di negeri Jawa mencari penghidupan.
Prabu Brawijaya tahu bahwa istrinya yag hamil telah sampai di Palembang dan melahirkan putra yang tampan, bercahaya seperti bintang, yang dinamai Raden Fatah, yang sangat suka kepada agama. Putri China itu lalu dinikahi oleh Arya Damar. Melahirkan seorang putra yang dinamai Raden Kusen.”