Kisah Mualaf Amerika Raphael Narbaez Jr, Pendeta Saksi Yehova yang Memeluk Islam
loading...
A
A
A
"Ya."
"Mari, saya bawa Anda berkeliling." Lalu dia menggandeng tangan saya, dan saya berjalan dengan orang asing-bergandengan tangan. Saya berkata, orang-orang Muslim ini begitu ramah.
Lalu dia mengajak saya berkeliling. "Pertama-tama, itu ruangan sholat kami, dan Anda harus membuka sepatu Anda di sini."
"Apa ini?"
"Ini kotak-kotak kecil. Di situlah Anda menyimpan sepatu Anda."
"Mengapa?"
"Karena Anda mendekati daerah sholat, dan tempat ini sangat suci. Anda tidak boleh masuk ke sana dengan memakai sepatu; ruangan ini dijaga agar benar-benar bersih."
Kemudian dia membawa saya ke toilet untuk lelaki.
"Di situ kami mengambil wudhu."
"Voodoo! Saya tidak membaca apa pun tentang voodoo!"
"Bukan, bukan voodoo. Wudhu!"
"Baiklah, karena saya pernah melihat voodoo itu dengan boneka dan jarum, saya belum siap dengan komitmen semacam itu."
Dia berkata, "Bukan itu, wudhu untuk mensucikan diri kami."
"Mengapa Anda melakukan itu?"
"Ketika Anda berdoa kepada Tuhan, Anda harus suci, maka kami membasuh tangan dan kaki kami."
Jadi saya mempelajari semua hal itu. Dia membiarkan saya pergi, dan berkata, "Silakan datang lagi nanti."
Saya kembali dan meminta kepada penjaga perpustakaan sebuah pedoman sholat, lalu saya pulang dan mempraktikkannya. Saya merasa kalau saya berusaha untuk melakukannya dengan benar, Tuhan pasti akan menerimanya. Saya melanjutkan membaca dan mengunjungi masjid.
Saya ada janji pergi berkunjung ke Midwest untuk pentas komedi. Saya membawa sajadah saya. Saya tahu bahwa saya diperintahkan untuk melakukan sholat pada waktu-waktu tertentu, tetapi ada tempat-tempat tertentu di mana Anda tidak diperbolehkan melakukan sholat, salah satunya di kamar mandi. Saya pergi ke ruang pria di terminal, menggelar sajadah, lalu melakukan sholat.
Saya kembali, dan ketika bulan Ramadhan telah usai, saya mulai mendapat panggilan dari beberapa daerah negara ini untuk datang dan memberikan ceramah sebagai mantan pendeta Saksi Yehova yang memeluk agama Islam. Orang mendapati saya sebagai sosok yang baru.
"Mari, saya bawa Anda berkeliling." Lalu dia menggandeng tangan saya, dan saya berjalan dengan orang asing-bergandengan tangan. Saya berkata, orang-orang Muslim ini begitu ramah.
Lalu dia mengajak saya berkeliling. "Pertama-tama, itu ruangan sholat kami, dan Anda harus membuka sepatu Anda di sini."
"Apa ini?"
"Ini kotak-kotak kecil. Di situlah Anda menyimpan sepatu Anda."
"Mengapa?"
"Karena Anda mendekati daerah sholat, dan tempat ini sangat suci. Anda tidak boleh masuk ke sana dengan memakai sepatu; ruangan ini dijaga agar benar-benar bersih."
Kemudian dia membawa saya ke toilet untuk lelaki.
"Di situ kami mengambil wudhu."
"Voodoo! Saya tidak membaca apa pun tentang voodoo!"
"Bukan, bukan voodoo. Wudhu!"
"Baiklah, karena saya pernah melihat voodoo itu dengan boneka dan jarum, saya belum siap dengan komitmen semacam itu."
Dia berkata, "Bukan itu, wudhu untuk mensucikan diri kami."
"Mengapa Anda melakukan itu?"
"Ketika Anda berdoa kepada Tuhan, Anda harus suci, maka kami membasuh tangan dan kaki kami."
Jadi saya mempelajari semua hal itu. Dia membiarkan saya pergi, dan berkata, "Silakan datang lagi nanti."
Saya kembali dan meminta kepada penjaga perpustakaan sebuah pedoman sholat, lalu saya pulang dan mempraktikkannya. Saya merasa kalau saya berusaha untuk melakukannya dengan benar, Tuhan pasti akan menerimanya. Saya melanjutkan membaca dan mengunjungi masjid.
Saya ada janji pergi berkunjung ke Midwest untuk pentas komedi. Saya membawa sajadah saya. Saya tahu bahwa saya diperintahkan untuk melakukan sholat pada waktu-waktu tertentu, tetapi ada tempat-tempat tertentu di mana Anda tidak diperbolehkan melakukan sholat, salah satunya di kamar mandi. Saya pergi ke ruang pria di terminal, menggelar sajadah, lalu melakukan sholat.
Saya kembali, dan ketika bulan Ramadhan telah usai, saya mulai mendapat panggilan dari beberapa daerah negara ini untuk datang dan memberikan ceramah sebagai mantan pendeta Saksi Yehova yang memeluk agama Islam. Orang mendapati saya sebagai sosok yang baru.