Kisah Persembunyian di Gua Tsur dan Bukti Cinta Abu Bakar
loading...
A
A
A
Apa yang disaksikan Abu Bakar itu sungguh makin menambah kekuatan imannya.
Apa penyebab ketakutan Abu Bakar ketlka dalam gua? Adakah rasa takut pada Abu Bakar itu sampai ia bermandi keringat dan merapatkan diri kepada Rasulullah karena ia sangat mendambakan kehidupan dunia, takut nasibnya ditimpa bencana? Atau karena ia tidak memikirkan dirinya lagi tapi yang dipikirkannya hanya Rasulullah dan jika mungkin ia akan mengorbankan diri demi Rasulullah?
Bersumber dari Hasan bin Abil-Hasan al-Basri, Ibn Hisyam menuturkan: "Ketika malam itu Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar memasuki gua, Abu Bakar radiallahu 'anhu masuk lebih dulu sebelum Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam sambil meraba-raba gua itu untuk mengetahui kalau-kalau di tempat itu ada binatang buas atau ular. Ia mau melindungi Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dengan dirinya."
Begitu juga sikapnya ketika dalam keadaan begitu genting demikian terdengar suara pemuda-pemuda Quraisy, ia berbisik di telinga Nabi: "Kalau saja mereka ada yang menjenguk ke bawah, pasti mereka melihat kita."
Pikiran Abu Bakar bukan apa yang akan menimpa dirinya, tetapi yang dipikirkannya Rasulullah dan perkembangan agama, yang untuk itu ia berdakwah atas perintah Allah, kalau sampai pemuda-pemuda itu berhasil membunuhnya.
Bahkan barangkali pada saat itu tiada lain yang dipikirkannya, seperti seorang ibu yang khawatir akan keselamatan anaknya. Ia gemetar ketakutan, ia gelisah. Tak lagi ia dapat berpikir. Bila ada bahaya mengancam, ia akan terjun melemparkan diri ke dalam bahaya itu, sebab ia ingin melindungi atau mati demi anaknya itu.
Ataukah Abu Bakar memang lebih gelisah dari ibu itu, lebih menganggap enteng segala bahaya yang datang, karena imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah memang sudah lebih kuat dari cintanya kepada kehidupan dunia, dari naluri seorang ibu dan dari segala yang dapat dirasakan oleh perasaan kita dan apa yang terlintas dalam pikiran kita?!
Coba kita bayangkan, betapa iman itu menjelma di depannya, dalam diri Rasulullah, dan dengan itu segala makna yang kudus menjelma pula dalam bentuk kekudusan dan kerohaniannya yang agung dan cemerlang!
“Saat ini saya membayangkan Abu Bakar sedang duduk dan Rasulullah di sampingnya. Juga saya membayangkan bahaya yang sedang mengancam kedua orang itu. Imajinasi saya tak dapat membantu mengungkapkan segala yang terkandung dalam lukisan hidup yang luar biasa ini, tak ada bandingannya dalam bentuk yang bagaimanapun,” ujar Haekal.
Sejarah menceritakan kepada kita kisah orang-orang yang telah mengorbankan diri demi seorang pemimpin atau raja. Dan pada zaman kita ini pun banyak pemimpin yang dikultuskan orang. Mereka lebih dicintai daripada diri mereka sendiri. “Tetapi keadaan Abu Bakar dalam gua jauh berbeda,” lanjut Haekal.
Menurut Haekal, para pakar psikologi perlu sekali membuat analisis yang cermat tentang dia, dan yang benar-benar dapat melukiskan keadaannya itu.
Apa artinya keyakinan orang kepada seorang pemimpin dan raja dibandingkan dengan keyakinan Abu Bakar kepada Rasulullah yang telah menjadi pilihan Allah dan mewahyukannya dengan agama yang benar!? Dan apa pula artinya pengorbanan orang untuk pemimpin-pemimpin dan raja-raja itu dibandingkan dengan apa yang berkecamuk dalam pikiran Abu Bakar saat itu, yang begitu khawatir terjadi bahaya menimpa keselamatan Rasulullah.
Lebih-lebih lagi jika tak sampai dapat menolak bahaya itu. Inilah keagungan yang sungguh cemerlang, yang rasanya sudah tak mungkin dapat dilukiskan lagi. Itulah sebabnya, menurut Haekal, penulis-penulis biografi tak ada yang menyinggung soal ini.
Setelah pemuda-pemuda Quraisy itu putus asa dan meninggalkan Gua Tsur, Rasulullah dan Abu Bakar keluar dari tempat persembunyian dan meneruskan perjalanan. Dalam perjalanan itu pun bahaya yang mereka hadapi tidak kurang pula dari bahaya yang mengancam mereka selama di dalam gua.
Abu Bakar masih dapat membawa sisa laba perdagangannya sebanyak lima ribu dirham. Setiba di Madinah dan orang menyambut Rasulullah begitu meriah, Abu Bakar memulai hidupnya di kota itu seperti halnya dengan kaum Muhajirin yang lain, meskipun kedudukannya tetap di samping Rasulullah, kedudukan sebagai khalil, sebagai Ash-Shiddlq dan sebagai menteri penasehat. ( )
Apa penyebab ketakutan Abu Bakar ketlka dalam gua? Adakah rasa takut pada Abu Bakar itu sampai ia bermandi keringat dan merapatkan diri kepada Rasulullah karena ia sangat mendambakan kehidupan dunia, takut nasibnya ditimpa bencana? Atau karena ia tidak memikirkan dirinya lagi tapi yang dipikirkannya hanya Rasulullah dan jika mungkin ia akan mengorbankan diri demi Rasulullah?
Bersumber dari Hasan bin Abil-Hasan al-Basri, Ibn Hisyam menuturkan: "Ketika malam itu Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar memasuki gua, Abu Bakar radiallahu 'anhu masuk lebih dulu sebelum Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam sambil meraba-raba gua itu untuk mengetahui kalau-kalau di tempat itu ada binatang buas atau ular. Ia mau melindungi Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dengan dirinya."
Begitu juga sikapnya ketika dalam keadaan begitu genting demikian terdengar suara pemuda-pemuda Quraisy, ia berbisik di telinga Nabi: "Kalau saja mereka ada yang menjenguk ke bawah, pasti mereka melihat kita."
Pikiran Abu Bakar bukan apa yang akan menimpa dirinya, tetapi yang dipikirkannya Rasulullah dan perkembangan agama, yang untuk itu ia berdakwah atas perintah Allah, kalau sampai pemuda-pemuda itu berhasil membunuhnya.
Bahkan barangkali pada saat itu tiada lain yang dipikirkannya, seperti seorang ibu yang khawatir akan keselamatan anaknya. Ia gemetar ketakutan, ia gelisah. Tak lagi ia dapat berpikir. Bila ada bahaya mengancam, ia akan terjun melemparkan diri ke dalam bahaya itu, sebab ia ingin melindungi atau mati demi anaknya itu.
Ataukah Abu Bakar memang lebih gelisah dari ibu itu, lebih menganggap enteng segala bahaya yang datang, karena imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah memang sudah lebih kuat dari cintanya kepada kehidupan dunia, dari naluri seorang ibu dan dari segala yang dapat dirasakan oleh perasaan kita dan apa yang terlintas dalam pikiran kita?!
Coba kita bayangkan, betapa iman itu menjelma di depannya, dalam diri Rasulullah, dan dengan itu segala makna yang kudus menjelma pula dalam bentuk kekudusan dan kerohaniannya yang agung dan cemerlang!
“Saat ini saya membayangkan Abu Bakar sedang duduk dan Rasulullah di sampingnya. Juga saya membayangkan bahaya yang sedang mengancam kedua orang itu. Imajinasi saya tak dapat membantu mengungkapkan segala yang terkandung dalam lukisan hidup yang luar biasa ini, tak ada bandingannya dalam bentuk yang bagaimanapun,” ujar Haekal.
Sejarah menceritakan kepada kita kisah orang-orang yang telah mengorbankan diri demi seorang pemimpin atau raja. Dan pada zaman kita ini pun banyak pemimpin yang dikultuskan orang. Mereka lebih dicintai daripada diri mereka sendiri. “Tetapi keadaan Abu Bakar dalam gua jauh berbeda,” lanjut Haekal.
Menurut Haekal, para pakar psikologi perlu sekali membuat analisis yang cermat tentang dia, dan yang benar-benar dapat melukiskan keadaannya itu.
Apa artinya keyakinan orang kepada seorang pemimpin dan raja dibandingkan dengan keyakinan Abu Bakar kepada Rasulullah yang telah menjadi pilihan Allah dan mewahyukannya dengan agama yang benar!? Dan apa pula artinya pengorbanan orang untuk pemimpin-pemimpin dan raja-raja itu dibandingkan dengan apa yang berkecamuk dalam pikiran Abu Bakar saat itu, yang begitu khawatir terjadi bahaya menimpa keselamatan Rasulullah.
Lebih-lebih lagi jika tak sampai dapat menolak bahaya itu. Inilah keagungan yang sungguh cemerlang, yang rasanya sudah tak mungkin dapat dilukiskan lagi. Itulah sebabnya, menurut Haekal, penulis-penulis biografi tak ada yang menyinggung soal ini.
Setelah pemuda-pemuda Quraisy itu putus asa dan meninggalkan Gua Tsur, Rasulullah dan Abu Bakar keluar dari tempat persembunyian dan meneruskan perjalanan. Dalam perjalanan itu pun bahaya yang mereka hadapi tidak kurang pula dari bahaya yang mengancam mereka selama di dalam gua.
Abu Bakar masih dapat membawa sisa laba perdagangannya sebanyak lima ribu dirham. Setiba di Madinah dan orang menyambut Rasulullah begitu meriah, Abu Bakar memulai hidupnya di kota itu seperti halnya dengan kaum Muhajirin yang lain, meskipun kedudukannya tetap di samping Rasulullah, kedudukan sebagai khalil, sebagai Ash-Shiddlq dan sebagai menteri penasehat. ( )
(mhy)