Bentuk-Bentuk Kegiatan Sufi Menurut Idries Shah

Sabtu, 14 Januari 2023 - 21:47 WIB
loading...
A A A
Dokumen-dokumen ini sangat sering diambil oleh para murid literalis mereka sebagai cara menerjemahkan yang seberiamya terhadap kepercayaan-kepercayaan yang dipegang oleh para penulisnya.

Di Barat umumnya, kata Idries Shah, kita memiliki banyak atau lebih dari cukup terjemahan. Kebanyakan cara penterjemahan adalah sesuai dengan aslinya terhadap hanya satu faset dari teks-teks multidimensional.

Para murid Barat, sesungguhnya tahu bahwa dimensi-dimensi internal itu eksis, tetapi (mereka) belum menggunakannya secara luas dalam karya-karya mereka. Menjadi adil, jelas, hal itu dikatakan kalau beberapa telah mengakui bahwa mereka tidak dapat mengerjakannya (hal itu).

Gagasan Sufi yang lain --menghasilkan sebuah problem yang banyak ditemukan tidak mungkin menggabungkan dalam pikiran-pikiran mereka-- adalah penegasan Sufi bahwa Sufisme dapat dipikirkan dalam banyak penyamaran. Kaum Sufi, dalam satu kata, secara singkat dilarang setia pada sesuatu adat kebiasaan.

Beberapa sangat dengan senang menggunakan satu format religius, lainnya puisi romantis, beberapa berhubungan dengan kelakar (humor), dongeng dan legenda, namun lainnya mempercayai bentuk-bentuk seni dan hasil-hasil dari para pengrajin.

Sekarang seorang Sufi dapat menceritakan dari pengalamannya, bahwa semua penyajian (presentasi) itu sah atau masuk akal. Tetapi orang yang bukan anggota, para literalis, bagaimanapun setianya, dia mungkin akan sering diminta kesaksian untuk mengatakan apakah para Sufi ini (atau kelompok kaum Sufi ini atau itu) adalah ahli kimia, anggota serikat pekerja, orang yang tergila-gila terhadap hal-hal religius, para joker, ilmuwan, --atau apa.



Problem ini, sementara hal itu mungkin khusus Sufisme, adalah sama sekali tidak baru. Kaum Sufi dibunuh secara hukum, diseret keluar dari rumah-rumah mereka atau disuruh membakar buku-buku mereka, karena melakukan rumusan-rumusan non-religius atau yang tidak diterima secara lokal.

Beberapa penulis Sufi klasik terbesar, dituduh melakukan bid'ah, kemurtadan, bahkan kejahatan politik. Bahkan (hari ini) mereka diserang dari semua jenis kalangan-kalangan yang setia, tidak hanya bersifat keagamaan.

Bahkan suatu pengamatan sepintas, yang dianggap asli mengenai Sufisme, menyatakan bahwa Sufisme merupakan suatu ajaran yang bersifat esoterik dalam Islam (yang karena itu dianggap sebagai kompatibel sepenuhnya), itu juga berada di belakang rumusan-rumusan yang banyak orang memperhatikan menjadi berbeda secara diam-diam dari satu orang ke orang lain.

Oleh karena itu, menurut Idries Shah, ketika "rentetan penyebaran" dari guru-guru yang ternama meluas, kembali kepada Nabi Muhammad SAW dalam garis keturunan ini atau itu dari pertalian yang digunakan oleh sebuah aliran atau guru, hal itu mungkin juga dihubungkan atau dianggap --oleh penguasa (setempat) yang sama-- sebagai garis keturunan dari seorang seperti Uwais al-Qarni (wafat pada abad ketujuh) yang tidak pernah bertemu dengan Muhammad saw di dalam hidupnya.

Suhrawardi yang dapat dipercaya, memiliki persamaan dengan (meski banyak sebelumnya) orang-orang Rosicrucia dan lainnya, secara spesifik menyatakan bahwa ini merupakan suatu bentuk kebijakan yang dikenal dan dipraktikkan dengan berhasil oleh orang-orang bijak termasuk di dalamnya Hermes kuno, yang penuh dengan rahasia, dari Mesir.



Individu lain yang tidak kurang reputasinya --Ibnu al-Farid (1181-1235)-- menekankan bahwa Sufisme terletak di belakang dan sebelum sistematisasi,-- bahwa 'anggur kami telah ada sebelum apa yang engkau sebut the grape and the vine (aliran dan sistem)': Kami telah meminum sebutan tentang Sahabat, Menggembirakan diri kami sendiri, bahkan sebelum penciptaan anggur.

Idries Shah mengatakan, tidak diragukan lagi, bahwa para darwis, calon Sufi, telah secara tradisional berkumpul bersama-sama untuk mengkaji atau belajar sisa-sisa apa saja dan ajaran yang mereka temukan ini, menunggu saat yang memungkinkan apabila seorang tokoh mungkin muncul diantara mereka, dan membuat efektif prinsip-prinsip dan praktek-praktek yang arti hidupnya telah hilang (lenyap), untuk mereka.

Teori ini ditemukan di Barat, tentu saja, di dalam Freemasonry (dengan konsepnya tentang 'Rahasia yang Hilang'). Latihan (praktik) secara layak ditegaskan sebagai contoh, di dalam buku Awarf-ul-Ma'arif dan hal itu telah dikaitkan dengan perhatiannya dalam hal-hal semacam sebagai suatu indikasi dari pengharapan messianik yang dicirikan dalam Sufisme.

Betapapun bahwa itu mungkin (dan itu mestinya suatu 'fase yang berhubungan dengan persiapan', bukan Sufisme yang sebenarnya) ada fakta-fakta atau bukti bahwa orang-orang di Eropa dan Timur Tengah, apa pun komitmen atau kepercayaan psikologis, telah dari waktu ke waktu ditetapkan dan bersemangat dalam doktrin-doktrin Sufi oleh para guru, yang kadang-kadang misterius asal-usulnya, telah berada diantara mereka.

Orang-orang ini telah berabad-abad ditunjuk atau dianggap sebagai manusia universal atau sempurna (insan al-kamil). Kasus seperti ar-Rumi dan orang-orang Syam dari Tabriz, dari Bahauddin Naqsyabandi (abad ke-14) dari Bukhara; dari Ibnu al-Arabi, yang mengajar dalam sudut pandang agama, para tokoh puisi kuno dan cinta, dan banyak lainnya yang kurang dikenal di dalam literatur Barat.



Menurut Idries Shah, problem bagi murid di sini mungkin bukan apakah bentuk 'irasional' dari kegiatan ini atau makanan-minuman dari suatu tradisi berlangsung atau tidak; melainkan kesulitan yang agak bersifat psikologis tentang penerimaan orang-orang serupa sebagai benar-benar memiliki suatu fungsi atau manfaat khusus untuk 'menyatukan kembali manik-manik tasbih dari air raksa' atau 'mengaktifkan kembali, membangunkan, aliran batin di dalam diri manusia'.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2483 seconds (0.1#10.140)