Benarkah Sayyidina Ali Menolak Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar?
Selasa, 14 Juli 2020 - 13:23 WIB
Sesudah Fatimah wafat ia cenderung berbaik kembali dan Abu Bakar pun menerimanya. Demikianlah cerita mengenai Fatimah dan Ali serta pemboikotannya terhadap Abu Bakar setelah pengukuhannya itu.
Sebaliknya apa yang ditambahkan orang dalam cerita ini, bahwa Ali menolak dan baru membaiat setelah Fatimah wafat dan bahwa Abu Bakar menemui Ali di rumahnya dan dijumpainya ia di rumah Banu Hasyim, dan bahwa ketika berdiri seraya berkata: Kami tidak berkeberatan mengukuhkan engkau, hanya saja dalam hal ini kami berpendapat bahwa kamilah yang berhak tetapi kalian memperkosa hak-hak kami, dan bahwa Abu Bakar menyebutkan dalam jawabannya: "Demi Allah, aku menahan harta ini hanya untuk kebaikan kita bersama."
Haekal mengatakan semua tambahan ini membantah tertundanya memberikan baiat karena peristiwa itu tak ada hubungannya dengan soal harta peninggalan, dan bahwa Fatimah dan Abbas tidak pula menuntut kepada Abu Bakar sebelum semua kaum Muslimin memberikan ikrar kepadanya, sebab sebelum itu ia pun tidak memberikan pendapat mengenai hal itu.
Sebagian besar mereka yang menolak cerita tertundanya pemberian ikrar itu menegaskan bahwa cerita-cerita demikian dibuat-buat orang pada masa kekuasaan Abbasi untuk maksud politik. Yang lain menegaskan bahwa cerita itu sudah dibuat orang sebelumnya, yaitu setelah timbul pertentangan antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah selama pecah perang antara Ali dengan Muawiyah.
Mereka mengatakan bahwa terjadinya perluasan Islam ke Irak dan Persia menyebabkan sekelompok orang-orang Persia mengarang-ngarang cerita semacam itu. Setelah pihak Banu Umayyah mendapat kemenangan perhatian kelompok itu dicurahkan untuk memberi kesempatan kepada Abu Muslim al-Khurasani bersiap-siap, dan orang inilah yang telah berhasil membuat sejarah lahirnya dinasti Banu Abbas.
Sebaliknya mereka yang mengatakan bahwa tertundanya Ali dan Banu Hasyim memberikan ikrar sampai empat puluh hari atau sampai enam bulan — dan pendapat ini yang masyhur sebagaimana sudah dikemukakan — mereka berpegang pada sumber-sumber di atas, dan disebutkan bahwa Ali dan orang-orang yang tak hadir itu tidak ikut dalam pasukan Usamah; padahal Ali dalam pertempuran di berbagai peperangan bersama-sama dengan Nabi, keberanian dan ketangkasannya sudah cukup terkenal.
Juga kedua sikap demikian ini dalam segala perjuangan hidupnya sesudah itu, cukup pula terkenal. Mereka ini menolak pendapat orang yang tidak mengakui keterlambatan dalam baiat itu karena alasan kaum Muhajirin kepada Ansar mengenai kekuasaan bahwa pertalian mereka lebih dekat kepada Nabi, bahwa orang-orang Arab itu hanya mengenai Quraisy karena mereka adalah penjaga-penjaga Ka'bah dan bahwa perhatian orang semua di Semenanjung itu pun hanya ditujukan kepada mereka.
Inilah alasan satu-satunya yang menjadi pegangan Banu Hasyim untuk tampil ke depan sebagai pengganti Rasulullah. Tidak heran bilamana ini yang menjadi pegangan mereka dan membuat mereka tidak hadir waktu pengukuhan (baiat) Abu Bakar itu. Itulah yang telah dilakukan oleh Ali dan itu pula alasannya dan alasan sahabat-sahabatnya.
Kalaupun mereka kemudian mau juga membaiat, hanya karena mereka tidak menginginkan timbulnya fitnah yang akibatnya akan merusak persatuan kaum Muslimin. Terutama setelah kemudian timbul gejala-gejala kemurtadan di kalangan orang-orang Arab pinggiran, dan setelah mereka membangkang terhadap kekuasaan Madinah dengan akibat hampir-hampir mengancam penyebaran Islam yang dibawa Muhammad sebagai wahyu Allah itu.
Lepas dari soal perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah itu, menurut Haekal, mengenai baiat serta ikut sertanya Keluarga Hasyim dan pihak Muhajirin yang lain atau tidak ikut sertanya sebagian mereka, yang sudah disepakati tanpa ada perbedaan pendapat ialah, bahwa sepeninggal Rasululiah, sejak hari pertama yang harus memegang pimpinan adalah Abu Bakar.
Dari mereka yang tertunda memberikan baiat itu tak ada yang mengatakan bahwa dari kalangan Banu Hasyim atau yang lain mencoba mengadakan perlawanan senjata atau berusaha menggugat gugat Khalifah yang pertama itu. Adakah itu karena kedudukan Abu Bakar di mata Rasululiah, yang sampai mengatakan: 'Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil, maka Abu Bakar-lah khalil-ku.' Atau karena dia diminta menemani Rasululiah dalam hijrah serta jasa-jasanya yang begitu besar di samping kesiapannya selalu membela Rasulullah dalam pelbagai kesempatan? Ataukah juga karena Rasulullah memintanya mewakilinya dalam salat selama dalam sakitnya yang terakhir?
Haekal menyatakan, apa pun alasan yang menyebabkan kaum Muslimin memberikan ikrar kepada Abu Bakar sebagai Khalifah setelah Rasululiah berpulang, yang jelas tak seorang pun ada yang menentangnya, juga tak ada yang bergabung kepada mereka yang belum ikut membaiat. Ini merupakan suatu bukti, bahwa pandangan Muslimin yang mula-mula itu tentang kekhalifahan tidak sama dengan pandangan mereka yang datang kemudian, yakni sejak masa kedaulatan dinasti Umayyah.
Pandangan mereka lebih dekat dengan nilai-nilai orang Arab asli di sekitar mereka, dan yang memang sudah cukup dikenal di seluruh Semenanjung itu sejak sebelum kerasulan Nabi.
Sesudah kawasan Islam bertambah luas dan masyarakat Arab bergaul dengan bangsa-bangsa lain yang mereka datangi, gambaran masyarakat Muslimin tentang konsep kekhalifahan itu juga ikut berubah, sesuai dengan pengaruh pergaulan dan luasnya kawasan pemerintahan Islam. ( )
Sebaliknya apa yang ditambahkan orang dalam cerita ini, bahwa Ali menolak dan baru membaiat setelah Fatimah wafat dan bahwa Abu Bakar menemui Ali di rumahnya dan dijumpainya ia di rumah Banu Hasyim, dan bahwa ketika berdiri seraya berkata: Kami tidak berkeberatan mengukuhkan engkau, hanya saja dalam hal ini kami berpendapat bahwa kamilah yang berhak tetapi kalian memperkosa hak-hak kami, dan bahwa Abu Bakar menyebutkan dalam jawabannya: "Demi Allah, aku menahan harta ini hanya untuk kebaikan kita bersama."
Haekal mengatakan semua tambahan ini membantah tertundanya memberikan baiat karena peristiwa itu tak ada hubungannya dengan soal harta peninggalan, dan bahwa Fatimah dan Abbas tidak pula menuntut kepada Abu Bakar sebelum semua kaum Muslimin memberikan ikrar kepadanya, sebab sebelum itu ia pun tidak memberikan pendapat mengenai hal itu.
Sebagian besar mereka yang menolak cerita tertundanya pemberian ikrar itu menegaskan bahwa cerita-cerita demikian dibuat-buat orang pada masa kekuasaan Abbasi untuk maksud politik. Yang lain menegaskan bahwa cerita itu sudah dibuat orang sebelumnya, yaitu setelah timbul pertentangan antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah selama pecah perang antara Ali dengan Muawiyah.
Mereka mengatakan bahwa terjadinya perluasan Islam ke Irak dan Persia menyebabkan sekelompok orang-orang Persia mengarang-ngarang cerita semacam itu. Setelah pihak Banu Umayyah mendapat kemenangan perhatian kelompok itu dicurahkan untuk memberi kesempatan kepada Abu Muslim al-Khurasani bersiap-siap, dan orang inilah yang telah berhasil membuat sejarah lahirnya dinasti Banu Abbas.
Sebaliknya mereka yang mengatakan bahwa tertundanya Ali dan Banu Hasyim memberikan ikrar sampai empat puluh hari atau sampai enam bulan — dan pendapat ini yang masyhur sebagaimana sudah dikemukakan — mereka berpegang pada sumber-sumber di atas, dan disebutkan bahwa Ali dan orang-orang yang tak hadir itu tidak ikut dalam pasukan Usamah; padahal Ali dalam pertempuran di berbagai peperangan bersama-sama dengan Nabi, keberanian dan ketangkasannya sudah cukup terkenal.
Juga kedua sikap demikian ini dalam segala perjuangan hidupnya sesudah itu, cukup pula terkenal. Mereka ini menolak pendapat orang yang tidak mengakui keterlambatan dalam baiat itu karena alasan kaum Muhajirin kepada Ansar mengenai kekuasaan bahwa pertalian mereka lebih dekat kepada Nabi, bahwa orang-orang Arab itu hanya mengenai Quraisy karena mereka adalah penjaga-penjaga Ka'bah dan bahwa perhatian orang semua di Semenanjung itu pun hanya ditujukan kepada mereka.
Inilah alasan satu-satunya yang menjadi pegangan Banu Hasyim untuk tampil ke depan sebagai pengganti Rasulullah. Tidak heran bilamana ini yang menjadi pegangan mereka dan membuat mereka tidak hadir waktu pengukuhan (baiat) Abu Bakar itu. Itulah yang telah dilakukan oleh Ali dan itu pula alasannya dan alasan sahabat-sahabatnya.
Kalaupun mereka kemudian mau juga membaiat, hanya karena mereka tidak menginginkan timbulnya fitnah yang akibatnya akan merusak persatuan kaum Muslimin. Terutama setelah kemudian timbul gejala-gejala kemurtadan di kalangan orang-orang Arab pinggiran, dan setelah mereka membangkang terhadap kekuasaan Madinah dengan akibat hampir-hampir mengancam penyebaran Islam yang dibawa Muhammad sebagai wahyu Allah itu.
Lepas dari soal perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah itu, menurut Haekal, mengenai baiat serta ikut sertanya Keluarga Hasyim dan pihak Muhajirin yang lain atau tidak ikut sertanya sebagian mereka, yang sudah disepakati tanpa ada perbedaan pendapat ialah, bahwa sepeninggal Rasululiah, sejak hari pertama yang harus memegang pimpinan adalah Abu Bakar.
Dari mereka yang tertunda memberikan baiat itu tak ada yang mengatakan bahwa dari kalangan Banu Hasyim atau yang lain mencoba mengadakan perlawanan senjata atau berusaha menggugat gugat Khalifah yang pertama itu. Adakah itu karena kedudukan Abu Bakar di mata Rasululiah, yang sampai mengatakan: 'Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil, maka Abu Bakar-lah khalil-ku.' Atau karena dia diminta menemani Rasululiah dalam hijrah serta jasa-jasanya yang begitu besar di samping kesiapannya selalu membela Rasulullah dalam pelbagai kesempatan? Ataukah juga karena Rasulullah memintanya mewakilinya dalam salat selama dalam sakitnya yang terakhir?
Haekal menyatakan, apa pun alasan yang menyebabkan kaum Muslimin memberikan ikrar kepada Abu Bakar sebagai Khalifah setelah Rasululiah berpulang, yang jelas tak seorang pun ada yang menentangnya, juga tak ada yang bergabung kepada mereka yang belum ikut membaiat. Ini merupakan suatu bukti, bahwa pandangan Muslimin yang mula-mula itu tentang kekhalifahan tidak sama dengan pandangan mereka yang datang kemudian, yakni sejak masa kedaulatan dinasti Umayyah.
Pandangan mereka lebih dekat dengan nilai-nilai orang Arab asli di sekitar mereka, dan yang memang sudah cukup dikenal di seluruh Semenanjung itu sejak sebelum kerasulan Nabi.
Sesudah kawasan Islam bertambah luas dan masyarakat Arab bergaul dengan bangsa-bangsa lain yang mereka datangi, gambaran masyarakat Muslimin tentang konsep kekhalifahan itu juga ikut berubah, sesuai dengan pengaruh pergaulan dan luasnya kawasan pemerintahan Islam. ( )
Lihat Juga :