Sembahyang Terakhir di Hagia Sophia, Kisah Haru Jelang Takluknya Konstantinopel

Minggu, 19 Juli 2020 - 12:44 WIB
Setelah itu, Kaisar pergi ke istananya untuk melakukan perpisahan. Dia mengucapkan ucapan selamat tinggal kepada semua yang ada di istana dan meminta maaf pada semuanya. Pemandangan itu demikian mengharukan, sebagaimana yang ditulis sejarawan kalangan Nasrani.

Salah seorang Nasrani yang hadir berkata, “Andaikata seseorang hatinya terbuat dari kayu dan atau dari batu karang, pastilah kedua matanya akan berlinang air mata melihat pemandangan yang sangat mengharukan itu." (Baca juga: Sejarah Hagia Sophia, antara Katedral Kristen Ortodoks dan Masjid )

Constantine kemudian menghadapkan wajahnya pada sebuah lukisan Isa Al-Masih yang tergantung di salah satu kamar. Dia kemudian rukuk di bawahnya dan melantunkan beberapa doa. Lalu dia bangkit dan memakai penutup kepala militer. Selanjutnya ia keluar dari istananya menjelang tengah malam bersama teman, pengawal, sekretaris, dan seorang sejarawan bernama Franteztes.

Lalu keduanya bangun melakukan pemeriksaan pasukan Nasrani yang sedang sibuk berjaga-jaga mempertahankan kota. Keduanya melihat gerakan pasukan Utsmani yang demikian bersemangat, tengah siaga melakukan serangan laut dan darat.

Sebelum malam menjelang, langit menurunkan hujan gerimis, menyirami bumi. Maka Sultan keluar dari kemahnya dan mengangkat pandangannya ke langit seraya berkata, “Allah telah memberikan rahmat dan pertolongan-Nya kepada kita semua, sehingga Dia menurunkan hujan ini tepat pada waktunya. Hujan ini akan mengurangi kepulan debu dan akan mudah bagi kita untuk bergerak.”



Perlolongan Allah

Pada jam satu pagi, hari Selasa tanggal 20 Jumadil Ula tahun 857 H bertepatan tanggal 29 Mei tahun 1435 M, serangan umum mulai dilancarkan pasukan Utsmani. Setelah dikeluarkan komando, seluruh mujahidin dengan penuh semangat menggemakan takbir.

Pasukan mujahidin bergerak menuju pinggir pagar-pagar pelindung kota. Orang-orang Byzantium dilanda ketakutan besar. Maka mereka pun segera membunyikan lonceng-lonceng gereja. Banyak orang Nasrani berlindung di dalam gereja.

Serangan pamungkas ini dilakukan secara serentak dari segala penjuru, laut dan darat, sesuai rencana yang telah ditetapkan semula. Para mujahidin sama-sama merindukan mati Syahid. Oleh sebab itulah, mereka maju dengan gagah berani dan semangat berkorban yang tinggi. Mereka maju menyerang musuh. Banyak diantara para mujahidin yang gugur sebagai syuhada. ( )

Serangan itu sendiri dibagi ke dalam beberapa titik. Namun secara khusus serangan terbesar dipusatkan di Lembah Likus, yang dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad Al-Fatih sendiri. Gelombang pasukan pertama dari mujahidin menghujam benteng-benteng pertahanan Nasrani dengan anak panah dan meriam. Mereka berusaha keras untuk melumpuhkan pertahanan lawan.

Dengan kenekatan orang-orang Byzantium dan keberanian orang-orang Islam, berjatuhanlah korban di kedua belah pihak dalam jumlah besar.

Tatkala pasukan pertama mengalami kekalahan, Sultan Muhammad Al-Fatih telah menyiapkan pasukan lain. Maka pasukan pertama segera menarik diri dan pasukan baru maju ke medan perang. ( )

Sementara itu pasukan musuh telah dilanda keletihan. Pasukan baru itu mampu mencapai benteng-benteng pertahanan dan mereka segera memancangkan tangga-tangga untuk menembus pertahanan musuh. Namun pasukan Nasrani berhasil menjungkalkan tangga-tangga itu. Pasukan Islam pun dengan mati-matian terus memanjat pagan sedangkan orang-orang Nasrani dengan sekuat tenaga berusaha menghadang para pemanjat.

Setelah berlalu dua jam dari usaha keras pasukan Islam itu, Sultan mengeluarkan komando kepada pasukannya untuk istirahat sejenak setelah mereka berhasil membuat pasukan musuh kelabakan di wilayah itu.

Pada saat yang sama Sultan mengeluarkan perintah kepada pasukan ketiga untuk melakukan serangan lanjutan ke pagar-pagar pertahanan lawan di wilayah itu. Musuh dikejutkan dengan munculnya gelombang pasukan baru, setelah sebelumnya mereka mengira serangan telah reda dan mereka saat itu telah mengalami kelelahan. ( )

Pasukan Islam sendiri muncul dengan tenaga dan darah baru, semangat menyala, serta ambisi besar untuk menaklukkan musuh. Di samping itu mereka telah menanti-nanti waktu lama untuk ikut ambil bagian dalam pertempuran tersebut.

Sementara itu pertempuran di laut berlangsung seru dan sesuai rencana sehingga membuat musuh kalang-kabut. Musuh telah dibuat sibuk melakukan perlawanan di berbagai medan dan waktu. ( ).

Bersamaan dengan munculnya sinar pagi, para mujahidin bisa memastikan tempat-tempat musuh lebih dekat dan tepat. Mereka pun mulai melancarkan serangan lebih berlipat ganda.

Kaum muslimin demikian semangat dan betul-betul menginginkan agar serangan itu sukses. Namun tiba-tiba, Sultan mengeluarkan perintah agar pasukan Islam menarik diri dengan tujuan untuk mengistirahatkan meriam-meriam sampai bisa dioperasikan kembali.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
وَكَاَيِّنۡ مِّنۡ اٰيَةٍ فِى السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ يَمُرُّوۡنَ عَلَيۡهَا وَهُمۡ عَنۡهَا مُعۡرِضُوۡنَ‏
Dan berapa banyak tanda-tanda kebesaran Allah di langit dan di bumi yang mereka lalui, namun mereka berpaling daripadanya.

(QS. Yusuf Ayat 105)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More