Memanfaatkan Aset dalam Islam Menurut Al-Qardhawi
Sabtu, 24 Juni 2023 - 05:15 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan mempergunakan dan memfungsikan aset ekonomi dan kekayaan materi dengan baik bisa dilakukan dengan tidak membiarkan sesuatu tanpa guna dan tetap memeliharanya dengan baik. Karena dia merupakan amanah yang harus dijaga dan nikmat yang wajib disyukuri dengan mempergunakannya secara tepat dan maksimal.
"Karena itulah Al-Qur'an mengingatkan pada kita terhadap apa saja yang ditundukkan oleh Allah untuk kepentingan kita, baik yang ada di langit maupun di bumi, serta yang ada di daratan maupun di lautan," ujar al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Menurutnya, Al-Qur'an juga bersikap keras terhadap orang-orang yang tidak memfungsikan kekayaan hewani atau pertanian karena mengikuti keinginan mereka yang tidak berdasarkan wahyu Allah.
"Mereka mengharamkan apa yang direzekikan oleh Allah kepada mereka dengan membuat-buat kedustaan terhadap Allah," ujarnya.
Akan tetapi hal itu dibantah dengan tegas oleh Al Qur'an, sebagaimana di dalam surat Al An'am :
"Dan mereka mengatakan, "Inilah binatang ternak dan tanaman yang dilarang tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki" menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan.
Dan mereka mengatakan: "Apa yang ada di dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami" dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk." ( QS Al An'am : 138-140)
Rasulullah SAW mengingatkan akan wajibnya kita untuk memanfaatkan apa saja yang sekiranya bisa difungsikan dan tidak membiarkan atau menelantarkannya, meskipun kebanyakan manusia melecehkannya.
Suatu ketika Rasulullah SAW berjalan melewati bangkai kambing, kemudian beliau bertanya tentang bangkai kambing itu. Mereka berkata. Sesungguhnya ia adalah kambing milik pembantu Maimunah (Ummul Mukminin), maka Nabi bersabda:
"Mengapa kalian tidak mengambil kulitnnya (untuk kemudian disamak) sehingga kamu dapat memanfaatkannya, sesungguhnya yang diharamkan adalah memakannya..." (HR Muttafaqun 'Ala'ih)
Bahkan Rasulullah SAW telah memperingatkan sikap meremehkan, sampai-sampai terhadap suapan yang jatuh dari orang yang memakannya. Maka sebaiknya orang tersebut membersihkan suapan itu, kemudian memakannya dan tidak dibiarkan untuk setan. Sebagaimana juga sebaiknya membersihkan makanan yang tersedia di nampan atau yang menempel di tangan, dan tidak membuang sisa di tempat sampah.
Mengelola Tanah
Di antara yang patut diperingatkan di sini adalah pengarahan Nabi SAW tentang masalah pertanian atau bercocok tanam bagi seseorang yang mampu untuk menanami sendiri atau dipinjamkan kepada orang Muslim lainnya yang bisa menanaminya. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang memiliki tanah maka hendaklah menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Apabila tanah itu bisa ditanami dengan perhitungan yang berlaku pada umumnya maka itu termasuk sesuatu yang baik, karena termasuk bentuk kerjasama antara pemilik tanah dengan petani yang menanami, mirip dengan mudharabah yang dijalankan oleh pemilik modal dengan pekerja.
Nabi SAW pernah bekerjasama dengan kaum Yahudi untuk menanami tanah khaibar dengan sistem paroan (bagi hasil) dari hasil tanah.
"Karena itulah Al-Qur'an mengingatkan pada kita terhadap apa saja yang ditundukkan oleh Allah untuk kepentingan kita, baik yang ada di langit maupun di bumi, serta yang ada di daratan maupun di lautan," ujar al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Menurutnya, Al-Qur'an juga bersikap keras terhadap orang-orang yang tidak memfungsikan kekayaan hewani atau pertanian karena mengikuti keinginan mereka yang tidak berdasarkan wahyu Allah.
"Mereka mengharamkan apa yang direzekikan oleh Allah kepada mereka dengan membuat-buat kedustaan terhadap Allah," ujarnya.
Akan tetapi hal itu dibantah dengan tegas oleh Al Qur'an, sebagaimana di dalam surat Al An'am :
"Dan mereka mengatakan, "Inilah binatang ternak dan tanaman yang dilarang tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki" menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan.
Dan mereka mengatakan: "Apa yang ada di dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami" dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk." ( QS Al An'am : 138-140)
Rasulullah SAW mengingatkan akan wajibnya kita untuk memanfaatkan apa saja yang sekiranya bisa difungsikan dan tidak membiarkan atau menelantarkannya, meskipun kebanyakan manusia melecehkannya.
Suatu ketika Rasulullah SAW berjalan melewati bangkai kambing, kemudian beliau bertanya tentang bangkai kambing itu. Mereka berkata. Sesungguhnya ia adalah kambing milik pembantu Maimunah (Ummul Mukminin), maka Nabi bersabda:
"Mengapa kalian tidak mengambil kulitnnya (untuk kemudian disamak) sehingga kamu dapat memanfaatkannya, sesungguhnya yang diharamkan adalah memakannya..." (HR Muttafaqun 'Ala'ih)
Bahkan Rasulullah SAW telah memperingatkan sikap meremehkan, sampai-sampai terhadap suapan yang jatuh dari orang yang memakannya. Maka sebaiknya orang tersebut membersihkan suapan itu, kemudian memakannya dan tidak dibiarkan untuk setan. Sebagaimana juga sebaiknya membersihkan makanan yang tersedia di nampan atau yang menempel di tangan, dan tidak membuang sisa di tempat sampah.
Mengelola Tanah
Di antara yang patut diperingatkan di sini adalah pengarahan Nabi SAW tentang masalah pertanian atau bercocok tanam bagi seseorang yang mampu untuk menanami sendiri atau dipinjamkan kepada orang Muslim lainnya yang bisa menanaminya. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang memiliki tanah maka hendaklah menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Apabila tanah itu bisa ditanami dengan perhitungan yang berlaku pada umumnya maka itu termasuk sesuatu yang baik, karena termasuk bentuk kerjasama antara pemilik tanah dengan petani yang menanami, mirip dengan mudharabah yang dijalankan oleh pemilik modal dengan pekerja.
Nabi SAW pernah bekerjasama dengan kaum Yahudi untuk menanami tanah khaibar dengan sistem paroan (bagi hasil) dari hasil tanah.