Syaikh Al-Qardhawi: Islam Tidak Melarang Bersenda Gurau
Rabu, 06 September 2023 - 13:54 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan sesungguhnya tertawa dan bersenda gurau itu sesuatu yang diperbolehkan di dalam Islam. Sebagaimana dinyatakan oleh nash-nash qauliyah maupun sikap dan perilaku Rasulullah SAW serta perilaku para sahabat.
Kendati demikian, ada beberapa hukama' ahli sastra dan puisi yang mencela lelucon (lawakan) dan memperingatkan akan akibatnya yang tidak baik dan memandang bahwa itu berbahaya, tetapi sayang, mereka melupakan sisi-sisi yang lainnya.
"Padahal sebenarnya apa-apa yang datang dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah lebih berhak untuk diikuti," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Nabi SAW pernah berkata kepada Hanzhalah, yakni ketika dia merasa ada perubahan kondisi di saat berada di rumahnya dan ketika bersama Rasulullah SAW. Hanzhalah mengira bahwa di dalam dirinya ada kemunafikan. Maka Nabi berkata kepadanya, "Wahai Handzalah, seandainya kamu tetap seperti ketika bersamaku, maka pasti malaikat akan berjabat tangan denganmu di jalan-jalan, tetapi wahai Handzalah pelan-pelan (sedikit-sedikit)." Inilah fithrah, dan inilah kemanusiaan.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Abi Salamah bin Abdir Rahman, ia berkata, "Sahabat Rasulullah SAW bukanlah orang-orang yang serius terus-menerus, bukan pula orang-orang bermalas-malas (yang tidak bergerak), tetapi mereka itu seiring bersenandung dengan puisi-puisi (syair-syairy) dan mengingat masa-masa jahiliyah mereka, dan apabila diinginkan dari mereka sesuatu dari masalah-masalah agamanya berkunang-kunanglah sinar matanya, seakan-akan seperti orang gila.
Ibnu Sirin pernah ditanya tentang kebiasaan para sahabat, "Apakah mereka itu juga bergurau? Beliau menjawab, "Mereka tidak lain adalah manusia biasa seperti umumnya manusia, seperti Ibnu Umar, beliau sering bergurau dan bersenandung dengan syair." (HR Abu Nu'aim di dalam Al Hilyah: 2/275)
Al-Qardhawi mengatakan sikap mereka, orang-orang yang mengaku aktifis atau orang-orang yang semangat dalam beragama, yang wajah mereka selalu cemberut--sehingga ada yang mengira bahwa sikap seperti ini dianggap inti ajaran Islam--padahal sikap ini sedikit pun tidaklah menampakkan hakikat agama yang sebenarnya, dan tidak sesuai dengan petunjuk Nabi SAW dan para sahabatnya. Tetapi semata-mata berasal dari kesalahfahaman mereka terhadap Islam, atau kembali kepada tabiat kepribadian mereka, atau karena situasi dan kondisi pertumbuhan dan pendidikan mereka.
"Yang jelas seseorang tidak boleh bodoh bahwa Islam itu tidak diambil dari perilaku seseorang atau kelompok dari manusia baik mereka salah atau benar," ujar al-Qardhawi. "Islamlah yang semestinya menjadi hujjah atas mereka, bukan mereka yang menjadi hujjah (dalil) atas Islam. Islam itu diambil dari Al Qur'an dan As-Sunnah," lanjutnya.
Kendati demikian, ada beberapa hukama' ahli sastra dan puisi yang mencela lelucon (lawakan) dan memperingatkan akan akibatnya yang tidak baik dan memandang bahwa itu berbahaya, tetapi sayang, mereka melupakan sisi-sisi yang lainnya.
"Padahal sebenarnya apa-apa yang datang dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah lebih berhak untuk diikuti," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Baca Juga
Nabi SAW pernah berkata kepada Hanzhalah, yakni ketika dia merasa ada perubahan kondisi di saat berada di rumahnya dan ketika bersama Rasulullah SAW. Hanzhalah mengira bahwa di dalam dirinya ada kemunafikan. Maka Nabi berkata kepadanya, "Wahai Handzalah, seandainya kamu tetap seperti ketika bersamaku, maka pasti malaikat akan berjabat tangan denganmu di jalan-jalan, tetapi wahai Handzalah pelan-pelan (sedikit-sedikit)." Inilah fithrah, dan inilah kemanusiaan.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Abi Salamah bin Abdir Rahman, ia berkata, "Sahabat Rasulullah SAW bukanlah orang-orang yang serius terus-menerus, bukan pula orang-orang bermalas-malas (yang tidak bergerak), tetapi mereka itu seiring bersenandung dengan puisi-puisi (syair-syairy) dan mengingat masa-masa jahiliyah mereka, dan apabila diinginkan dari mereka sesuatu dari masalah-masalah agamanya berkunang-kunanglah sinar matanya, seakan-akan seperti orang gila.
Ibnu Sirin pernah ditanya tentang kebiasaan para sahabat, "Apakah mereka itu juga bergurau? Beliau menjawab, "Mereka tidak lain adalah manusia biasa seperti umumnya manusia, seperti Ibnu Umar, beliau sering bergurau dan bersenandung dengan syair." (HR Abu Nu'aim di dalam Al Hilyah: 2/275)
Al-Qardhawi mengatakan sikap mereka, orang-orang yang mengaku aktifis atau orang-orang yang semangat dalam beragama, yang wajah mereka selalu cemberut--sehingga ada yang mengira bahwa sikap seperti ini dianggap inti ajaran Islam--padahal sikap ini sedikit pun tidaklah menampakkan hakikat agama yang sebenarnya, dan tidak sesuai dengan petunjuk Nabi SAW dan para sahabatnya. Tetapi semata-mata berasal dari kesalahfahaman mereka terhadap Islam, atau kembali kepada tabiat kepribadian mereka, atau karena situasi dan kondisi pertumbuhan dan pendidikan mereka.
"Yang jelas seseorang tidak boleh bodoh bahwa Islam itu tidak diambil dari perilaku seseorang atau kelompok dari manusia baik mereka salah atau benar," ujar al-Qardhawi. "Islamlah yang semestinya menjadi hujjah atas mereka, bukan mereka yang menjadi hujjah (dalil) atas Islam. Islam itu diambil dari Al Qur'an dan As-Sunnah," lanjutnya.
(mhy)