Puasa Ramadan Ibadah Wajib yang Paling Mendalam Bekasnya pada Jiwa Muslim
Jum'at, 22 Maret 2024 - 05:15 WIB
Cendekiawan muslim Nurcholish Madjid (1939–2005) mengatakan dari berbagai ibadah dalam Islam, puasa di bulan Ramadan barangkali merupakan ibadat wajib yang paling mendalam bekasnya pada jiwa seorang Muslim.
"Pengalaman selama sebulan dengan berbagai kegiatan yang menyertainya seperti berbuka, tarawih dan makan sahur senantiasa membentuk unsur kenangan yang mendalam akan masa kanak-kanak di hati seorang Muslim," tulis Nurcholish Madjid dalam bukunya berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" (Yayasan Paramadina, 1994)
Ibadah puasa merupakan bagian dari pembentuk jiwa keagamaan seorang Muslim, dan menjadi sarana pendidikannya di waktu kecil dan seumur hidup.
Semua bangsa Muslim menampilkan corak kerohanian yang sama selama berlangsungnya puasa, dengan beberapa variasi tertentu dari satu ke lainnya.
"Maka kekhasan bangsa kita dalam menyambut dan menjalani ibadah puasa Ramadan telah pula menjadi perhatian orang Muslim Arab di akhir abad yang lalu," ujarnya.
Seorang sarjana bernama Prof Riyadl dalam buku Syeikh 'Ali Ahmad al-Jurjawi berjudul "Hikmat al-Tasyri' wa Falsafatuhu" menyebutkan bahwa di Jawa (yang dicampuradukkan olehnya sebagai bagian dari India) para pemeluk Islam mempunyai cara yang khas dalam menyambut dan menjalani ibadah puasa.
Mereka itu, kata Prof Riyadl, pergi ke masjid beramai-ramai di saat tenggelam matahari untuk salat Maghrib dan berbuka puasa, kemudian melakukan salat 'isya dan tarawih diteruskan dengan membaca al-Qur'an (tadarrus) setiap malam satu juz' sehingga mereka dapat menghatamkan Kitab Suci itu pada suatu malam di bulan suci.
"Dan dalam berbuka puasa mereka makan bersama suatu jenis makanan nasional yang menyerupai tha'miyyah (sejenis kue) pada kita, tetapi terbuat dari kacang polong dan bukannya dari kacang buncis," ujarnya.
Menurut Cak Nur, dari penuturan sederhana itu maka tidak terlalu salah jika kita kaum Muslim Indonesia mempunyai kesan yang amat khas tentang bulan Ramadan, agaknya lebih dari kaum Muslim di negeri-negeri lain.
Bulan Ramadan merupakan bulan keagamaan dengan intensitas yang tinggi, yang bakal meninggalkan kesan mendalam pada mereka yang terlibat.
Kekhasan suasana Ramadan pada bangsa kita tercermin juga dalam suasana Hari Raya Lebaran atau 'Idul-Fitri yang khas Indonesia. Maka sudah tentu akan baik sekali jika kita memahami berbagai hikmah ibadah puasa yang kita jalankan selama bulan itu.
"Pengalaman selama sebulan dengan berbagai kegiatan yang menyertainya seperti berbuka, tarawih dan makan sahur senantiasa membentuk unsur kenangan yang mendalam akan masa kanak-kanak di hati seorang Muslim," tulis Nurcholish Madjid dalam bukunya berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" (Yayasan Paramadina, 1994)
Ibadah puasa merupakan bagian dari pembentuk jiwa keagamaan seorang Muslim, dan menjadi sarana pendidikannya di waktu kecil dan seumur hidup.
Semua bangsa Muslim menampilkan corak kerohanian yang sama selama berlangsungnya puasa, dengan beberapa variasi tertentu dari satu ke lainnya.
"Maka kekhasan bangsa kita dalam menyambut dan menjalani ibadah puasa Ramadan telah pula menjadi perhatian orang Muslim Arab di akhir abad yang lalu," ujarnya.
Seorang sarjana bernama Prof Riyadl dalam buku Syeikh 'Ali Ahmad al-Jurjawi berjudul "Hikmat al-Tasyri' wa Falsafatuhu" menyebutkan bahwa di Jawa (yang dicampuradukkan olehnya sebagai bagian dari India) para pemeluk Islam mempunyai cara yang khas dalam menyambut dan menjalani ibadah puasa.
Mereka itu, kata Prof Riyadl, pergi ke masjid beramai-ramai di saat tenggelam matahari untuk salat Maghrib dan berbuka puasa, kemudian melakukan salat 'isya dan tarawih diteruskan dengan membaca al-Qur'an (tadarrus) setiap malam satu juz' sehingga mereka dapat menghatamkan Kitab Suci itu pada suatu malam di bulan suci.
"Dan dalam berbuka puasa mereka makan bersama suatu jenis makanan nasional yang menyerupai tha'miyyah (sejenis kue) pada kita, tetapi terbuat dari kacang polong dan bukannya dari kacang buncis," ujarnya.
Menurut Cak Nur, dari penuturan sederhana itu maka tidak terlalu salah jika kita kaum Muslim Indonesia mempunyai kesan yang amat khas tentang bulan Ramadan, agaknya lebih dari kaum Muslim di negeri-negeri lain.
Bulan Ramadan merupakan bulan keagamaan dengan intensitas yang tinggi, yang bakal meninggalkan kesan mendalam pada mereka yang terlibat.
Kekhasan suasana Ramadan pada bangsa kita tercermin juga dalam suasana Hari Raya Lebaran atau 'Idul-Fitri yang khas Indonesia. Maka sudah tentu akan baik sekali jika kita memahami berbagai hikmah ibadah puasa yang kita jalankan selama bulan itu.
(mhy)