Perang Nahawand: Kisah Sa'ad bin Abi Waqqas Kena Fitnah
Minggu, 21 April 2024 - 05:15 WIB
Di tengah menghadapi perang Nahawand di Iran, ada kisah lain di balik itu. Sa'ad bin Abi Waqqas , Gubernur Militer di Irak, terkena fitnah. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang oleh Abdurrahman bin Auf ra diberi julukan "Singa Yang Menyembunyikan Kukunya" itu dituduh befoya-foya bergelimang harta selama di Kufah, Irak .
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi " Umar bin Khattab " (PT Pustaka Litera AntarNusa, April 2000) mengisahkan kala itu Khalifah Umar bin Khattab sibuk memikirkan soal Irak dan nasibnya mengingat ada sebagian orang Arab yang sudah menetap di sana tampaknya mereka cenderung akan membuat kerusuhan.
"Kemakmuran yang sudah mereka rasakan membuat mereka saling bersaing. Mereka sudah tidak peduli akan segala persiapan pihak Persia yang hendak memerangi mereka," tutur Haekal.
Pada saat itu Sa'ad bin Abi Waqqas mengirimkan berita mengenai persiapan Yazdigird dan Firozan di Iran kepada Khalifah. Saad mengatakan Persi telah menyiapkan pasukan berjumlah 150.000 orang dan dipusatkan di Nahawand.
Pada saat itu pula, tiba-tiba rombongan dari Kufah dipimpin oleh Jarrah bin Sinan al-Asadi datang mengadukan Saad kepada Khalifah Umar tentang berbagai hal mengenai Saad. Sampai-sampai mereka mengatakan bahwa salat Sa'ad tidak becus.
Khalifah Umar menemui mereka di Madinah dan mendengarkan pengaduan itu. Ia berkata kepada mereka: "Bukti adanya bahaya yang kalian kemukakan itu, kalian mau membangkit-bangkitkan soal semacam itu, padahal musuh sudah bersiap-siap hendak memerangi kalian. Tetapi, demi Allah, hal ini tidak akan mengurangi perhatian saya untuk meninjau masalah kalian itu."
Umar segera menunjuk Muhammad bin Maslamah untuk menyelidiki segala pengaduan yang dialamatkan kepada para wakilnya itu. Ia diutus ke Kufah untuk menanyai orang-orang mengenai segala yang dialamatkan kepada Sa'ad itu.
Akan tetapi mereka mengatakan: "Yang kami ketahui baik-baik saja, dan kami tidak menginginkan dia harus diganti. Tak ada ia melakukan pelanggaran kecuali hanya mereka yang menuduhnya."
Muhammad bin Maslamah kembali ke Madinah bersama Sa'ad dan Jarrah bin Sinan dan kawan-kawannya. Umar mendengar dari semua pihak, dan tak ada tindakan Sa'ad yang perlu mendapat sanksi.
Akan tetapi sungguhpun begitu, dalam keadaan genting semacam itu, karena ia tidak ingin Sa'ad meninggalkan tugasnya, sedang di Kufah ada orang yang mau membuat kekacauan, maka ia menanyakan, "siapa yang menggantikan Anda di Kufah?"
Sa'ad menjawab: "Abdullah bin Abdullah bin Itban."
Abdullah bin Itban ini orang yang sudah lanjut usia, seorang sahabat yang sangat dihormati. Umar setuju dengan penggantiannya di Kufah itu, dan menahan Sa'ad tetap tinggal jauh di Madinah, tanpa ada cacat atau melakukan pengkhianatan.
Kalau tidak karena Sa'ad sudah melaporkan kepada Umar mengenai pemusatan pasukan Persia di Nahawand, ditambah lagi laporan lisan sesampainya di Madinah mengenai kesiapsiagaan mereka berperang, niscaya ia dikembalikan kepada tugasnya itu dan tidak akan menghiraukan segala pengaduan yang memang tak dapat dijadikan pegangan.
Ibn Itban mengirimkan berita-berita kepada Umar mengenai pasukan Persia itu yang isinya memperkuat laporan Sa'ad tentang persiapan mereka. Khalifah bertambah prihatin dengan rencana mereka itu.
Selanjutnya berita-berita yang serba seram dan mencekam itu terus berdatangan: Tentang kekuatan Persia yang dihimpun di bawah pimpinan Firozan yang sudah berangkat ke Hamazan, dan sudah meneruskan perjalanannya ke Hulwan, bahkan kini sudah menuju Kufah, tak lama lagi akan memasuki kota itu.
Ya, apa yang akan diperbuat oleh Amirulmukminin? Haekal mengisahkan, dengan firasatnya yang tajam ia sudah dapat menangkap apa yang ada di balik berita-berita yang sangat berlebihan menggambarkan ketakutan itu, bahayanya dilukiskan begitu menyeramkan, dengan antisipasi yang hingga membayangkan segala rupa, membesar-besarkannya sampai berlipat ganda dari kenyataan yang sebenarnya.
Akan tetapi yang jelas, Persia memang sudah berkumpul dan sudah siap. Kalau mereka tidak dihadapi dan didahului dengan kekerasan, mereka akan makin berani dan akan makin kuat.
Mungkin juga keberanian mereka merupakan ancaman terhadap apa yang sudah diperoleh pasukannya di Khuzistan dan di Irak-Arab. Bahayanya memang besar, dan bersiap-siap untuk menghadapi mereka memang suatu tugas suci.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi " Umar bin Khattab " (PT Pustaka Litera AntarNusa, April 2000) mengisahkan kala itu Khalifah Umar bin Khattab sibuk memikirkan soal Irak dan nasibnya mengingat ada sebagian orang Arab yang sudah menetap di sana tampaknya mereka cenderung akan membuat kerusuhan.
"Kemakmuran yang sudah mereka rasakan membuat mereka saling bersaing. Mereka sudah tidak peduli akan segala persiapan pihak Persia yang hendak memerangi mereka," tutur Haekal.
Pada saat itu Sa'ad bin Abi Waqqas mengirimkan berita mengenai persiapan Yazdigird dan Firozan di Iran kepada Khalifah. Saad mengatakan Persi telah menyiapkan pasukan berjumlah 150.000 orang dan dipusatkan di Nahawand.
Pada saat itu pula, tiba-tiba rombongan dari Kufah dipimpin oleh Jarrah bin Sinan al-Asadi datang mengadukan Saad kepada Khalifah Umar tentang berbagai hal mengenai Saad. Sampai-sampai mereka mengatakan bahwa salat Sa'ad tidak becus.
Khalifah Umar menemui mereka di Madinah dan mendengarkan pengaduan itu. Ia berkata kepada mereka: "Bukti adanya bahaya yang kalian kemukakan itu, kalian mau membangkit-bangkitkan soal semacam itu, padahal musuh sudah bersiap-siap hendak memerangi kalian. Tetapi, demi Allah, hal ini tidak akan mengurangi perhatian saya untuk meninjau masalah kalian itu."
Umar segera menunjuk Muhammad bin Maslamah untuk menyelidiki segala pengaduan yang dialamatkan kepada para wakilnya itu. Ia diutus ke Kufah untuk menanyai orang-orang mengenai segala yang dialamatkan kepada Sa'ad itu.
Akan tetapi mereka mengatakan: "Yang kami ketahui baik-baik saja, dan kami tidak menginginkan dia harus diganti. Tak ada ia melakukan pelanggaran kecuali hanya mereka yang menuduhnya."
Muhammad bin Maslamah kembali ke Madinah bersama Sa'ad dan Jarrah bin Sinan dan kawan-kawannya. Umar mendengar dari semua pihak, dan tak ada tindakan Sa'ad yang perlu mendapat sanksi.
Akan tetapi sungguhpun begitu, dalam keadaan genting semacam itu, karena ia tidak ingin Sa'ad meninggalkan tugasnya, sedang di Kufah ada orang yang mau membuat kekacauan, maka ia menanyakan, "siapa yang menggantikan Anda di Kufah?"
Sa'ad menjawab: "Abdullah bin Abdullah bin Itban."
Abdullah bin Itban ini orang yang sudah lanjut usia, seorang sahabat yang sangat dihormati. Umar setuju dengan penggantiannya di Kufah itu, dan menahan Sa'ad tetap tinggal jauh di Madinah, tanpa ada cacat atau melakukan pengkhianatan.
Kalau tidak karena Sa'ad sudah melaporkan kepada Umar mengenai pemusatan pasukan Persia di Nahawand, ditambah lagi laporan lisan sesampainya di Madinah mengenai kesiapsiagaan mereka berperang, niscaya ia dikembalikan kepada tugasnya itu dan tidak akan menghiraukan segala pengaduan yang memang tak dapat dijadikan pegangan.
Ibn Itban mengirimkan berita-berita kepada Umar mengenai pasukan Persia itu yang isinya memperkuat laporan Sa'ad tentang persiapan mereka. Khalifah bertambah prihatin dengan rencana mereka itu.
Selanjutnya berita-berita yang serba seram dan mencekam itu terus berdatangan: Tentang kekuatan Persia yang dihimpun di bawah pimpinan Firozan yang sudah berangkat ke Hamazan, dan sudah meneruskan perjalanannya ke Hulwan, bahkan kini sudah menuju Kufah, tak lama lagi akan memasuki kota itu.
Ya, apa yang akan diperbuat oleh Amirulmukminin? Haekal mengisahkan, dengan firasatnya yang tajam ia sudah dapat menangkap apa yang ada di balik berita-berita yang sangat berlebihan menggambarkan ketakutan itu, bahayanya dilukiskan begitu menyeramkan, dengan antisipasi yang hingga membayangkan segala rupa, membesar-besarkannya sampai berlipat ganda dari kenyataan yang sebenarnya.
Akan tetapi yang jelas, Persia memang sudah berkumpul dan sudah siap. Kalau mereka tidak dihadapi dan didahului dengan kekerasan, mereka akan makin berani dan akan makin kuat.
Mungkin juga keberanian mereka merupakan ancaman terhadap apa yang sudah diperoleh pasukannya di Khuzistan dan di Irak-Arab. Bahayanya memang besar, dan bersiap-siap untuk menghadapi mereka memang suatu tugas suci.
(mhy)