Ahli Kitab dalam Al-Qur'an: Yahudi Dikecam, Nasrani Dipuji
Selasa, 10 September 2024 - 05:15 WIB
Prof Dr Quraish Shihab mengatakan kebanyakan kecaman terhadap Ahl Al-Kitab ditujukan kepada orang Yahudi , bukan kepada orang Nasrani . Ini disebabkan karena sejak semula ada perbedaan sikap di antara kedua kelompok Ahl Al-Kitab itu terhadap kaum Muslim.
Dalam bukunya berjudul "Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat", Quraish Sihab menjelaskan ketika Romawi yang beragama Kristen mengalami kekalahan dari Persia yang menyembah api (614 M), kaum Muslim merasa sedih, dan Al-Qur'an turun menghibur mereka dengan menyatakan bahwa dalam jangka waktu tidak lebih dari sembilan tahun, Romawi akan menang, dan ketika itu kaum Mukmin akan bergembira:
"Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang) dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Maha Perkasa lagi Maha Penyayang" ( QS Al-Rum [30] : 1-5).
Sikap penguasa Masehi pun cukup baik terhadap kaum Muslim. Ini antara lain terlihat dalam sambutan dan perlindungan yang diberikan oleh penguasa Ethiopia yang beragama Nasrani kepada kaum Muslim yang berhijrah ke sana, sehingga wajar jika secara tegas Al-Qur'an menyatakan:
"Sesungguhnya kamu pasti akan menemukan orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik, dan sesungguhnya pasti kamu dapati yang paling dekat
persahabatannya dengan orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata, 'Sesungguhnya kami ini orang
Nasrani" ( QS Al-Maidah [5] : 82).
Sebab pokok perbedaan sikap tersebut adalah kedengkian orang Yahudi terhadap kehadiran seorang Nabi yang tidak berasal dari golongan mereka ( QS Al-Baqarah [2] : 109). Kehadiran Nabi kemudian mengakibatkan pengaruh orang Yahudi di kalangan masyarakat Madinah menciut, dan bahkan menghilangkan pengaruh politik dan kepentingan ekonomi mereka.
Di sisi lain, seperti pernyataan Al-Qur'an di atas, sebab kedekatan sebagian orang Nasrani kepada kaum Muslim adalah: "Karena di antara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, dan juga karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri" ( QS Al-Maidah [5] : 82)
Para pendeta ketika itu relatif berhasil menanamkan ajaran moral yang bersumber dari ajaran Isa as., sedang para rahib yang mencerminkan sikap zuhud (menjauhkan diri dari kenikmatan duniawi dengan berkonsentrasi pada ibadah),
berhasil pula memberi contoh kepada lingkungannya.
Keberhasilan itu didukung pula oleh tidak adanya kekuatan sosial politik dari kalangan mereka di Makkah dan Madinah,
sehingga tidak ada faktor yang mengundang gesekan dan benturan antara kaum Muslim dengan mereka.
"Ini bertolak belakang dengan kehadiran orang Yahudi, apalagi pendeta-pendeta mereka dikenal luas menerima sogok, memakan riba, dan masyarakatnya pun amat materialistis-individualistis," ujar Quraish Shihab.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa penyebab utama lahirnya benturan, bukannya ajaran agama, tetapi ambisi pribadi atau golongan, kepentingan ekonomi, dan politik, walaupun harus diakui bahwa kepentingan tersebut dapat dikemas dengan kemasan agama, apalagi bila ajarannya disalahpahami.
Dalam bukunya berjudul "Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat", Quraish Sihab menjelaskan ketika Romawi yang beragama Kristen mengalami kekalahan dari Persia yang menyembah api (614 M), kaum Muslim merasa sedih, dan Al-Qur'an turun menghibur mereka dengan menyatakan bahwa dalam jangka waktu tidak lebih dari sembilan tahun, Romawi akan menang, dan ketika itu kaum Mukmin akan bergembira:
"Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang) dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Maha Perkasa lagi Maha Penyayang" ( QS Al-Rum [30] : 1-5).
Sikap penguasa Masehi pun cukup baik terhadap kaum Muslim. Ini antara lain terlihat dalam sambutan dan perlindungan yang diberikan oleh penguasa Ethiopia yang beragama Nasrani kepada kaum Muslim yang berhijrah ke sana, sehingga wajar jika secara tegas Al-Qur'an menyatakan:
"Sesungguhnya kamu pasti akan menemukan orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik, dan sesungguhnya pasti kamu dapati yang paling dekat
persahabatannya dengan orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata, 'Sesungguhnya kami ini orang
Nasrani" ( QS Al-Maidah [5] : 82).
Sebab pokok perbedaan sikap tersebut adalah kedengkian orang Yahudi terhadap kehadiran seorang Nabi yang tidak berasal dari golongan mereka ( QS Al-Baqarah [2] : 109). Kehadiran Nabi kemudian mengakibatkan pengaruh orang Yahudi di kalangan masyarakat Madinah menciut, dan bahkan menghilangkan pengaruh politik dan kepentingan ekonomi mereka.
Di sisi lain, seperti pernyataan Al-Qur'an di atas, sebab kedekatan sebagian orang Nasrani kepada kaum Muslim adalah: "Karena di antara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, dan juga karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri" ( QS Al-Maidah [5] : 82)
Para pendeta ketika itu relatif berhasil menanamkan ajaran moral yang bersumber dari ajaran Isa as., sedang para rahib yang mencerminkan sikap zuhud (menjauhkan diri dari kenikmatan duniawi dengan berkonsentrasi pada ibadah),
berhasil pula memberi contoh kepada lingkungannya.
Keberhasilan itu didukung pula oleh tidak adanya kekuatan sosial politik dari kalangan mereka di Makkah dan Madinah,
sehingga tidak ada faktor yang mengundang gesekan dan benturan antara kaum Muslim dengan mereka.
"Ini bertolak belakang dengan kehadiran orang Yahudi, apalagi pendeta-pendeta mereka dikenal luas menerima sogok, memakan riba, dan masyarakatnya pun amat materialistis-individualistis," ujar Quraish Shihab.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa penyebab utama lahirnya benturan, bukannya ajaran agama, tetapi ambisi pribadi atau golongan, kepentingan ekonomi, dan politik, walaupun harus diakui bahwa kepentingan tersebut dapat dikemas dengan kemasan agama, apalagi bila ajarannya disalahpahami.
Baca Juga
(mhy)