Strategi Rasulullah SAW dalam Perang Uhud
Senin, 30 September 2024 - 20:46 WIB
Ia menerjunkan diri dalam perang Uhud dengan membawa lima belas orang dari golongan Aus. Ada juga budak-budak dari penduduk Makkah yang juga dibawanya.
Menurut dugaannya, apabila nanti ia memanggil orang-orang Islam dari golongan Aus yang ikut berjuang di pihak Nabi Muhammad, niscaya mereka akan memenuhi panggilannya, akan berpihak kepadanya dan membantu Quraisy.
"Saudara-saudara dari Aus! Saya adalah Abu 'Amir!" teriaknya memanggil-manggil.
Tetapi Muslimin dari kalangan Aus itu membalas: "Tuhan takkan memberikan kesenangan kepadamu, durhaka!"
Perang pun lalu pecah. Budak-budak Quraisy serta 'Ikrima bin Abi Jahal yang berada di sayap kiri, berusaha hendak menyerang Muslimin dari samping, tapi pihak Muslimin menghujani mereka dengan batu sehingga Abu 'Amir dan pengikut-pengikutnya lari tunggang-langgang. Ketika itu juga Hamzah bin Abdul Mutalib berteriak, membawa teriakan perang Uhud:
"Mati, mati!" Lalu ia terjun ke tengah-tengah tentara Quraisy itu. Ketika itu Talha bin Abi Talha, yang membawa bendera tentara Makkah berteriak pula: "Siapa yang akan duel?"
Lalu Ali bin Abi Thalib tampil menghadapinya. Dua orang dari dua barisan itu bertemu. Cepat-cepat Ali memberikan satu pukulan, yang membuat kepala lawannya itu belah dua. Nabi merasa lega dengan itu.
Ketika itu juga kaum Muslimin bertakbir dan melancarkan serangannya. Dengan pedang Nabi di tangan dan mengikatkan pita maut di kepala, Abu Dujane pun terjun ke depan.
Dibunuhnya setiap orang yang dijumpainya. Barisan orang-orang musyrik jadi kacau-balau. Kemudian ia melihat seseorang sedang mencencang-cencang sesosok tubuh manusia dengan keras sekali. Diangkatnya pedangnya dan diayunkannya kepada orang itu. Tetapi ternyata orang itu adalah Hindun binti 'Utba. Ia mundur. Terlalu mulia rasanya pedang Rasul akan dipukulkan kepada seorang wanita.
Dengan secara keras sekali pihak Quraisy pun menyerbu pula ke tengah-tengah pertempuran itu. Darahnya sudah mendidih ingin menuntut balas atas pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka mereka yang sudah tewas setahun yang lalu di Badar.
Dua kekuatan yang tidak seimbang itu, baik jumlah orang maupun perlengkapan, berhadap-hadapan. Kekuatan dengan jumlah yang besar ini motifnya adalah balas-dendam, yang sejak perang Badar tidak pernah reda.
Sedang jumlah yang lebih kecil motifnya adalah: pertama mempertahankan akidah, mempertahankan iman dan agama Allah, kedua mempertahankan tanah air dan segala kepentingannya.
Mereka yang menuntut bela itu terdiri dari orang-orang yang lebih kuat dan jumlah pasukan yang lebih besar. Di belakang mereka itu kaum wanita turut pula mengobarkan semangat. Tidak sedikit di antara mereka yang membawa budak-budak itu menjanjikan akan memberikan hadiah yang besar apabila mereka dapat membalaskan dendam atas kematian seorang bapak, saudara, suami atau orang-orang yang dicintai lainnya, yang telah terbunuh di Badar.
Hamzah bin Abdul Muthalib adalah seorang pahlawan Arab terbesar dan paling berani. Ketika terjadi perang Badar dialah yang telah menewaskan ayah dan saudara Hindun, begitu juga tidak sedikit orang-orang yang dicintainya yang telah ditewaskan.
Seperti juga dalam perang Badar, dalam perang Uhud inipun Hamzah adalah singa dan pedang Tuhan yang tajam. Ditewaskannya Arta bin 'Abd Syurahbil, Siba' bin 'Abd'l-'Uzza al-Ghubsyani, dan setiap musuh yang dijumpainya nyawa mereka tidak luput dari renggutan pedangnya.
Sementara itu Hindun binti 'Utba telah pula menjanjikan Wahsyi, orang Abisinia dan budak Jubair (b. Mut'im) akan memberikan hadiah besar apabila ia berhasil membunuh Hamzah. Begitu juga Jubair bin Mut'im sendiri, tuannya, yang pamannya telah terbunuh di Badar, mengatakan kepadanya:
"Kalau Hamzah paman Muhammad itu kau bunuh, maka engkau kumerdekakan." Wahsyi sendiri dalam hal ini bercerita sebagai berikut:
Menurut dugaannya, apabila nanti ia memanggil orang-orang Islam dari golongan Aus yang ikut berjuang di pihak Nabi Muhammad, niscaya mereka akan memenuhi panggilannya, akan berpihak kepadanya dan membantu Quraisy.
"Saudara-saudara dari Aus! Saya adalah Abu 'Amir!" teriaknya memanggil-manggil.
Tetapi Muslimin dari kalangan Aus itu membalas: "Tuhan takkan memberikan kesenangan kepadamu, durhaka!"
Perang pun lalu pecah. Budak-budak Quraisy serta 'Ikrima bin Abi Jahal yang berada di sayap kiri, berusaha hendak menyerang Muslimin dari samping, tapi pihak Muslimin menghujani mereka dengan batu sehingga Abu 'Amir dan pengikut-pengikutnya lari tunggang-langgang. Ketika itu juga Hamzah bin Abdul Mutalib berteriak, membawa teriakan perang Uhud:
"Mati, mati!" Lalu ia terjun ke tengah-tengah tentara Quraisy itu. Ketika itu Talha bin Abi Talha, yang membawa bendera tentara Makkah berteriak pula: "Siapa yang akan duel?"
Lalu Ali bin Abi Thalib tampil menghadapinya. Dua orang dari dua barisan itu bertemu. Cepat-cepat Ali memberikan satu pukulan, yang membuat kepala lawannya itu belah dua. Nabi merasa lega dengan itu.
Ketika itu juga kaum Muslimin bertakbir dan melancarkan serangannya. Dengan pedang Nabi di tangan dan mengikatkan pita maut di kepala, Abu Dujane pun terjun ke depan.
Dibunuhnya setiap orang yang dijumpainya. Barisan orang-orang musyrik jadi kacau-balau. Kemudian ia melihat seseorang sedang mencencang-cencang sesosok tubuh manusia dengan keras sekali. Diangkatnya pedangnya dan diayunkannya kepada orang itu. Tetapi ternyata orang itu adalah Hindun binti 'Utba. Ia mundur. Terlalu mulia rasanya pedang Rasul akan dipukulkan kepada seorang wanita.
Dengan secara keras sekali pihak Quraisy pun menyerbu pula ke tengah-tengah pertempuran itu. Darahnya sudah mendidih ingin menuntut balas atas pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka mereka yang sudah tewas setahun yang lalu di Badar.
Dua kekuatan yang tidak seimbang itu, baik jumlah orang maupun perlengkapan, berhadap-hadapan. Kekuatan dengan jumlah yang besar ini motifnya adalah balas-dendam, yang sejak perang Badar tidak pernah reda.
Sedang jumlah yang lebih kecil motifnya adalah: pertama mempertahankan akidah, mempertahankan iman dan agama Allah, kedua mempertahankan tanah air dan segala kepentingannya.
Mereka yang menuntut bela itu terdiri dari orang-orang yang lebih kuat dan jumlah pasukan yang lebih besar. Di belakang mereka itu kaum wanita turut pula mengobarkan semangat. Tidak sedikit di antara mereka yang membawa budak-budak itu menjanjikan akan memberikan hadiah yang besar apabila mereka dapat membalaskan dendam atas kematian seorang bapak, saudara, suami atau orang-orang yang dicintai lainnya, yang telah terbunuh di Badar.
Hamzah bin Abdul Muthalib adalah seorang pahlawan Arab terbesar dan paling berani. Ketika terjadi perang Badar dialah yang telah menewaskan ayah dan saudara Hindun, begitu juga tidak sedikit orang-orang yang dicintainya yang telah ditewaskan.
Seperti juga dalam perang Badar, dalam perang Uhud inipun Hamzah adalah singa dan pedang Tuhan yang tajam. Ditewaskannya Arta bin 'Abd Syurahbil, Siba' bin 'Abd'l-'Uzza al-Ghubsyani, dan setiap musuh yang dijumpainya nyawa mereka tidak luput dari renggutan pedangnya.
Sementara itu Hindun binti 'Utba telah pula menjanjikan Wahsyi, orang Abisinia dan budak Jubair (b. Mut'im) akan memberikan hadiah besar apabila ia berhasil membunuh Hamzah. Begitu juga Jubair bin Mut'im sendiri, tuannya, yang pamannya telah terbunuh di Badar, mengatakan kepadanya:
"Kalau Hamzah paman Muhammad itu kau bunuh, maka engkau kumerdekakan." Wahsyi sendiri dalam hal ini bercerita sebagai berikut: