Rumi: Cinta Terbesar Adalah Keheningan dan Tidak Bisa Diungkapkan dengan Kata-Kata

Jum'at, 11 September 2020 - 10:49 WIB
Ilustrasi/Ist/mhy
IDRIES Shah dalam The Sufis menyatakan pemikiran non-diskursif adalah metode. Pemikiran harus diarahkan untuk seluruh kehidupan, bukan terhadap aspek-aspeknya semata. Manusia laksana seseorang yang mempunyai pilihan untuk menjelajahi bumi, tetapi ia tertidur di sebuah penjara. ( )


Berbagai kepelikan intelektualisme yang keliru itu menutupi kebenaran. Sikap diam merupakan awal pembicaraan sejati. Kehidupan batin di dunia dicapai dengan cara mengabaikan pemilahan "kehidupan" dan "dunia".

Ketika Maulana Jalaluddin Rumi meninggal dunia pada tahun 1273, ia meninggalkan putranya, Bahauddin , untuk melanjutkan kepemimpinan Tarekat Mevlevi. Pada masa hidupnya ia dikelilingi oleh orang-orang dari setiap agama, dan pada waktu pemakamannya dihadiri oleh orang-orang dari segala jenis (kepercayaan). ( )

Seorang Kristen ditanya, mengapa ia menangis begitu pilu atas kematian seorang guru Muslim. Jawabannya memperlihatkan pandangan Sufi tentang pengulangan ajaran dan penyampaian aktivitas spiritual:

"Kami menghargainya seperti Musa , Dawud , Yesus zaman ini. Kami semua adalah para pengikut dan muridnya."



Kehidupan Rumi memperlihatkan campuran dari ajaran warisan dan pencerahan pribadi yang menjadi pusat sufisme. Keluarganya berasal dari keturunan Abu Bakar Ash-Shiddiq , sahabat Nabi SAW , dan ayahnya masih ada hubungan dengan keluarga dengan Raja Khawarizmi Syah. ( )


Jalaluddin dilahirkan di Balkh, sebuah pusat ajaran kuno pada tahun 1207 dan dalam legenda sufi dinyatakan bahwa, telah diramalkan oleh para mistikus sufi, ia akan meraih masa depan gemilang.

Raja Balkh di bawah pengaruh orang-orang skolastik, berbalik menentang para sufi, terutama menentang kerabat ayah Rumi. Seorang guru Sufi ditenggelamkan di Sungai Oxus atas perintah Syah. Hukuman ini membayangi invasi orang-orang Mongol di mana Najmuddin al-Kubra, seorang pemimpin Sufi terbunuh di medan tempur. Najmuddin inilah pendiri Tarekat Kubrawiyah yang berkaitan erat dengan perkembangan Rumi. ( )


Penghancuran Asia Tengah oleh tentara-tentara Jengis Khan telah menyebabkan tercerai-berainya para Sufi Turkistan. Ayah Rumi mengungsi bersama putranya ke Nisyapur di mana mereka bertemu dengan guru besar lainnya dari aliran Sufi yang sama, sang penyair Aththar, yang secara "spiritual" menganugerahi putranya dengan barakah Sufi. Ia menghadiahi Rumi sebuah salinan kitabnya, Asrar-Namah (Book of Secrets). Kitab ini ditulis dalam bentuk puisi.

Tradisi Sufi mengatakan bahwa karena potensi spiritual Jalaluddin muda telah dikenali oleh para guru di zamannya, maka perhatian mereka untuk melindungi dan mendidiknya menjadi motif bagi perjalanan kelompok pengungsi itu. ( )


Mereka meninggalkan Nisyapur dengan kata-kata kewalian Aththar yang terngiang dalam telinga mereka, "Anak ini akan memercikkan api kemuliaan dan keagungan suci bagi dunia". Kota itu tidak aman. Seperti Najmuddin, Aththar menunggu gilirannya menuju ke-syahid-an yang diterimanya dari tangan orang-orang Mongol tidak lama setelah itu.

Kelompok sufi dengan pemimpin mudanya itu sampai ke Baghdad di mana mereka mendengar penghancuran Balkh dan pembantaian penduduknya. Selama beberapa tahun mereka mengembara, menunaikan ibadah Haji ke Makkah, kembali menuju utara ke Syria dan Asia Kecil, mengunjungi pusat-pusat Sufi. ( )

Asia Tengah terpecah-belah karena serangan orang-orang Mongol yang tiada henti-hentinya, dan setelah tegak kurang dari enam abad, peradaban Islam tampaknya menjelang keruntuhannya.

Asy-Syekh al Akbar

Pada akhirnya ayah Rumi mendirikan pusat kegiatannya tak jauh dari Konia, yang terkait dengan nama St. Paul. Pada saat itu, kota itu berada di tangan penguasa Seljuk dan Raja Seljuk mengundang Jalaluddin untuk tinggal di sana. Ia menerima sebuah jabatan profesional dan melanjutkan mengajar putranya tentang rahasia-rahasia Sufi. ( )


Jalaluddin juga berhubungan dengan Guru Terbesar ( asy-Syekh al Akbar ), penyair dan seorang guru dari Spanyol, yaitu Ibnu Arabi yang pada waktu itu berada di Baghdad. Hubungan itu terjadi melalui Burhanuddin, salah seorang guru Rumi yang melakukan perjalanan ke kawasan Seljuk untuk menemui ayah Rumi yang baru saja meninggal. Karena menggantikannya sebagai pembimbing Rumi, ia membawanya ke Aleppo dan Damaskus.




Ketika usianya mencapai empat puluh tahun, Rumi memulai pengajaran mistiknya secara semi-publik. Seorang darwis misterius, "Syamsuddin at-Tabrizi" mengilhaminya untuk menghasilkan sejumlah besar puisinya yang terbaik dan untuk meramu ajaran-ajarannya dengan cara dan bentuk yang dirancang untuk mempertahankan keseluruhan Tarekat Mevlevi. Karyanya telah diselesaikan dan darwis misterius itu lenyap setelah masa sekitar tiga tahun dan tidak ada lagi jejak tentang dirinya yang bisa dilaporkan.

"Utusan dari dunia tak dikenal" ini oleh putra Rumi disepadankan dengan Khidr yang misterius, pembimbing dan pelindung para sufi yang muncul kemudian berlalu dari kognisi normal setelah menyampaikan pesannya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat.  (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang.  (2) Wanita-wanita berpakaian tetapi (seperti) bertelanjang (pakaiannya terlalu minim, tipis, ketat, atau sebagian auratnya terbuka), berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.

(HR. Muslim No. 3971)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More