Penyakit Pemikiran Islam Menurut Syaikh Muhammad Al-Ghazali (1)
Minggu, 13 September 2020 - 05:00 WIB
DI antara ulama yang memberikan perhatian besar kepada fiqih prioritas melalui pandangan, pemikiran, dan penjelasan yang diberikannya ialah seorang juru da'wah besar, Syaikh Muhammad al-Ghazali . Salah seorang tokoh kebangkitan Islam moderat pada abad ke-20 ini adalah penulis lebih dari 94 buku. Agar tidak keliru, tokoh yang kita sebut ini berbeda dengan Imam Al-Ghazali (1058-1111), seorang filsuf dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan. (
)
Syaikh Muhammad lahir di Desa Nakla al-‘Inab, Buhairah, Mesir , pada 22 September 1917. Syaikh Yusuf Al-Qardhawi menyebut Syaikh Muhammad telah memberikan perhatian yang sangat besar kepada masalah fiqih prioritas dalam buku-buku yang ditulisnya, terutama buku-buku yang ditulis menjelang akhir hayatnya.
Hal itu ia lakukan dan ia beri perhatian karena pengalamannya dalam melakukan dakwah di tengah-tengah manusia yang mengaku sebagai orang Islam dan juru dakwah Islam, yang menjungkirbalikkan pohon Islam. ( )
Menurut Al-Qardhawi, mereka menjadikan pohon dan akarnya yang kuat sebagai ranting-ranting yang lemah, dan menjadikan ranting-rantingnya sebagai dedaunan yang menghembuskan angin, dan menjadikan daun-daunnya sebagai akar, yang bertumpu kepadanya seluruh pemikiran, perhatian, dan pekerjaan.
Syaikh Muhammad al-Ghazali dalam sebuah kajiannya tentang sebab-sebab kehancuran peradaban Islam dan kemunduran ummat Islam setelah ia menjadi ummat yang maju, dengan Judul al-Tashwir al-Juz'iy li al-Islam, dalam bukunya yang berjudul al-Da'wah al-Islamiyyah Tastaqbil Qarnaha al-Khamis 'Asyar. ( )
Dia mengatakan, Iman itu ada 60 macam lebih atau 70 cabang lebih. Apakah bagian-bagian ini tersusun bertindih-tindih antara sebagian dengan sebagian yang lain dengan begitu saja? Ataukah dia seperti barang dagangan yang dibeli oleh seseorang dari pasar kemudian diletakkan di dalam tasnya begitu saja sehingga memudahkan baginya untuk membawanya? "Tidak!" tulisnya.
Menurutnya, sesungguhnya bagian-bagian itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kepentingan dan nilainya. Dan setiap bagian mempunyai tempat yang tersendiri dan tidak dapat diganggu oleh yang lainnya. ( )
Bagan yang menggambarkan bagian-bagian iman ini serupa dengan bagan organisasi pada suatu kementerian atau satu organisasi.
Di sana ada direktur, ada wakil-wakil direktur, pekerja, dan ada pula pengawasnya. Di antara bagian-bagian itu ada garis hubungan secara timbal-balik, garis perintah dan garis produktif.
Sesungguhnya bagian-bagian iman yang jumlahnya ada puluhan itu seperti sebuah mobil yang memiliki bentuk, kerangka, stir, bahan bakar, rem, lampu, kursi, dan lain-lain. Setiap bagian darinya memiliki tugas dan nilai tersendiri. ( )
Penyakit Pemikiran
Sejak peradaban Islam mulai muncul di permukaan, telah ada rukun iman dan perbuatan-perbuatan sunnah, perkara-perkara pokok dan cabang amalan hati dan amalan badaniah.
Satu hal yang terjadi pada sebagian manusia ialah bahwa satu bagian tertentu dari Islam itu menjalar memakan kepada bagian-bagian yang lain sebagaimana luka di badan yang menjalar dan menjangkiti bagian yang lain, sehingga tubuh itu hancur semuanya.
Kelompok Khawarij merupakan kelompok yang pertama kali terkena penyakit pemikiran ini, dan tidak memahami Islam sehingga mereka memerangi Ali atau melepaskan diri dari peristiwa tahkim, dan memerangi Umar bin Abd al-Aziz atau melaknat para nenek moyangnya, para penguasa bani Umayyah.
Penguasaan pemikiran tertentu atas manusia, yang memenuhi kekosong dirinya, akan menguasai dirinya dan tidak memberikan tempat kepada pemikiran yang lain.
Syaikh Muhammad al-Ghazali bercerita sbb:
Saya pernah berjumpa dengan seorang lelaki yang dikenal sebagai orang yang baik. Dia bertanya kepada saya: "Apakah engkau percaya dengan karamah Syaikh Fulan?"
Saya menjawabnya: "Saya belum pernah membaca riwayat hidup Syaikh itu."
Dia berkata, "Saya akan membawakan kepadamu buku yang menjelaskan riwayat hidupnya."
Tidak lama kemudian saya berjumpa dengannya, dan dia bertanya kepada saya, "Bagaimana pendapat kamu?"
Saya menjawab, "Saya lupa membaca buku itu."
Dia bertanya, "Bagaimana?"
Dengan tegas saya katakan: "Perkara itu tidak penting... Apabila saya meninggal dunia dan saya tidak tahu sahabatmu itu, maka sesungguhnya Allah tidak akan bertanya kepadaku tentang dirinya dan karamahnya."
Kemudian dia pergi dariku karena aku dianggap tidak mempercayai berbagai karamah itu.
Saya berjumpa dengan orang lain yang berkata: "Bagaimanakah pendapatmu tentang musik?"
Saya jawab: "Kalau musik itu patriotik, membangkitkan semangat dan pengorbanan, tidak apa-apa. Kalau musik sentimental yang membangkitkan semangat atau kasih sayang tidak apa-apa... Tetapi kalau musik itu membangkitkan kesia-siaan dan pornografi, maka tidak boleh."
Orang itu kemudian pergi menjauh dari diri saya dan menganggap bahwa saya menghalalkan untuk mendengarkan hal-hal yang haram.
Kedua orang itu beriman kepada sesuatu yang menjadi salah satu bagian agama yang menyeluruh. Dia menghukumi orang lain dan keadaan orang lain berdasarkan ukuran dirinya.
'Luka' seperti inilah yang menjangkiti sebagian sisi tertentu dari agama ini. Itulah sebabnya mengapa ada sejumlah fuqaha yang memiliki pemikiran cemerlang, tetapi mereka tidak mempunyai 'hati ahli ibadah'; atau orang sufi yang memiliki 'perasaan halus' tetapi tidak memiliki 'akal pikiran' seperti para fuqaha.
Itulah sebabnya mengapa ada sejumlah ahli hadis yang hanya menghalalkan nash-nashnya, tetapi mereka tidak meletakkan pada proporsinya dan tidak pandai mengambil suatu kesimpulan hukum.
Itulah pula sebabnya mengapa ada orang-orang yang memiliki pemikiran cemerlang, tetapi mereka tidak memiliki, sandaran nash, untuk itu.
Itulah pula sebabnya mengapa ada sejumlah hakim yang bekerja--sesuai dengan syarat-syarat tertentu-- sebagai pengayom rakyat, yang sangat rendah kadar ketaqwaan mereka, dan orang-orang awamnya khusyu' dalam melakukan ibadah individual, tetapi apabila sampai kepada suatu persoalan yang melibatkan pemberian nasehat, perintah, larangan, dan pertentangan yang menyebabkan kemarahan para penguasa itu, maka mereka berdiam diri saja.
Itulah pula sebabnya mengapa ada orang-orang yang tekun beribadah, yang tidak pernah lalai sedetikpun dalam melakukan ketaatan dalam beribadah itu, tetapi mereka tidak menyadari setitik pun hikmah dari ibadah tersebut dan tidak memanfaatkannya sebagai bagian dari perilakunya. Padahal, salat dapat menimbulkan keteraturan dan kebersihan, tetapi mereka tidak teratur dan kotor.
Padahal haji merupakan pengembaraan yang memenuhi hati dan tubuh manusia dengan rasa tenteram dan kasih sayang, tetapi mereka di tengah-tengah melakukan ibadah haji dan sesudahnya bersikap garang dan buruk. (Bersambung)
.
Syaikh Muhammad lahir di Desa Nakla al-‘Inab, Buhairah, Mesir , pada 22 September 1917. Syaikh Yusuf Al-Qardhawi menyebut Syaikh Muhammad telah memberikan perhatian yang sangat besar kepada masalah fiqih prioritas dalam buku-buku yang ditulisnya, terutama buku-buku yang ditulis menjelang akhir hayatnya.
Hal itu ia lakukan dan ia beri perhatian karena pengalamannya dalam melakukan dakwah di tengah-tengah manusia yang mengaku sebagai orang Islam dan juru dakwah Islam, yang menjungkirbalikkan pohon Islam. ( )
Menurut Al-Qardhawi, mereka menjadikan pohon dan akarnya yang kuat sebagai ranting-ranting yang lemah, dan menjadikan ranting-rantingnya sebagai dedaunan yang menghembuskan angin, dan menjadikan daun-daunnya sebagai akar, yang bertumpu kepadanya seluruh pemikiran, perhatian, dan pekerjaan.
Syaikh Muhammad al-Ghazali dalam sebuah kajiannya tentang sebab-sebab kehancuran peradaban Islam dan kemunduran ummat Islam setelah ia menjadi ummat yang maju, dengan Judul al-Tashwir al-Juz'iy li al-Islam, dalam bukunya yang berjudul al-Da'wah al-Islamiyyah Tastaqbil Qarnaha al-Khamis 'Asyar. ( )
Dia mengatakan, Iman itu ada 60 macam lebih atau 70 cabang lebih. Apakah bagian-bagian ini tersusun bertindih-tindih antara sebagian dengan sebagian yang lain dengan begitu saja? Ataukah dia seperti barang dagangan yang dibeli oleh seseorang dari pasar kemudian diletakkan di dalam tasnya begitu saja sehingga memudahkan baginya untuk membawanya? "Tidak!" tulisnya.
Menurutnya, sesungguhnya bagian-bagian itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kepentingan dan nilainya. Dan setiap bagian mempunyai tempat yang tersendiri dan tidak dapat diganggu oleh yang lainnya. ( )
Bagan yang menggambarkan bagian-bagian iman ini serupa dengan bagan organisasi pada suatu kementerian atau satu organisasi.
Di sana ada direktur, ada wakil-wakil direktur, pekerja, dan ada pula pengawasnya. Di antara bagian-bagian itu ada garis hubungan secara timbal-balik, garis perintah dan garis produktif.
Sesungguhnya bagian-bagian iman yang jumlahnya ada puluhan itu seperti sebuah mobil yang memiliki bentuk, kerangka, stir, bahan bakar, rem, lampu, kursi, dan lain-lain. Setiap bagian darinya memiliki tugas dan nilai tersendiri. ( )
Penyakit Pemikiran
Sejak peradaban Islam mulai muncul di permukaan, telah ada rukun iman dan perbuatan-perbuatan sunnah, perkara-perkara pokok dan cabang amalan hati dan amalan badaniah.
Satu hal yang terjadi pada sebagian manusia ialah bahwa satu bagian tertentu dari Islam itu menjalar memakan kepada bagian-bagian yang lain sebagaimana luka di badan yang menjalar dan menjangkiti bagian yang lain, sehingga tubuh itu hancur semuanya.
Kelompok Khawarij merupakan kelompok yang pertama kali terkena penyakit pemikiran ini, dan tidak memahami Islam sehingga mereka memerangi Ali atau melepaskan diri dari peristiwa tahkim, dan memerangi Umar bin Abd al-Aziz atau melaknat para nenek moyangnya, para penguasa bani Umayyah.
Penguasaan pemikiran tertentu atas manusia, yang memenuhi kekosong dirinya, akan menguasai dirinya dan tidak memberikan tempat kepada pemikiran yang lain.
Baca Juga
Syaikh Muhammad al-Ghazali bercerita sbb:
Saya pernah berjumpa dengan seorang lelaki yang dikenal sebagai orang yang baik. Dia bertanya kepada saya: "Apakah engkau percaya dengan karamah Syaikh Fulan?"
Saya menjawabnya: "Saya belum pernah membaca riwayat hidup Syaikh itu."
Dia berkata, "Saya akan membawakan kepadamu buku yang menjelaskan riwayat hidupnya."
Tidak lama kemudian saya berjumpa dengannya, dan dia bertanya kepada saya, "Bagaimana pendapat kamu?"
Saya menjawab, "Saya lupa membaca buku itu."
Dia bertanya, "Bagaimana?"
Dengan tegas saya katakan: "Perkara itu tidak penting... Apabila saya meninggal dunia dan saya tidak tahu sahabatmu itu, maka sesungguhnya Allah tidak akan bertanya kepadaku tentang dirinya dan karamahnya."
Kemudian dia pergi dariku karena aku dianggap tidak mempercayai berbagai karamah itu.
Saya berjumpa dengan orang lain yang berkata: "Bagaimanakah pendapatmu tentang musik?"
Saya jawab: "Kalau musik itu patriotik, membangkitkan semangat dan pengorbanan, tidak apa-apa. Kalau musik sentimental yang membangkitkan semangat atau kasih sayang tidak apa-apa... Tetapi kalau musik itu membangkitkan kesia-siaan dan pornografi, maka tidak boleh."
Orang itu kemudian pergi menjauh dari diri saya dan menganggap bahwa saya menghalalkan untuk mendengarkan hal-hal yang haram.
Kedua orang itu beriman kepada sesuatu yang menjadi salah satu bagian agama yang menyeluruh. Dia menghukumi orang lain dan keadaan orang lain berdasarkan ukuran dirinya.
'Luka' seperti inilah yang menjangkiti sebagian sisi tertentu dari agama ini. Itulah sebabnya mengapa ada sejumlah fuqaha yang memiliki pemikiran cemerlang, tetapi mereka tidak mempunyai 'hati ahli ibadah'; atau orang sufi yang memiliki 'perasaan halus' tetapi tidak memiliki 'akal pikiran' seperti para fuqaha.
Itulah sebabnya mengapa ada sejumlah ahli hadis yang hanya menghalalkan nash-nashnya, tetapi mereka tidak meletakkan pada proporsinya dan tidak pandai mengambil suatu kesimpulan hukum.
Itulah pula sebabnya mengapa ada orang-orang yang memiliki pemikiran cemerlang, tetapi mereka tidak memiliki, sandaran nash, untuk itu.
Itulah pula sebabnya mengapa ada sejumlah hakim yang bekerja--sesuai dengan syarat-syarat tertentu-- sebagai pengayom rakyat, yang sangat rendah kadar ketaqwaan mereka, dan orang-orang awamnya khusyu' dalam melakukan ibadah individual, tetapi apabila sampai kepada suatu persoalan yang melibatkan pemberian nasehat, perintah, larangan, dan pertentangan yang menyebabkan kemarahan para penguasa itu, maka mereka berdiam diri saja.
Itulah pula sebabnya mengapa ada orang-orang yang tekun beribadah, yang tidak pernah lalai sedetikpun dalam melakukan ketaatan dalam beribadah itu, tetapi mereka tidak menyadari setitik pun hikmah dari ibadah tersebut dan tidak memanfaatkannya sebagai bagian dari perilakunya. Padahal, salat dapat menimbulkan keteraturan dan kebersihan, tetapi mereka tidak teratur dan kotor.
Padahal haji merupakan pengembaraan yang memenuhi hati dan tubuh manusia dengan rasa tenteram dan kasih sayang, tetapi mereka di tengah-tengah melakukan ibadah haji dan sesudahnya bersikap garang dan buruk. (Bersambung)
.
(mhy)